Awal
dari muncul nya niat buat nulis malam ini adalah setelah ada seorang teman yang
ngirim pesan begini, “Woy, ga malu apa, share foto bareng pacar yang beda-beda
terus?”
Lalu
ada temen yang tiba-tiba bercanda nyeletuk begini, “Semua foto aja dishare.
Pengen eksis ya?”
Kemudian
pernah ada temen yang sebelum dia minum jus buah, sempat ngomong begini, “Foto
terus deh, ga bosan-bosan apa?”
Ditambah
lagi ada yang sedikit lebih pedas seperti ini, “Foto-foto palingan cuma buat
pamer di facebook atau twitter doank, seringnya minta ampun, haha”
Oke.
Sebelumnya gue minta maaf. Buat semua teman yang ngerasa pernah ngomong begitu
ke gue, gue ga marah kok. Cuma ya, izinkan gue memberi sedikit penjelasan.
Mulai.
Sebenarnya
tulisan kali ini udah setengahnya gue jadiin status di facebook. Ga nyangka
banyak yang like, dan yang komen pada bilang setuju. Ini printscreennya.
Nah jadi begitu lah sebenarnya gue.
Bukankah tidak ada hal yang benar-benar sejati dalam hidup ini, termasuk kebahagiaan itu sendiri?
Teman atau sahabat yang paling dekat, bisa jadi kawan yang paling jauh.
Makhluk
yang hidup, suatu saat akan meninggal.
Pacar
yang terbaik, bisa jadi mantan yang terburuk.
Suami
istri yang mesra bisa saling membenci, bahkan bercerai.
Keluarga
yang harmonis, bisa bertengkar.
Lihatlah! Semua benda, kondisi, dan semua orang dalam sebuah foto pasti akan berubah suatu waktu. Tapi bagaimana segala kenangan di dalamnya? Akan tetap abadi.
Berbicara tentang kenangan, maka kita akan berbicara tentang masa lalu. Ya gue yakin lo udah sering dengar dan baca banyak kata bijak yang intinya menyampaikan betapa pentingnya masa lalu. Ntah itu dibungkus dalam kata “sejarah”, dibungkus dalam istilah “fungsi kaca spion”, atau dibungkus dalam banyak bahasa asing lainnya.
Hal tersebut bukan sekedar kata-kata bijak yang sifatnya mengada-ada atau fiksi. Hal yang gue sampaikan di atas ikut didukung oleh hasil uji ilmiah loh! Nih, lo bisa beli buku ini. Penulisnya adalah seorang psikolog terapi tradisional yang awalnya juga skeptis tentang “pentingnya masa lalu”, tapi akhirnya menolong ribuan orang untuk terhubung dengan kehidupan lampau si pasien dan mengalami penyembuhan yang luar biasa.
Inti
dari buku ini adalah, bagaimana regresi kehidupan lampau adalah kunci bagi
tujuan spiritual kita. Kesadaran bahwa kita memiliki kehidupan berulang,
terpisah dari jeda spiritual lain, membantu untuk menyingkirkan rasa takut
terhadap kematian dan membawa lebih banyak kedamaian dan suka cita pada
pembacanya.
Buku
ini akan mengungkapkan bagaimana kita bersentuhan dengan kehidupan lampai kita
secara mendalam dan permanen menyembuhkan pikiran dan tubuh. Pada akhirnya,
kita menjadi terinspirasi, terbarukan, dan yakin terhadap kebenaran bahwa kita
adalah makhluk abadi yang bebas untuk menyembuhkan luka kita sekarang melalui
pengertian yang lebih baik tentang masa lalu kita.
Jadi
praktik berfoto adalah salah satunya. Praktik untuk membantu meningkatkan
kehidupan kita sekarang, berevolusi di sepanjang jalan spiritual kita dan idup
setiap hari dengan tujuan.
Maka
dari itu, berfotolah! Berfotolah dengan penuh makna dan syukur!
Ckrik!