Cerita - cerita sederhana si Gadis. Gadis yang mencintai dirinya sendiri, sampai tidak ingin menjadi orang lain. Gadis yang percaya pada cinta dan kemanusiaan ♥
Senin, 13 Mei 2019
Kisah Singkat Iluh dari Bali
"Lihat, itu mantan suamiku.", bibirnya meruncing sedikit, mengarah ke seorang lelaki berkulit legam bertopi putih, yang kemudian berkali-kali lalu lalang di depan warung. Mereka sudah lama berpisah, begitu ceritanya, hanya karena Iluh tidak melahirkan anak laki-laki untuk suaminya. "Bapak ingin menjadi pemangku, harus ada anak laki-laki.", jelasnya. Sedikit aku merasa kesal ketika lelaki bersembunyi di balik kelamin anaknya demi kelaminnya sendiri dan kemudian menyudutkan reliji! Padahal anak masih bisa dibuat lagi dan lagi tanpa perlu kau peluk wanita lain dan Tuhan tentu bisa menunggu. Aku mungkin orang yang kesekian puluh yang mendengar cerita lukanya, tapi lelah pada wajah dan nada suaranya seperti semua baru terjadi kemarin sore. Rasa sakit juga kecewa bak daun sirih yang merambat tubuhnya, menyerap semua pati-pati bahagia yang mungkin sebenarnya tidak banyak. Dulu, katanya, hampir setiap hari dia melihat uang 50 juta di depan matanya, datang dan pergi. Usaha bahan bangunan yang dia kelola benar-benar makmur. Tapi mantan suami, persis seperti di sinetron-sinetron, sering berfoya-foya, menghabiskan kerja keras istrinya bersama wanita lain. Bug! Siapa yang tidak benci sekali dengan lelaki yang tidak setia? Tapi aku masih lebih benci dengan wanita yang tega menyakiti wanita lain! Sekarang Iluh di depanku, membuka warung kecil, menjual aneka makanan kuah dari jam 6 sore hingga tengah malam seusai bekerja dari subuh di sebuah hotel. Luka pengkhianatan yang diberi mantan suaminya tidak berhenti pada titik perceraian. Iluh ditolak oleh keluarganya, saat ia pulang. Tetangga juga keluarga Iluh lebih mendengarkan desas desus bahwa Iluh diceraikan karena selingkuh dengan lelaki lain. "Tapi memang begitu nasibnya jadi wanita di sini, banyak kejadian, wanita tidak selalu beruntung untuk diterima kembali di rumah keluarganya sehabis perceraian." jelas Iluh, saat mataku membelalak tidak percaya, mengapa bisa keluarganya begitu tega. Iluh terluntang-lantung memikul lukanya sendiri di jalanan. Tetaplah berjuang, Iluh, aku mendoakanmu.
Langganan:
Postingan (Atom)