Senin, 10 Maret 2014

Otak Vs Hati

O : Mengapa kau terlalu cepat memaafkannya?
H : Sekarang atau besok tidak ada bedanya, bagaimanapun juga aku tetap harus memaafkannya, bukan?
O : Tapi, mengapa begitu cepat? Tidak kah kau terluka?
H : Kau hanya tidak tahu bagaimana diacuhkan dan dianggap tidak ada, adalah lebih menyakitkan.
O : Maksudmu? Aku sungguh tak mengerti.
H : Seperti ini. Kau adalah bunga yang layu. Ada seorang nenek tua yang setiap hari hanya menginjakmu, karena dia tidak jelas melihatmu. Tapi di hari pertama, ketika nenek itu telah merasa menginjak sesuatu, dia berbalik, menunduk ke arahmu, meludahimu dan berkata, “Maaf, besok aku tidak menginjakmu lagi.” Lalu besoknya, dia menginjakmu lagi, tapi telah membawa air untuk menyirammu. Dia hanya benar-benar tidak bisa melihatmu dan mengingat dimana persis posisimu.
O : Hmm. Dia pasti benar-benar sudah tua.
H : Bagaimanapun kau pasti sakit kan?
O : Tentu.
H : Lalu ada juga seorang gadis cantik yang selalu membawa botol minuman di lehernya, tapi tidak pernah berniat menyiramimu. Dia hanya melewatimu, kadang menginjak, kadang tidak. Tapi ketika dia menginjakmu, dia berlalu tanpa peduli apa-apa. Apa yang kau rasakan?
O : Aku berharap bisa membesar dan membunuhnya.
H : Bagaimana pendapatmu tentang dua kondisi itu?
O : Bagaimanapun baiknya si nene, aku tetap akan mati jika dia menginjakku terus. Tapi, walaupun si gadis tidak selalu menginjakku, tapi karna aku bunga yang layu, aku akan tetap mati perlahan jika tidak diimbangi dengan air.
H : Lalu, kau belum juga mengerti?
O : (menggeleng)
H : Walaupun dengan cara diinjak, bukankah kau merasa lebih “hidup” ketika dia meminta maaf, memberimu air, dan menganggapmu “ada”?
O : Tapi intinya aku tetap saja harus mati kan?
H : Belum tentu. Jika kau mau sedikit berusaha dan banyak bersabar hingga menunggu si nenek membeli kacamata dan dia akan menyadari bahwa kau terlalu buruk untuk hidup di jalan. Dia akan merawatmu di rumahnya, lalu tumbuh hingga berbunga cantik.
O : Kau hebat.

H : Aku hanya membantu, agar kau berfungsi. Dasar otak! Haha.

Minggu, 02 Maret 2014

Love Both!

Perkenalkan, mereka adalah dua adam teratas dalam kategori orang yang paling gue sayang sekarang.


Ketika setiap orang punya masalah dalam kehidupannya masing-masing, gue punya mereka berdua sebagai penenang jiwa gue. Ketika setiap orang punya aktivitas dan kesibukannya masing-masing, gue punya mereka berdua sebagai pelepas kejenuhan gue. Di satu sisi gue ngerasa bahagia dengan sederhana dengan keberadaan mereka. Di sisi lain, gue sering bertanya, “Sejauh mana mereka ngerasain hal yang sama terhadap gue ya?”

Kita mulai dari sebelah kiri. Nama dia Deby Zuriatmo. Salah seorang senior satu fakultas di kampus, yang notabene kurang lebih udah dua bulan jadi pacar gue. Dengan cara berkenalan yang cukup abstrak, dan intensitas komunikasi yang cukup tinggi dalam waktu yang cukup singkat, seketika setiap senti urat nadi gue ga sanggup menolak kehadiran dia. Mungkin lo semua bakal kaget, kalau sebenarnya gue sendiri baru menyadari keberadaan seorang makhluk bernama Deby di fakultas gue itu sekitar 6 bulan yang lalu.

Waktu yang singkat, bukan berarti perjalanan kami tanpa cerita. Ga sekali dua kali gue secara pribadi jatuh bangun cuma buat ngebuktiin perasaan gue juga perasaan dia (gue ga tau yang dia hadapin). Bahkan kalo boleh jujur, sekian kali pacaran, ini kali pertama gue paling banyak diuji. Bahkan untuk hubungan yang masih sangat singkat, gue udah ngalamin perasaan paling down yang pernah gue rasain seumur hidup gue. Mungkin ini pertanda kalo hubungan ini emang bakal berat buat dipertahanin. Atau ini pertanda kalo hubungan ini sebuah hubungan yang pantas dipertahanin?

Gue pribadi ga terlalu peduli.

Apa yang gue rasain sekarang adalah, dia cukup mampu buat jadi seseorang yang gue butuhin. Gue ga benar-benar tahu tentang gimana perasaan dia ke gue. But ya, I don’t care. Sejak awal gue tahu gue suka dia, gue juga ga peduli dia suka juga atau nggak ke gue. Gue ngerasa apapun yang gue bilang ke dia, yang gue kasih ke dia, perasaan apa yang gue punya buat dia, satupun ga ada yang perlu dia balas ke gue. Ga tahu deh perasaan macam apa yang sekarang sedang menuhin dada gue.

Back to the topic. Seperti gue bilang tadi, dia jadi penenang jiwa or pelepas kejenuhan gue. Bukan berarti dia tipe pria humoris yang selalu punya segoni lelucuan. Bukan juga tipe pria romantis yang selalu punya seribu gombalan manis dan puisi-puisi cinta. Bukan juga pria yang selalu punya waktu buat ada di samping gue. Yap, dia bukan pria sempurna yang menjadi ideal setiap wanita. Percayalah, dia hanya pria biasa, yang gue minta untuk tidak bersikap dewasa di depan gue. Dia cuma pria biasa yang pengen gue mengerti. Dan dia hanya pria biasa yang tetap membuat kondisi di sekeliling gue menjadi biasa, normal, dan apa adanya. Yang pada akhirnya membuat gue merasa tenang, dan nyaman. Karena sering hidup sendiri dalam kondisi yang tidak biasa, membuat gue ga bisa hidup sendirian dalam kondisi yang biasa.

Sama seperti adam kedua. Namanya Takkas Abelio. Panggilannya Abel. Dia adik kandung gue nomor dua. I love him more than anything, even for my daddy or mommy. Sejak gue SD, satu hal yang selalu jadi prinsip gue ke dia adalah : “Gue bakal ngelakuin semua yang pengen gue dapatin dari kakak dan abang gue ke dia.”

Ya, setiap hal-hal yang gue lakuin bareng dia, adalah kondisi dimana gue nganggap dia itu kaya diri gue sendiri. Setiap hal yang gue lakuin adalah, gue nganggap ngelakuinnya buat diri gue sendiri. Kalau gue bisa buat dia seneng, maka yang gue buat seneng itu adalah gue. Begitu seterusnya dan sebaliknya. Haha.

Sama seperti Deby, Abel bukan pria humoris, romantis, atau ideal. Tapi keberadaan dia dalam hidup gue, memunculkan perasaan bahwa keberadaan gue dibutuhkan. Bisa dibilang, separuh nafas gue ada di dia. Bukan berarti kami bukan kakak adik yang benar-benar dekat, bukan berarti kami ga pernah beranteman. Tapi ikatan saling membutuhkan di antara gue dan dia, adalah ikatan dengan intensitas kebutuhan paling tinggi yang gue rasain dalam hidup gue, di banding ke anggota keluarga gue yang lain.

Memiliki mereka berdua dalam hidup gue sekarang adalah kebahagiaan tersendiri buat gue. Yang gue yakin ga dimiliki orang lain dalam hidupnya. Gue punya keyakinan tersendiri, kalau selagi mereka berdua masih hidup, gue bisa ngejalanin hidup sebaik mungkin, senormal mungkin.

Mempertemukan mereka berdua dalam satu waktu dan tempat yang sama, juga memberikan sensasi tersendiri buat gue. Ini foto gue ambil tadi malam. Sekarang Abel kelas 3 SMP, waktu yang pelik buat dia dengan segudang ujian yang harus dia lewati. Belum lagi masalah kecil di rumah, yang gue yakin secara psikologis ngaruh ke dia. So, Minggu malam, setelah pulang misa di Gereja, gue ngajak Abel nangkring di Coffee Toffee, salah satu tempat nongkrong baru di Padang. Hari itu gue juga iseng ngajak Deby buat nyusul ikutan ngumpul, ga ngarep banget sih dia bisa datang, ternyata dia bisa, tembus langit ke tujuh deh gue. Dengan posisi duduk dimana gue bisa mandang wajah mereka berdua bersamaan, benar-benar sesuatu yang tidak bisa dijelaskan rasanya.

Melihat mereka bisa tertawa di waktu yang sama, karena hal yang sama, cuma bisa bikin gue bilang berkali-kali dalam hati, : “Oh, Tuhan! Terimakasih banyak! Puji namaMu sepanjang masa!”




Tentang Kekuatiran


Jadi gini, setelah 2 minggu gue absen, akhirnya minggu ini gue ke Gereja juga. Injil misa kali ini menurut gue layak untuk di share. Ini bukan dalam hal kristenisasi atau ngajak lo semua percaya isi alkitab gue sih, wakakaka, makanya sekali lagi gue ingetin, kalo emang hati ama pikiran lo susah buat dibuka, mending berenti sampai di paragraf ini aja bacanya ya.

Baca dulu ya kutipan Injilnya. Dari Matius 6:24-34.

6:24Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon 6:25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? 6:26 Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? 6:27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? 6:28 Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, 6:29 namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. 6:30 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? 6:31 Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? 6:32 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. 6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. 6:34 Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

NB: Mamon = uang

Nah jadi gini. Gue dan lo, kita semua yang sekarang hidup di abad 21, ga usah munafik buat ngakuin kalo di zaman ini, kebutuhan akan uang dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat tinggi. Alias, semua-muanya butuh uang.

Kita dalam pergaulan pun masuk dalam kondisi keinginan yang tinggi untuk hidup mewah. Punya gadget tercanggih, nangkring di kafe termewah, beli koleksi fashion terbaru, atau liburan ke tempat-tempat terkeren. Sehingga akhirnya sadar ga sadar kita mulai menomorsatukan materi, kehidupan duniawi, yang ujung-ujungnya adalah UANG. Semua orang pun akhirnya berbondong-bondong mempersiapkan pengorbanan yang tinggi untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Pengumpulan kekayaan dengan segera menguasai pikiran dan kehidupan seseorang, sehingga akhirnya kemuliaan Allah tidak lagi menjadi yang utama.

Mengabdi kepada uang berarti menilainya begitu tinggi secara terus menerus, sama saja kita menaruh kepercayaan dan iman kita kepadanya, lalu memandangnya sebagai satu-satunya sumber jaminan dan kebahagiaan, menjadikannya harapan masa depan, juga menginginkannya lebih daripada menginginkan kebenaran dan Kerajaan Allah.

Dalam kutipan Injil di atas, Yesus tidak pula bermaksud bahwa mengadakan persiapan untuk kebutuhan fisik di masa depan adalah salah. Yang dilarang oleh Yesus adalah kekuatiran atau kecemasan yang menunjukkan bahwa kita kurang percaya akan pemeliharaan dan kasih Allah sebagai Bapa kita. Alias jangan sampai deh kita memiliki kekuatiran yang begitu berlebihan ketika kita tidak memiliki uang atau kemewahan duniawi.

JIKA DEMIKIAN ALLAH MENDANDANI.

Perkataan ini merupakan janji Allah kepada semua anak-Nya dalam zaman ini yang penuh kesulitan dan ketidakpastian. Allah telah berjanji untuk menyediakan makanan, pakaian, dan segala keperluan pokok. Kita tidak perlu khawatir; apabila kita membiarkan Allah memerintah dalam kehidupan kita, kita dapat yakin bahwa Ia akan mengambil tanggung jawab penuh atas semua orang yang berserah sepenuhnya kepada-Nya.

Mereka yang mengikut Kristus dihimbau untuk mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya atas segala hal lain. Kata kerja "mendahulukan" maksudnya adalah terjadinya keasyikan terus-menerus ketika sedang mencari-Nya, atau berusaha dengan sungguh-sungguh dan tekun untuk memperoleh-Nya.

Kristus menyebutkan dua hal yang harus kita cari:

1) "Kerajaan Allah" -- kita harus berusaha sungguh-sungguh agar kepemimpinan dan kuasa Allah dinyatakan melalui kehidupan dan doa kita. Kita harus berdoa agar Kerajaan Allah akan datang dengan kuasa yang luar biasa dari Roh Kudus untuk menyelamatkan orang berdosa, menghancurkan kuasa setan, menyembuhkan orang sakit, dan meninggikan nama Tuhan Yesus.

2) "Kebenaran-Nya" -- melalui Roh Kudus kita harus berusaha untuk menaati perintah Kristus, memiliki kebenaran Kristus, tetap terpisah dari dunia, dan menunjukkan kasih Kristus terhadap semua orang.

Dan gue paling suka ayat yang ini : Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.

Gue emang tipikal orang yang ga terlalu banyak mikirin masa depan. Bukan berarti juga gue ga punya persiapan atau rencana buat masa depan gue. Tapi ya gue ga terlalu stres mikirin segala sesuatunya, ketika yang terjadi adalah sesuatu yang bukan gue inginin.

Contoh untuk masalah uang. Kalau dihitung-hitung dengan detail, sering banget pengeluaran gue jauh lebih besar daripada pendapatan gue. Tapi gue ga tahu, kenapa bisa sampai kayak gitu. Emang sih gue sesekali ngutang, tapi ya ga kerasa aja gitu kesusahannya. Ngutang juga gue ga pernah gede-gede gitu. Paling banter 15 ribu kan buat beli pulsa.

Ga sekali dua kali sih gue ngalamin keajaiban-keajaiban kecil kalau itu masalah uang. Contohnya ni kayak yang sebelumnya pernah gue share tentang kesempatan gue dapat beasiswa ke Jepang. Saat itu biaya yang perlu gue tanggung adalah biaya paspor ilegal (butuh sehari siap) total 900.000 rupiah. Latar belakangnya adalah gue ga punya tabungan sebanyak itu, dan orangtua gue mungkin bisa mati di tempat kalau gue minta uang sebanyak itu sama mereka dalam waktu yang singkat. Tapi ntah kenapa, yang namanya rejeki. Gue bisa-bisanya menangin lomba mahasiswa berprestasi di kampus, yang bikin gue dapat hadiah satu juta. What a miracle guys? Padahal gue akuin ya, karya tulis yang gue tulis untuk lomba itu, sebenarnya juga ga bagus-bagus banget, dan sifatnya ga akurat.

Oke masalah paspor selesai. Sekarang gue ngerasa dada lega, karena gue bisa ke Jepang. Urusan selesai. Sisanya semua dibayarin, alias beasiswa, kecuali uang jajan atau saku untuk keperluan pribadi (oleh-oleh dsb). But ntah kenapa gue ga juga ga ngerasa butuh cari duit, ngutang sana-sini. Menurut gue, yang penting gue pergi, kalo judulnya gue mesti ke Jepang tanpa buat duit jajan sekalipun, WHY NOT? But lagi-lagi yang namanya miracle terjadi tanpa paksaan gue. Sang ketua jurusan nyelipin duit sejuta ke kantong jaket almamater gue, dua hari sebelum keberangkatan. Hahaha. Lumayankan, gue punya sedikit bekal buat nikmatin gimana rasanya minuman kaleng di jepang, jajan di mini market mereka, naik settle bus, nyoba rasa sake, juga beliin oleh-oleh (walau sederhana) buat dosen dan teman-teman gue.

Atau nih contoh terakhir. Gue kemarin pergi ke Medan buat ikutin ujian beasiswa. Latar belakangnya masih sama, gue ga punya duit. Tapi kan gue niat buat ikut ujian, niat gue buat ikut ujian itu adalah salah satu bentuk persiapan gue ke masa depan. Tapi di satu sisi gue ga punya uang. Tapi ya gue ga khawatir banget. Di tabungan uang gue tinggal 300 ribu. Sementara untuk transport, makan, juga segala tetek bengeknya gue butuh 750ribu buat ke Medan. Sampai di hari keberangkatan gue ngutang sama temen gue untuk kelancaran kepergian gue. Ga peduli soal uang, yang penting gue harus pergi, uang itu masalah nanti. Gue harus belajar, gue harus ujian. Akhirnya gue berangkat dan nyampe Medan. Dan yaaa, sampai di Medan, oom gue yang di sana ngasih jajan 700ribu. Katanya ‘kebetulan om lagi ada rejeki’. Kalau bukan keajaiban, apa namanya coba? Jangankan utang sama temen, gue malah masih punya tabungan lagi buat beliin hadiah ulangtahun buat adek gue, dan beli sedikit oleh-oleh buat temen-temen.

Gue tipikal orang yang punya prinsip, seberapa banyak kita berbagi, segitu juga rejeki yang akan sampai ke gue, malah bisa jadi lebih berkali-kali lipat. Sifatnya emang keajaiban, kekuatan alam, rahasia Ilahi. Siapa sih cewek yang ga pengen punya wardrobe dengan koleksi fashion terbaru? Tapi gue tipikal cewek yang ga terlalu kuatir dengan koleksi apa aja yang gue punya. Sampai akhirnya mama gue sendiri yang suka ngomel, karna kasian lihat gue yang hobi pakai kaos bekas dia, atau kaos yang udah jadi baju tidur buat dia. #frontal

Begitu juga dalam hal ngadepin masalah. Gue orang yang ga terlalu rempong, selain dalam hal kuantitas jumlah update-an twitter ya. Gue punya prinsip, time will heal anything. Setiap orang punya masalah dan kekuatirannya masing-masing. Gue juga percaya Allah juga ngasih kita masalah itu biasanya sepaket sama solusinya. Udah mainstream ya kalimat gue? But, hey! Thats true, guys! Lagian apa rasanya coba kalo kita hidup, tanpa masalah? Kalah donk kita sama burung-burung di udara, yang tetap mesti mikir gimana caranya dia dapat makanan, besarin anaknya, hindari pemangsa dan sebagainya. Kalah donk kita sama rumput ilalang yang ga disiram, tapi tetep tumbuh, sekalipun dia tahu, semakin tinggi dia tumbuh, semakin cepat dia dipotong dan dibakar?

Jadi, itu kenapa tadi gue bilang, tulisan gue cuma buat lo yang open-minded. Karena ya sekalipun latar belakang gue nulis ini adalah ayat kitab suci gue, tapi bukan berarti gue pengen lo semua jadi Kristen semua. Tapi ya selagi segala sesuatu itu positif dan bisa diterima secara logika, apalagi bisa dipraktekin secara universal, kenapa gak kan?

Last, mulailah nikmatin hidup lo tanpa menomorsatukan uang dan materi. Mulailah merencanakan masa depan yang ada penyelenggaraan Allah di dalamnya.

Sehingga ga ada lagi yang perlu lo kuatirin. Ga ada lagi yang perlu lo keluhin.

Ingat, janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.

^_^

Kata-kata buruk, kalimat-kalimat jelek tentang generasi kita semuanya mungkin benar. Kecuali kita berani membalikkan keadaan. Orang-orang berpikir kita tidak akan bisa kembali dari zaman tempat kita berada sekarang. Kita tahu bahwa itu adalah lelucon. Tapi bekerja keras adalah bagaimana kita menangani masalah kita.

Menyerah adalah sesuatu yang kita tidak pernah lakukan .
Mengubah dunia kita menjadi lebih baik tidak akan mudah, tapi kita harus mencoba.
Melupakan saat itu adalah hal yang bodoh untuk dilakukan.
Mengasihi, menghormati, dan berbuat baik adalah cara kita saat pergi.

Hidup hanya untuk uang dan kekuasaan adalah pemborosan.
Dan kita tahu, kita benar-benar berhasil berpikir bahwa generasi kita adalah sebuah kegagalan .


Itu salah, kebenarannya adalah kita berada pada puncak, dimana umat manusia berkata, “Generasi kita terkenal, akan ketidakberadaannya.”