Jumat, 03 Oktober 2014

Gadis dan Cerpennya

Bukannya mendapatkan pengakuan romantis bak pasangan lainnya, hubungan gadis itu malah diawali dengan pengakuan bahwa kekasihnya telah banyak berbohong, bahwa dia masih punya hubungan terikat dengan mantannya, dan tidak menganggap sang gadis sebagai pacarnya.

Lelaki itu memberikan nya juga, ternyata. Sakit, sepi, dan air mata.

Sudah hampir 10 bulan, dan gadis itu tak bisa berhenti memikirkannya.
Apa yang bisa gadis itu lakukan selain dengan menyuruhku menuliskannya? Berharap suatu saat lelaki semacammu membacanya. Tak perlu kau ulang waktu dan semua cerita. Cukup kau sisakan waktu untuk mendengar hati nya, hati gadis itu.

Itu awal yang berat untuk gadis yang baru saja dilupakan kekasihnya. Gadis itu cukup banyak memberi semangat untuk kekasihnya agar bisa sukses dan meraih topi hitam bersegi lima. Ketika waktunya tiba, lelaki itu berhasil dan mengenakan toga itu dengan penuh senyum, tapi tanpa sang gadis di sampingnya. Lelaki yang sebelumnya telah merampas paksa ciuman dari gadis itu, telah 2 bulan mengacuhkan si gadis. Sejak dia berhasil dalam ujian komprehensif terakhirnya, selama 7 tahun berstatus mahasiswa, mereka berdua saling mengacuhkan dan sibuk dengan urusannya masing-masing. Padahal si gadis sangat membutuhkan dukungan si lelaki untuk menghilangkan traumanya, kecemasan dalam hatinya. Selain merampas ciuman sang gadis, lelaki itu juga sering bertindak kasar secara fisik, dari gerakan, hentakan, paksaan, bentakan. Hal yang selalu mengingatkannya tentang perkelahian kedua orangtuanya di rumah. Gadis itu bersembunyi dibalik pintu dan mengintip bagaimana kedua orangtuanya bertengkar. Gadis itu melihat tanpa air mata botol minuman yang baru saja ia miliki, dihentakkan ke lantai dan pecah. Malam itu, gadis itu tidur tanpa air mata di sebelah ibunya, saat ibunya tidak memilih tidur seranjang dengan ayahnya. Besoknya seorang sahabat sang gadis datang bermain ke rumah sesuai rencana. Gadis yang selama ini selalu kesepian tak punya teman bermain merasa begitu senang dengan keinginan sahabatnya itu. Akan tetapi ntah mengapa yang harus gadis itu perlihatkan kepada sahabatnya adalah rumah yang berantakan, ember yang pecah, kursi yang patah. Sang gadis lagi-lagi tanpa air mata menjawab pertanyaan sahabatnya dengan senyuman, bahwa orangtuanya sedang bertengkar. Jujur demi berharap akan ada pelukan, sejak saat itu si sahabat tidak pernah lagi berkunjung ke rumah. Karena kejadian itu, si gadis tidak menyukai rumah, dan tidak suka mengajak teman bermain ke rumahnya. Hingga akhirnya setelah toga itu, gadis diacuhkan, dia memilih dengan tegas meninggalkan lelaki itu. Dan bertemu denganmu.

Kau. Pria yang tidak pernah menyentuh apapun selain hatinya. Kau. Pria yang acapkali penuh kelembutan bicara di telinganya. Kau. Pria yang membuatnya seketika melupakan kisah sakit, tragis, luka, dan trauma tak jelasnya.

Tapi ntah mengapa pada akhirnya, kau juga melukainya. Bahkan belum sempat semusim berlalu, dia lagi-lagi harus menyimpan air matanya.

Aku. Gadis tanpa air mata.


Rabu, 01 Oktober 2014

Setelah 3 Musim Itu...

Malam ini aku masih menangis. Padahal sudah 3 musim berlalu.
Sejak bertemu denganmu, aku mengoleksi film bergenre sedih lebih banyak dari biasanya. Karena aku membutuhkan alasan untuk menangis, menangis sendirian.

Dalam ruang kecil yang katanya ada di setiap hati manusia, aku masih menyimpan semua luka. Walaupun telah lebih banyak bahagia dan gelak yang kita seduh bersama.

Ya, hingga saat ini, belum ada kata maaf yang kau ucap secara langsung. Belum ada pelukan hangat yang kau balut untuk mencairkan luka yang kusimpan sendiri. Belum ada penjelasan yang kuterima sebagai seorang yang tidak sempurna. Belum ada airmata yang menetes.

Bagaimana bisa? Aku masih ingat bagaimana semua orang berpendapat sama, bahwa mereka sangat mengasihani dirinya. Bagaimana semua orang memojokkan ku, mengatakan aku jahat, tidak berperasaan, dan penganggu hubungan orang. Dan aku pun tak tahu mengapa bibirku dengan mudah berbohong dan merangkai cerita bahwa aku tidak pernah mencintaimu pada awalnya. Menjadi satu2nya orang yang lebih dulu serius terhadap hubungan kita adalah kenyataan pahit yang hanya kuteguk di pangkal lidah.

Bagaimana bisa, kau katakan bahwa panggilan cinta itu tak bermakna dan karna aku memperlakukan lelaki lain dengan cara yang sama. Padahal aku selalu membanggakan panggilan itu kepada dunia, dan bagaimana aku begitu serius menaggapinya.

Bagaimana bisa, aku telah mengakui kita jadian dan kau mengatakan belum ada hubungan terikat di antara kita.

Bagaimana bisa aku membiarkan semua orang tahu?

Bagaimana bisa? Dia merendahkanku bahkan melalui matanya yang tak bisa bicara. Bagaimana bisa? Kau memilih untuk menenangkan dirimu dan tak berusaha mendelikkan telingamu ke hatiku.

Aku lah si pengarang. Yang paling hebat merangkai kata. Memutar semua cerita secepat kau meninggalkan ku duduk di medan itu. Saat angin sore menyapa ujung rambutku.

Mataku bengkak dan tak ada yang mengelus punggungku, tak ada yang mengatakan aku harus berhenti bersedih. Bagaimana bisa? Aku telah lebih dulu mengatakan bahwa sesungguhnya aku tak mencintaimu sejak awal.

Hatiku sedih dan ingin memelukmu, sebagaimana dia bercerita kau membelainya, memeluknya, dan menunggunya, bahkan hingga kau tak tidur, untuk menunggu dia berhenti menangis di rumah yang telah kalian tinggali bersama itu. Tapi bagaimana bisa? Waktu untuk menatap mataku saja tak kau ikhlaskan.

Setiap malam, aku selalu membodohi diriku sendiri, membiarkan jantungku berdetak kencang menggetarkan luka dan mencairkan pedihnya, mengeluarkannya dalam hening melalui mata dan hembusan napas. Dlam hening, menunggu semua tertidur pulas terlebih dahulu.

Aku berusaha sejauh ini untuk menghapus lukaku sendiri. Memaksa diriku menyapamu duluan, memaafkanmu terlebih dahulu, melupakan semua cerita begitu saja, dan segera merangkai kisah bahagia yang aku rencanakan.

Bermanja denganmu di depan mereka semua, hanya untuk meyakinkan hatiku sendiri bahwa kau memang milkku. Bagaimana tidak? Kau tidak melakukannya.
Mengabadikan momen setiap kita bersama, agar semua orang tahu kau milikku. Bagaimana tidak? Kau tidak melakukannya.

Aku berusaha keras hanya untuk memberi tahu semua orang bahwa kita sudah bahagia dan melupakan masa lalu. Bagaimana tidak? Kau tidak melakukannya.

Tapi pada akhirnya adalah, aku tetap semakin merasa bodoh dan tetap harus menjadi satu2nya yang menangis diam2 di jantung malam.

Sering aku bertanya sebenarnya seperti apa dirimu sesungguhnya? Sebenarnya seperti apa aku ada di hatimu? Karena kau hanya diam dan tak pernah banyak berbuat dan menjelaakan.

Akhirnya aku hanya menemukanmu, sosok yang selalu mengikuti cerita yang ku rangkai, yang selalu menuruti permintaanku, yang mengabulkan apapun mauku. Sosok yang selalu ingin melihatku bahagia. Bukan karna kau bahagia melihatku bahagia, tapi karna kau tidak pernah sanggup bertanggungjawab untuk airmataku.

Tak tahukah kau bagaimana pedihnya setiap saat aku harus melihat punggungmu? Aku yang harus bergulat sendiri dengan semua pikiranku sendiri. Bagaimana takutnya aku jika kau jauh dariku? Bukan karna aku takut kau melirik wanita lain lagi. Aku hanya takut melihat punggungmu.

Karna hanya di belakangmu, airmata yang belum bisa kau pertanggungjawabkan ini akan menetes. Karna haya di depanmu, aku bisa bahagia, dan melupakan semua cerita. Terlepas dari itu sebuah kepura2anku atau tidak.

Sayang, jangan menjauh dan pergi terlalu lama. Aku tak suka menangis. Dan jika aku harus menangis, mengapa tak bisa kau tunggui aku sebentar saja? Seperti yang kau lakukan hingga subuh terhadap dirinya?

Aku merasa ketidakadilan selalu mengikutiku.
Mengapa?