Dalam masyarakat
manusia ada dua macam ikatan sosial yang pada dasarnya saling bertentangan.
Yang pertama adalah ikatan yang ada di hadapan individu sebagai sesuatu yang
sudah “jadi”. Yang kedua adalah ikatan yang dibentuk individu berdasarkan
kehendak bebasnya. Pada yang pertama, pola ikatan sosial mempunyai suatu bentuk
obyektif dan pasti, dan inividu menyesuaikan diri dengan pola ini seolah-olah
ia ditakdirkan untuk berbuat demikian. Pada yang kedua, individu mempunyai
suatu rencana, dan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuannya, ia
menjalin suatu hubungan-hubungan sosial yang baru. Dengan demikian tidak pola
obyektif dan pasti dalam cara ikatan sosial ini, ikatan tersebut berbeda-beda
menurut tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Tentu saja, hubungan sosial yang
banyak sekali itu yang ada dalam kehidupan nyata tidaklah terbatas pada kedua
tipe ini. Kedua tipe ini hanyalah tipe ideal yang merupakan dua bentuk kutub
ikatan dalam masyarakat manusia, dan hubungan sosial yang sesungguhnya berada
dalam jenjang nuansa yang tak terbatas antara kedua kutub tersebut.
Di Eropa para
cendekiawan yang mempelajari secara historis kebangkitan masyarakat modern,
baik dari segi hukum maupun dari segi sosiologi, telah menemukan bahwa dalam
perjalanan perubahan-perubahan historis yang merintis terbentuknya masyarakat
borjuis modern dalam sistem feodal abad pertengahan yang sudah mulai mundur,
ikatan-ikatan sosial tipe kedua mulai menggantikan ikatan-katan sosial yang
pertama, dan para cendekiawan tersebut mengajukan berbagai macam usulan untuk
menjelaskan perubahan ini. Gagasan seperti “dari status ke kontrak” dan dari
Gemeinscaft ke Gesselscaft merupakan usaha nyata dari kegiatan ini.
Generelasisasi ikatan
Gesselscaft dapat dengan jelas ditempatkan pada suatu tahapan historis, kurang
lebih tahapan historis masyarakat modern, tetapi cakupan historis pengaruh
Gemeinscaft sama sekali tidak jelas dan kabur sebelum terbentuknya masyarakat
borjuis. Akibatnya, Gemeinscaft mengabaikan perubahan historis yang terjadi ketika
sistem komunal primitif runtuh dan suatu pola kekuasaan terbentuk.
Freyer membagi
Gemeinscaft menjadi dua tahap untuk membentuk pembagian tiga tahap dari Gemeinscaft, Stand
gesellscaft, dan Klassengesellscaft. Masayarakat feodal ditempatkan dalam kategori Gesselscaft sebagai suatu
Standesgessellscaft, yaitu sebagai suatu masyarakat yang di dasarkan atas
status warisan (misbunsakai).
Pada akhir zaman
pertengahan dan pada permulaan jaman modern di Eropa, ikatan-ikatan sosial dari
tipe kedua dengan cepat mulai menggantikan ikatan-ikatan tipe pertama. Manusia
abad pertengahan memandang prototipe dari semua hubungan sosial itu adalah
lembaga-lembaga alamidan yang harus ada seperti keluarga (societates
necessariae). Manusia modern berpandagan bahwa di manapun dimungkinkan,
hubungan sosial haruslah didasarkan atas kehendak bebas individu (societates
vountariae)
Tonies menulis dalam
menjelaskan perlawanan antara Wesenwille (kehendak alami) dan Kuerwille
(kehendak rasiona), Tonies menunjuk pada kebalikan dari hubungan antara sistem
sosial dan manusia yang terjadi dalam peralihan dari masa abad pertengan ke
abad modern. Dengan demikian kita sepakat dengan Gierke, bahwa “alam pikiran
abad pertengahan berasal dari gagasan tentang suatu keutuhan tunggal”
Dapat disimpulkan bahwa
pergeseran dari alam berpikir Chu His, yang memandang sistem politik dan sosial
ada dengan sendirinya di langit dan di bumi, bagi logika aliran sorai, yang
berpandangan bahwa mereka itu ditemukan oleh manusia sebagai pelakunya, sesuai
kurang lebih dengan perubahan yang terjadi dalam kesadaran sosial “abad
pertengahan” yang diuraikan di atas. Di lain pihak, Sorai memahaminya sebagai
suatu sistem yang ditemukan oleh para raja awal yang dengan sepenuhnya
menggunakan akal sehat mereka dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
mereka sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan mendatangkan perdamaian kepada
manusia .
Tidak dapat disangkal
bahwa alam berpikir masa Tokugawa awal, didasarkan atas konsep tentang alam,
sesuaidalam maksud subyektifdan isi obyektifnya dengan Gemeinscaft. Sebaliknya,
walaupun tujuan yang sadar akan konsep sorai mengenai penemuan merupakan suatu
Gemeinscaft, konsep ini jelas diresap dengan logika suatu Gesellscaft.
Aliran Chu shi berhasil
menjadi suatu bentuk cara berpikir politik dan sosial yang berpengaruh dengan
dibentuknya masyarakat feodal Tokugawa tidak hanya konsep tatanan alam yang
dianutnya sesuai dengan kebangkitan masyarakat feodal tetapi juga secara khusus
alam pikiran. Chu shi cocok untuk masyarakat feodal. Sistem chu shi yang mengidentifikasi
norma-norma dasar masyarakat feodal, yaitu, kelima hubungan, dengan sifat
ontologis pada dua tingkat, secara paling efektif menyajikan dan memberikan
dasar teoritis bagi suatu pemahaman tentang tatanan sosial semacam itu. Dasar
metafisika terdalam filsafat Chu shi jelas terletak dalam penalaran organik,
yaitu, yang maha tinggi, azas dasar dari tatanan alam semesta, adalah akar
penyatu dunia, dan pada waktu yang sama merupakan suatu kekuatan khusus yang
ada dalam segala hal dan memberi nilai yang tertinggi. Seorang pemikir zaman
Tokugawa dengan cerdiknya membandingkan hubungan ini dengan “bulan yang dipantulkan ke sawah”.
Kegiatan-kegiatan yang ada menguasai segala sesuatu, langit dan bumi terulang
dalam miniatur dalam prilaku etis dari salah satu makhluk di langit dan di
bumi, manusia. Otto von Gierke menatakan tentang ide mengenai masyarakat Eropa
abad pertengahan.
Kepada
setiap makhuk diberukan tempat dalam keseluruhan, dan bagi setiap hubungan
antara sesuai dengan keputusan Ilahi. Tetapi karena dunia merupakan satu
organisme, yang digerakkan oleh satu roh, dibentuk oleh satu kekuasaan,
azas-azas yang sama yang muncul dalam struktur dunia akan muncul sekali lagi
dalam struktur setiap bagian. Karenanya setiap makhluk khusus, sejauh itu merupakan
keseluruhan, merupakan suatu miniatur dunia, suatu mikroorganisme atau dunia
kecil yang memantulkan mikroorganismeatau dunia dasar.