Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia, revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan
kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Jika dipersempit, maka
kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan
sebagainya). Dan jika lebih divulgarkan lagi, revitalisasi itu adalah
membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum
adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu
sekali.
Revitalisasi nilai-nilai PMKRI
berarti adalah upaya pelestarian nilai-nilai PMKRI agar PMKRI tetap pada
kondisi aslinya dan mencegah terjadinya proses kerusakan. Pendekatan
revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi kader. Revitalisasi
sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada kesuksesan DPC dalam menjalankan
semua program kerja setiap tahunnya, tapi juga harus dilengkapi dengan
peningkatan nilai kristianitas, intelektualitas,
fraternitas, serta peningkatan kualitas
budaya bagi setiap kader, yang mana menjadi tiga benang merah dalam
perhimpunan ini.
Untuk melaksanakan revitalisasi,
jelas sangat diperlukan keterlibatan kader.
Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek
formalitas yang memerlukan adanya partisipasi kader dalam kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan DPC. Selain itu kader yang terlibat tidak hanya kader di
lingkungan PMKRI saja, tapi masyarakat secara luas. Ada beberapa aspek lain
yang penting dan sangat berperan dalam revitalisasi, yaitu penggunaan peran teknologi informasi,
khususnya dalam mengelola keterlibatan banyak pihak, serta untuk menunjang
kegiatan revitalisasi. Menurut saya pribadi, revitalisasi nilai-nilai PMKRI (khususnya
PMKRI cabang Padang) dalam rangka kemerdekaan seharusnya berfokus pada misi menggairahkan
citra PMKRI pada masyarakat. Bagaimana caranya?
Salah satu contoh wujud kegiatan revitalisasi
adalah dengan mengangkat isu-isu strategis secara kreatif, baik dalam bentuk aktivitas religi, sosial, ekonomi,
politik, atau budaya. Saya beri sebuah contoh.
Atas sebuah isu,
diadakanlah kegiatan mengundang generasi muda untuk berkumpul bersama di suatu
ruangan yang kemudian akan membahas isu tersebut. Setelah mengundur dua jam
dari waktu yang telah ditentukan, akhirnya peserta yang hadir hanyalah 10
orang. Setengah dari mereka yang hadir ternyata tidak memiliki bahan tentang
isu yang akan dibahas, sehingga tidak bisa memberikan banyak tanggapan dalam
diskusi tersebut. Kemudian dua orang dari mereka yang lain sibuk berdebat hanya
untuk membenarkan argumen masing-masing. Alhasil diskusi selesai tanpa
kesimpulan yang jelas dan tanpa kegiatan follow up yang efektif.
Dulu, aktivitas diskusi seperti hal
di atas memang merupakan hal yang terlihat keren, terkesan sangat intelek dan
cerdas. Akan tetapi, jika aktivitas seperti itu tetap dipaksakan dalam kondisi
kekinian, maka hanya berujung monoton, dan melibatkan beberapa orang saja,
seperti cerita di atas. Nah, lalu apa yang harus kita lakukan?
Mari kita rancang PMKRI sebagai perangkat pengarah dan pengendalian
untuk mewujudkan lingkungan yang akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan hidup
masa kini. Sekarang, coba simak lagi contoh berikut.
Atas sebuah isu,
diadakanlah kegiatan mengundang generasi muda untuk berkumpul bersama di suatu
ruangan yang kemudian akan membahas isu tersebut. Setelah mengundur dua jam
dari waktu yang telah ditentukan, akhirnya peserta yang hadir hanyalah 10
orang. Setengah dari mereka adalah DPC dan setengah lagi yang hadir ternyata
tidak memiliki bahan tentang isu yang akan dibahas. DPC sebelumnya telah
menyiapkan bahan bacaan ringkas yang kemudian dibagikan kepada peserta yang datang.
Lalu moderator membagi kesepuluh orang tersebut dalam empat kelompok kecil. Ada
kelompok seni dan budaya, kelompok sosial-ekonomi, kelompok sains-teknologi,
dan kelompok sosial-religius. Atas dasar kelompok tersebutlah mereka membahas
isu tersebut. Sekalipun seseorang dari mereka adalah jurusan pertanian,
bukanlah masalah bagi mereka untuk masuk ke dalam kelompok seni dan budaya. DPC
yang wajib hadir dalam setiap kelompok berfungsi menjelaskan dan mengarahkan
peserta lainnya mengenai isu terkait. Setelah setiap kelompok kecil mendapatkan
pandangannya masing-masing, mereka lalu mempresentasikannya di depan sembari
meminta tanggapan dari teman-teman yang lain. Setelah menghasilkan tanggapan
bersama, mereka kembali berdiskusi tentang kegiatan follow up seperti apa yang
efektif untuk isu tersebut. Kita beri contoh isu pembongkaran pasar raya.
Ternyata, mereka berkesimpulan untuk membuat video kreatif tentang isu tersebut,
dengan tujuan mengundang masyarakat dan pemerintah mendapatkan pemahaman yang
sama tentang penggunaan pasar raya. Beberapa dari mereka juga berinisiatif untuk
membuat tulisan kreatif yang akan dibagikan ke masyarakat sekitar pasar (tentunya
tulisan yang menyesuaikan).
Terlepas dari seberapa besar
pengaruh diskusi, video, dan tulisan itu terhadap isu tersebut, mari kita lihat
gerakannya. Diskusi seperti hal di atas mencoba merangsang seseorang berpikir dari sudut pandang lain, yang
tidak biasa bagi kesehariannya. Dengan terbiasa memandang sebuah hal dari
berbagai sudut pandang, secara tidak langsung akan memacu diri baik dari segi intelektual,
ataupun psikologis. Kegiatan follow up
menghasilkan video dan tulisan merupakan kegiatan mahasiswa yang jauh lebih kreatif
dalam memaparkan kenyataan, dibandingkan bila hanya berdemonstrasi dengan orasi
asal-asalan. Jadi, selain bertujuan membahas isu terkait, peningkatan kualitas
mutu kader sebagai pribadi juga tidak dilupakan.
Melihat realita sosial sekarang,
memang sangat penting bagi PMKRI untuk menghidupi diri dan proses kaderisasi
melalui pengolahan spiritualitas dan penegakan nilai-nilai moral. Akan tetapi
jangan sampai mematikan daya kreatif dan
inisiatif, karena itulah dayanya generasi muda. Tantangan semakin nyata dan
PMKRI harus menjadi bagian nyata dari perjuangan masyarakat. Kader PMKRI perlu
mengembangkan diri dan tampil dengan baik dalam berbagai ruang masyarakat dan
bernegara. Jadi, secara khusus menanggapi kondisi kekinian, PMKRI harus mampu untuk
menyatukan seluruh potensinya dalam menghadapi tantangan di masyarakat.
Membangun komunikasi dengan semua
pihak, termasuk gereja yang sebagai bagian tak terpisahkan dari PMKRI itu
sendiri.
Sebelum melihat obat seperti apa
yang paling kita butuhkan untuk membangkitkan kembali vitalitas kita, pertanyaan
yang paling urgen adalah seberapa pedulikah kader PMKRI tentang vitalitas PMKRI
kini? Jika kader PMKRI saja tidak bergairah, bagaimana dengan masyarakat
sekitar? PMKRI akan terlihat loyo bahkan terkesan impoten. Nilai-nilai yang
seharusnya menjadi kekuatan bersama hanya tinggal dalam buku DDO. Nah, sekarang
semua kembali lagi kepada kader masing-masing. Bagi rekan-rekan yang merasa masih
punya gairah, mari kita berinisiatif untuk merangsang yang lain dengan berbagai
cara kreatif! Kita bangkitkan lagi vitalitas PMKRI dan bergairah bersama
merayakan kemerdekaan NKRI!
By
: Cornelia Napitupulu