Perkenalkan,
mereka adalah dua adam teratas dalam kategori orang yang paling gue sayang
sekarang.
Ketika
setiap orang punya masalah dalam kehidupannya masing-masing, gue punya mereka
berdua sebagai penenang jiwa gue. Ketika setiap orang punya aktivitas dan
kesibukannya masing-masing, gue punya mereka berdua sebagai pelepas kejenuhan
gue. Di satu sisi gue ngerasa bahagia dengan sederhana dengan keberadaan
mereka. Di sisi lain, gue sering bertanya, “Sejauh mana mereka ngerasain hal
yang sama terhadap gue ya?”
Kita
mulai dari sebelah kiri. Nama dia Deby Zuriatmo. Salah seorang senior satu
fakultas di kampus, yang notabene kurang lebih udah dua bulan jadi pacar gue.
Dengan cara berkenalan yang cukup abstrak, dan intensitas komunikasi yang cukup
tinggi dalam waktu yang cukup singkat, seketika setiap senti urat nadi gue ga
sanggup menolak kehadiran dia. Mungkin lo semua bakal kaget, kalau sebenarnya
gue sendiri baru menyadari keberadaan seorang makhluk bernama Deby di fakultas
gue itu sekitar 6 bulan yang lalu.
Waktu
yang singkat, bukan berarti perjalanan kami tanpa cerita. Ga sekali dua kali
gue secara pribadi jatuh bangun cuma buat ngebuktiin perasaan gue juga perasaan
dia (gue ga tau yang dia hadapin). Bahkan kalo boleh jujur, sekian kali
pacaran, ini kali pertama gue paling banyak diuji. Bahkan untuk hubungan yang
masih sangat singkat, gue udah ngalamin perasaan paling down yang pernah gue
rasain seumur hidup gue. Mungkin ini pertanda kalo hubungan ini emang bakal
berat buat dipertahanin. Atau ini pertanda kalo hubungan ini sebuah hubungan
yang pantas dipertahanin?
Gue
pribadi ga terlalu peduli.
Apa
yang gue rasain sekarang adalah, dia cukup mampu buat jadi seseorang yang gue
butuhin. Gue ga benar-benar tahu tentang gimana perasaan dia ke gue. But ya, I
don’t care. Sejak awal gue tahu gue suka dia, gue juga ga peduli dia suka juga
atau nggak ke gue. Gue ngerasa apapun yang gue bilang ke dia, yang gue kasih ke
dia, perasaan apa yang gue punya buat dia, satupun ga ada yang perlu dia balas
ke gue. Ga tahu deh perasaan macam apa yang sekarang sedang menuhin dada gue.
Back to
the topic. Seperti gue bilang tadi, dia jadi penenang jiwa or pelepas kejenuhan
gue. Bukan berarti dia tipe pria humoris yang selalu punya segoni lelucuan.
Bukan juga tipe pria romantis yang selalu punya seribu gombalan manis dan
puisi-puisi cinta. Bukan juga pria yang selalu punya waktu buat ada di samping
gue. Yap, dia bukan pria sempurna yang menjadi ideal setiap wanita. Percayalah,
dia hanya pria biasa, yang gue minta untuk tidak bersikap dewasa di depan gue.
Dia cuma pria biasa yang pengen gue mengerti. Dan dia hanya pria biasa yang
tetap membuat kondisi di sekeliling gue menjadi biasa, normal, dan apa adanya.
Yang pada akhirnya membuat gue merasa tenang, dan nyaman. Karena sering hidup
sendiri dalam kondisi yang tidak biasa, membuat gue ga bisa hidup sendirian
dalam kondisi yang biasa.
Sama
seperti adam kedua. Namanya Takkas Abelio. Panggilannya Abel. Dia adik kandung
gue nomor dua. I love him more than anything, even for my daddy or mommy. Sejak
gue SD, satu hal yang selalu jadi prinsip gue ke dia adalah : “Gue bakal
ngelakuin semua yang pengen gue dapatin dari kakak dan abang gue ke dia.”
Ya,
setiap hal-hal yang gue lakuin bareng dia, adalah kondisi dimana gue nganggap
dia itu kaya diri gue sendiri. Setiap hal yang gue lakuin adalah, gue nganggap
ngelakuinnya buat diri gue sendiri. Kalau gue bisa buat dia seneng, maka yang
gue buat seneng itu adalah gue. Begitu seterusnya dan sebaliknya. Haha.
Sama
seperti Deby, Abel bukan pria humoris, romantis, atau ideal. Tapi keberadaan
dia dalam hidup gue, memunculkan perasaan bahwa keberadaan gue dibutuhkan. Bisa
dibilang, separuh nafas gue ada di dia. Bukan berarti kami bukan kakak adik
yang benar-benar dekat, bukan berarti kami ga pernah beranteman. Tapi ikatan
saling membutuhkan di antara gue dan dia, adalah ikatan dengan intensitas
kebutuhan paling tinggi yang gue rasain dalam hidup gue, di banding ke anggota
keluarga gue yang lain.
Memiliki
mereka berdua dalam hidup gue sekarang adalah kebahagiaan tersendiri buat gue.
Yang gue yakin ga dimiliki orang lain dalam hidupnya. Gue punya keyakinan tersendiri,
kalau selagi mereka berdua masih hidup, gue bisa ngejalanin hidup sebaik
mungkin, senormal mungkin.
Mempertemukan
mereka berdua dalam satu waktu dan tempat yang sama, juga memberikan sensasi
tersendiri buat gue. Ini foto gue ambil tadi malam. Sekarang Abel kelas 3 SMP,
waktu yang pelik buat dia dengan segudang ujian yang harus dia lewati. Belum
lagi masalah kecil di rumah, yang gue yakin secara psikologis ngaruh ke dia. So,
Minggu malam, setelah pulang misa di Gereja, gue ngajak Abel nangkring di
Coffee Toffee, salah satu tempat nongkrong baru di Padang. Hari itu gue juga iseng
ngajak Deby buat nyusul ikutan ngumpul, ga ngarep banget sih dia bisa datang, ternyata
dia bisa, tembus langit ke tujuh deh gue. Dengan posisi duduk dimana gue bisa
mandang wajah mereka berdua bersamaan, benar-benar sesuatu yang tidak bisa
dijelaskan rasanya.
Melihat
mereka bisa tertawa di waktu yang sama, karena hal yang sama, cuma bisa bikin
gue bilang berkali-kali dalam hati, : “Oh, Tuhan! Terimakasih banyak! Puji
namaMu sepanjang masa!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro