Malam ini aku masih menangis. Padahal sudah 3 musim berlalu.
Sejak bertemu denganmu, aku mengoleksi film bergenre sedih
lebih banyak dari biasanya. Karena aku membutuhkan alasan untuk menangis, menangis
sendirian.
Dalam ruang kecil yang katanya ada di setiap hati manusia,
aku masih menyimpan semua luka. Walaupun telah lebih banyak bahagia dan gelak
yang kita seduh bersama.
Ya, hingga saat ini, belum ada kata maaf yang kau ucap
secara langsung. Belum ada pelukan hangat yang kau balut untuk mencairkan luka
yang kusimpan sendiri. Belum ada penjelasan yang kuterima sebagai seorang yang
tidak sempurna. Belum ada airmata yang menetes.
Bagaimana bisa? Aku masih ingat bagaimana semua orang
berpendapat sama, bahwa mereka sangat mengasihani dirinya. Bagaimana semua
orang memojokkan ku, mengatakan aku jahat, tidak berperasaan, dan penganggu
hubungan orang. Dan aku pun tak tahu mengapa bibirku dengan mudah berbohong dan
merangkai cerita bahwa aku tidak pernah mencintaimu pada awalnya. Menjadi
satu2nya orang yang lebih dulu serius terhadap hubungan kita adalah kenyataan
pahit yang hanya kuteguk di pangkal lidah.
Bagaimana bisa, kau katakan bahwa panggilan cinta itu tak
bermakna dan karna aku memperlakukan lelaki lain dengan cara yang sama. Padahal
aku selalu membanggakan panggilan itu kepada dunia, dan bagaimana aku begitu
serius menaggapinya.
Bagaimana bisa, aku telah mengakui kita jadian dan kau
mengatakan belum ada hubungan terikat di antara kita.
Bagaimana bisa aku membiarkan semua orang tahu?
Bagaimana bisa? Dia merendahkanku bahkan melalui matanya
yang tak bisa bicara. Bagaimana bisa? Kau memilih untuk menenangkan dirimu dan
tak berusaha mendelikkan telingamu ke hatiku.
Aku lah si pengarang. Yang paling hebat merangkai kata.
Memutar semua cerita secepat kau meninggalkan ku duduk di medan itu. Saat angin
sore menyapa ujung rambutku.
Mataku bengkak dan tak ada yang mengelus punggungku, tak ada
yang mengatakan aku harus berhenti bersedih. Bagaimana bisa? Aku telah lebih
dulu mengatakan bahwa sesungguhnya aku tak mencintaimu sejak awal.
Hatiku sedih dan ingin memelukmu, sebagaimana dia bercerita
kau membelainya, memeluknya, dan menunggunya, bahkan hingga kau tak tidur,
untuk menunggu dia berhenti menangis di rumah yang telah kalian tinggali
bersama itu. Tapi bagaimana bisa? Waktu untuk menatap mataku saja tak kau
ikhlaskan.
Setiap malam, aku selalu membodohi diriku sendiri,
membiarkan jantungku berdetak kencang menggetarkan luka dan mencairkan
pedihnya, mengeluarkannya dalam hening melalui mata dan hembusan napas. Dlam
hening, menunggu semua tertidur pulas terlebih dahulu.
Aku berusaha sejauh ini untuk menghapus lukaku sendiri.
Memaksa diriku menyapamu duluan, memaafkanmu terlebih dahulu, melupakan semua
cerita begitu saja, dan segera merangkai kisah bahagia yang aku rencanakan.
Bermanja denganmu di depan mereka semua, hanya untuk
meyakinkan hatiku sendiri bahwa kau memang milkku. Bagaimana tidak? Kau tidak
melakukannya.
Mengabadikan momen setiap kita bersama, agar semua orang
tahu kau milikku. Bagaimana tidak? Kau tidak melakukannya.
Aku berusaha keras hanya untuk memberi tahu semua orang
bahwa kita sudah bahagia dan melupakan masa lalu. Bagaimana tidak? Kau tidak
melakukannya.
Tapi pada akhirnya adalah, aku tetap semakin merasa bodoh
dan tetap harus menjadi satu2nya yang menangis diam2 di jantung malam.
Sering aku bertanya sebenarnya seperti apa dirimu
sesungguhnya? Sebenarnya seperti apa aku ada di hatimu? Karena kau hanya diam
dan tak pernah banyak berbuat dan menjelaakan.
Akhirnya aku hanya menemukanmu, sosok yang selalu mengikuti
cerita yang ku rangkai, yang selalu menuruti permintaanku, yang mengabulkan
apapun mauku. Sosok yang selalu ingin melihatku bahagia. Bukan karna kau
bahagia melihatku bahagia, tapi karna kau tidak pernah sanggup bertanggungjawab
untuk airmataku.
Tak tahukah kau bagaimana pedihnya setiap saat aku harus
melihat punggungmu? Aku yang harus bergulat sendiri dengan semua pikiranku
sendiri. Bagaimana takutnya aku jika kau jauh dariku? Bukan karna aku takut kau
melirik wanita lain lagi. Aku hanya takut melihat punggungmu.
Karna hanya di belakangmu, airmata yang belum bisa kau
pertanggungjawabkan ini akan menetes. Karna haya di depanmu, aku bisa bahagia,
dan melupakan semua cerita. Terlepas dari itu sebuah kepura2anku atau tidak.
Sayang, jangan menjauh dan pergi terlalu lama. Aku tak suka
menangis. Dan jika aku harus menangis, mengapa tak bisa kau tunggui aku
sebentar saja? Seperti yang kau lakukan hingga subuh terhadap dirinya?
Aku merasa ketidakadilan selalu mengikutiku.
Mengapa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro