Jumat, 19 Oktober 2012

Sekilas Tentang Instrukturku

-->
-->
 Berbekal pengetahuan yang tidak seberapa, saya pun melangkahkan kaki keluar dari Gedung Auditorium Gubernur dengan bingung. Sosok seperti apa yang akan saya jadikan objek reportase saya? Sayapun melirik arloji hadiah dari mama tahun ini. Sudah pukul 15.45. Saya harus kembali lagi ke sini, pukul 17.30. Tiba-tiba saya teringat pukul 16.00 saya ada jadwal Sekolah Public Speaking dan Retorika Indonesia di Gedung RRI, tanpa ragu saya segera menuju TKP.
Sesampainya di lokal belajar pada salah satu ruangan di Gedung RRI, saya kembali melirik arloji. Masih pukul 15.50, sementara belum banyak peserta yang hadir. Saya terdiam sebentar dan kembali mengingat tugas reportase dari Bang Iwan. Saya langsung membatin, bagaimana kalau sang instruktur yang saya jadikan objek? Segera saya menorehkan pertanyaan-pertanyaan mendasar pada secarik kertas. Lalu menemui beliau di kursi belakang ruangan.
“Tidak, saya tidak sibuk. Ada apa?”
Jawaban yang saya harapkan, membatin sendiri.
 “Oh, tugas reportase? Boleh.. Boleh..”
Seketika itu juga saya lega. Satu persatu jawaban mengalun indah menemani setiap pertanyaan yang terlontar dari bibir saya. Perkenalkan, Nofrion Sikumbang, lebih sering dipanggil Pak Dion. Ia merupakan kepala Sekolah Public Speaking dan Retorika Indonesia (SPSRI) di RRI untuk dua tahun belakangan ini. Prestasi yang didapatkan dalam perjalanan, membuat ia diberi kepercayaan untuk amanat tersebut.
Dalam perjalananannya, melalui SPSRI, Dion berharap peserta didik bukan hanya sekedar bisa, tapi mampu berkomunikasi dengan etika yang benar. Walau SPSRI bersifat pendidikan non formal, banyak sekali tamatan peserta didik yang sangat terbantu, terutama ketika dalam dan mencari pekerjaan. Tamatan peserta didik juga ada yang sudah menjadi penyiar dan reporter. Menurutnya, kemampuan komunikasi merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, di mana pun juga.
Pertemuan kali ini adalah pertemuan ketiga SPSRI dalam periode ini. Dion sosok komunikan ramah dan murah senyum. Pembawaan yang menarik, membuat suasana belajar menjadi tidak kaku dan menyenangkan. Setiap sepuluh menit ada saja gelak tawa dari peserta didik, hasil dari lelucon yang dilontarkannya. Benar-benar komunikan yang pantas sebagai instruktur SPSRI, batin saya. Ada rasa kebangaan tersendiri memiliki kesempatan mengenalnya.
Di balik kemampuan komunikasinya, sosok yang tetap bangga menempelkan suku Sikumbang pada namanya ini, ternyata memiliki cita-cita sederhana. Menjadi guru. Dion ingin menjadi orang yang bermanfaat dan merasa tertantang dalam hal berbagi ilmu dengan sesama. Konon ceritanya, dulu saat bersekolah di kota kelahiran, Solok, banyak guru yang sering bolos mengajar karena sakit. Dan hal itu yang mendorong mengapa ia ingin menjadi guru. Seakan-akan matanya ingin menyampaikan, berbagi ilmu adalah perbuatan mulia dan harus dilestarikan. Tekad dan kerja keras benar-benar membuat ia meraih cita-citanya dan sekarang bekerja sebagai Dosen Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) di Universitas Negeri Padang (UNP). Bukan itu saja, ketulusan niat menjadi tenaga pendidik membuat ia menyandang Dosen Luar Biasa Poli-Unand Jurusan Bahasa Inggris, Konsentrasi Public Speaking dan TV/Radio Broadcasting. Selain menjadi kepala SPSRI, saat ini ia juga aktif menjadi Penyiar Pro1 dengan program unggulan “Pelangi Edukasi”. Benar-benar pendidik, batin saya lagi.
Bapak kelahiran 11 November 1978 ini merupakan putera kedua Bapak Asmar dan Ibu Nurjida. Maret 2003 lalu, ia lulus S-1 Pendidikan Geografi, Yudisium Dengan Pujian. Pada masa kuliah, gelar Mahasiswa Teladan dan Juara LKTI Kelompok IPS juga berhasil ia raih. Tidak sedikit prestasi yang tercatat. Beberapa diantaranya, juara 1 Pria Lomba LP2P4 Tingkat Nasional tahun 1997, juara 1 MSQ Tingkat Sumatera Barat tahun 1999, juara 1 Pidato HIPORI Nasional tahun 2000, Pembawa Acara dan MC Terbaik Sumatera Barat tahun 2000, Pembaca Berita, Radio/TV Terbaik Sumatera Barat tahun 2000, Penyaji Terbaik Tingkat Nasional dalam PIMNAS tahun 2003, dan juara 1 Pemilihan Penyiar RRI yang membuat ia dikontrak sebagai Penyiar Pro2. Prestasi yang cukup berkesan baginya adalah Peserta Terbaik LPJ CPNS Golongan III tahun 2010 dan Juara 2 Kompetisi Suara Kencana Nasional tahun 2010.
Niat berbagi ilmu dan keterampilan telah Dion wujudkan dengan mendirikan Pusat Pengembangan Potensi Anak (P3A) Sakinah, khusus bagi Anak Jalanan di Kota Padang (2003-2004), Announcer And MC Course (2007), dan Sekolah Public Speaking dan Retorika Indonesia (2011). Kemampuan komunikasi yang patut diacungi jempol, membuat ia memperluas ranah permainannya. Sehingga pernah diundang menjadi pembicara dan instruktur sebuah acara  hingga ke Pulau Jawa
Banyaknya prestasi dan kepercayaan-kepercayaan berkelas yang telah diraih, tidak membuat ia berhenti bercita-cita. Tidak banyak Putra Minangkabau yang peduli dengan generasinya, seperti Dion. Sekarang, ia berharap sekali dapat mendirikan lembaga pembelajaran atau kursus terkait kemampuan komunikasi dengan konsentrasi sosial dan media, namun bersifat tidak komersil di Sumatera Barat, khususnya Padang. Hal ini mengingat mahalnya biaya untuk pelatihan komunikasi di Indonesia. Sementara dalam hasil survei National Association of Colleges and Employers, USA, 2002 (disurvei pada 457 pimpinan), kemampuan komunikasi adalah softskill nomor satu yang dianggap penting. Dion pun sudah mulai mengupayakannya, mendiskusikannya, juga melakukan seminar-seminar pendukung, tetapi masih menunggu investor-investor yang mau membantu dan lebih peduli pada peningkatan softskill generasi muda bangsa di Sumatera Barat.
“Sebelumnya, mendirikan SPSRI juga memiliki kendala-kendala tersendiri, terutama dalam hal birokrasi.” ungkap Dion.
Seharusnya pihak terkait bisa menilik hal ini dengan lebih cerdas, mengingat tingkat urgensi softskill yang satu ini, lagi-lagi saya membatin.
Awalnya, minat Dion akan dunia komunikasi bukannya tidak memiliki hambatan. Minimnya ketersediaan tempat kursus terkait di Padang, merupakan salah satunya. Beruntung sekali, pria dengan dua orang anak ini, lahir dan dibesarkan oleh orangtua yang juga sebagai tenaga pendidik. Sehingga dalam aktivitasnya, ia mendapat didikan, latihan, dan dukungan yang sehat dari kedua orangtua. Ia pun tetap semangat belajar otodidak (melalui buku dan menghadiri pelatihan-pelatihan terkait). Kini, Dion pun lebih nyaman dikategorikan sebagai tenaga pendidik, daripada sebagai public speaker.
Beberapa catatan pelatihan yang pernah beliau ikuti :
1.      Pelatihan MC dan Announcer Telkom persiapan MTQ Telkom Tingkat Nasional tahun 2000.
2.      Pembekalan Pewara dan MC MTQ PTP Nusantara tahun 2000.
3.      Pelatihan Pekerja Sosial dan Pendamping Orang Tua Anak Jalanan Program ADB dan APBN tahun 2000.
4.      Workshop Internet Bersama Roy Suryo tahun 2000.
5.      Workshop Pewara, MC, Moderator, dan Presenter LPP RRO tahun 2002, 2004, dan 2008.
6.      Pelatihan Pewara/MC Departemen Agama Sumbar tahun 2004.
7.      In House Training Dunia Siaran Radio, Pelatihan Program Radio Berbasis Multimedia tahun 2008.
8.      Pelatihan Dosen Muda Berkepribadian Unggul Dan Dosen Penasehat Akademik tahun 2010.
“Cerdas dalam intelegensi dan cerdas kemampuan berkomunikasi.” harapan Dion di penutup pembicaraan kami sore ini, sambungnya, “Kemampuan berkomunikasi merupakan pencitraan tersendiri sebagai seorang pribadi.”
Ia pun menyarankan, generasi muda, mahasiswa khususnya, agar aktif belajar tentang apapun di lingkungannya, membuka cakrawala dengan berkecimpung dalam organisasi, dan rajin mengikuti kursus-kursus untuk kemampuan softskill.
Singkat dan tidak muluk-muluk, batin saya yang terakhir.

Oleh : Cornelia Napitupulu
Jurusan Sastra Jepang 2010, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta Padang
19 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro