Selasa, 09 Desember 2014

Have you?


Have You Ever Feel This?
I"M THE BEST OF IT


I Just Wanna Have Sleep All The Day
Hope Every Pathetic Things Disappear When I Wake


Minggu, 09 November 2014

Mati dan Ditinggalkan

Tak perlu terlalu kau risaukan, bisa atau tidaknya engkau bersatu dengan orang yang kau cintai. Setidaknya jaga lah kesehatanmu dan berusaha keras lah untuk dapat bertahan hidup.

Karna kita tidak pernah tau bagaimana sakitnya bagi yang ditinggalkan, jika ia bukan hanya tidak dapat memilikimu, tapi juga tidak dapat lagi menikmati wujud senyummu.
Kita tidak pernah tahu sakitnya bagi yang ditinggalkan, ketika cinta tidak dapat membuat yang mati dapat bernapas lagi.
Dan bagi yang meninggalkan, kita tidak akan pernah tau, sejauh apa kita bisa bertanggungjawab untuk semua rasa sakit. Baik sakit untuk dirimu sendiri ataupun sakit yang kau ciptakan pada orang yang kau tinggalkan.

Berjuanglah untuk hidup sehat, demi sesuatu yang kita tidak pernah tahu.

Mari hidup sehat!


Jumat, 03 Oktober 2014

Gadis dan Cerpennya

Bukannya mendapatkan pengakuan romantis bak pasangan lainnya, hubungan gadis itu malah diawali dengan pengakuan bahwa kekasihnya telah banyak berbohong, bahwa dia masih punya hubungan terikat dengan mantannya, dan tidak menganggap sang gadis sebagai pacarnya.

Lelaki itu memberikan nya juga, ternyata. Sakit, sepi, dan air mata.

Sudah hampir 10 bulan, dan gadis itu tak bisa berhenti memikirkannya.
Apa yang bisa gadis itu lakukan selain dengan menyuruhku menuliskannya? Berharap suatu saat lelaki semacammu membacanya. Tak perlu kau ulang waktu dan semua cerita. Cukup kau sisakan waktu untuk mendengar hati nya, hati gadis itu.

Itu awal yang berat untuk gadis yang baru saja dilupakan kekasihnya. Gadis itu cukup banyak memberi semangat untuk kekasihnya agar bisa sukses dan meraih topi hitam bersegi lima. Ketika waktunya tiba, lelaki itu berhasil dan mengenakan toga itu dengan penuh senyum, tapi tanpa sang gadis di sampingnya. Lelaki yang sebelumnya telah merampas paksa ciuman dari gadis itu, telah 2 bulan mengacuhkan si gadis. Sejak dia berhasil dalam ujian komprehensif terakhirnya, selama 7 tahun berstatus mahasiswa, mereka berdua saling mengacuhkan dan sibuk dengan urusannya masing-masing. Padahal si gadis sangat membutuhkan dukungan si lelaki untuk menghilangkan traumanya, kecemasan dalam hatinya. Selain merampas ciuman sang gadis, lelaki itu juga sering bertindak kasar secara fisik, dari gerakan, hentakan, paksaan, bentakan. Hal yang selalu mengingatkannya tentang perkelahian kedua orangtuanya di rumah. Gadis itu bersembunyi dibalik pintu dan mengintip bagaimana kedua orangtuanya bertengkar. Gadis itu melihat tanpa air mata botol minuman yang baru saja ia miliki, dihentakkan ke lantai dan pecah. Malam itu, gadis itu tidur tanpa air mata di sebelah ibunya, saat ibunya tidak memilih tidur seranjang dengan ayahnya. Besoknya seorang sahabat sang gadis datang bermain ke rumah sesuai rencana. Gadis yang selama ini selalu kesepian tak punya teman bermain merasa begitu senang dengan keinginan sahabatnya itu. Akan tetapi ntah mengapa yang harus gadis itu perlihatkan kepada sahabatnya adalah rumah yang berantakan, ember yang pecah, kursi yang patah. Sang gadis lagi-lagi tanpa air mata menjawab pertanyaan sahabatnya dengan senyuman, bahwa orangtuanya sedang bertengkar. Jujur demi berharap akan ada pelukan, sejak saat itu si sahabat tidak pernah lagi berkunjung ke rumah. Karena kejadian itu, si gadis tidak menyukai rumah, dan tidak suka mengajak teman bermain ke rumahnya. Hingga akhirnya setelah toga itu, gadis diacuhkan, dia memilih dengan tegas meninggalkan lelaki itu. Dan bertemu denganmu.

Kau. Pria yang tidak pernah menyentuh apapun selain hatinya. Kau. Pria yang acapkali penuh kelembutan bicara di telinganya. Kau. Pria yang membuatnya seketika melupakan kisah sakit, tragis, luka, dan trauma tak jelasnya.

Tapi ntah mengapa pada akhirnya, kau juga melukainya. Bahkan belum sempat semusim berlalu, dia lagi-lagi harus menyimpan air matanya.

Aku. Gadis tanpa air mata.


Rabu, 01 Oktober 2014

Setelah 3 Musim Itu...

Malam ini aku masih menangis. Padahal sudah 3 musim berlalu.
Sejak bertemu denganmu, aku mengoleksi film bergenre sedih lebih banyak dari biasanya. Karena aku membutuhkan alasan untuk menangis, menangis sendirian.

Dalam ruang kecil yang katanya ada di setiap hati manusia, aku masih menyimpan semua luka. Walaupun telah lebih banyak bahagia dan gelak yang kita seduh bersama.

Ya, hingga saat ini, belum ada kata maaf yang kau ucap secara langsung. Belum ada pelukan hangat yang kau balut untuk mencairkan luka yang kusimpan sendiri. Belum ada penjelasan yang kuterima sebagai seorang yang tidak sempurna. Belum ada airmata yang menetes.

Bagaimana bisa? Aku masih ingat bagaimana semua orang berpendapat sama, bahwa mereka sangat mengasihani dirinya. Bagaimana semua orang memojokkan ku, mengatakan aku jahat, tidak berperasaan, dan penganggu hubungan orang. Dan aku pun tak tahu mengapa bibirku dengan mudah berbohong dan merangkai cerita bahwa aku tidak pernah mencintaimu pada awalnya. Menjadi satu2nya orang yang lebih dulu serius terhadap hubungan kita adalah kenyataan pahit yang hanya kuteguk di pangkal lidah.

Bagaimana bisa, kau katakan bahwa panggilan cinta itu tak bermakna dan karna aku memperlakukan lelaki lain dengan cara yang sama. Padahal aku selalu membanggakan panggilan itu kepada dunia, dan bagaimana aku begitu serius menaggapinya.

Bagaimana bisa, aku telah mengakui kita jadian dan kau mengatakan belum ada hubungan terikat di antara kita.

Bagaimana bisa aku membiarkan semua orang tahu?

Bagaimana bisa? Dia merendahkanku bahkan melalui matanya yang tak bisa bicara. Bagaimana bisa? Kau memilih untuk menenangkan dirimu dan tak berusaha mendelikkan telingamu ke hatiku.

Aku lah si pengarang. Yang paling hebat merangkai kata. Memutar semua cerita secepat kau meninggalkan ku duduk di medan itu. Saat angin sore menyapa ujung rambutku.

Mataku bengkak dan tak ada yang mengelus punggungku, tak ada yang mengatakan aku harus berhenti bersedih. Bagaimana bisa? Aku telah lebih dulu mengatakan bahwa sesungguhnya aku tak mencintaimu sejak awal.

Hatiku sedih dan ingin memelukmu, sebagaimana dia bercerita kau membelainya, memeluknya, dan menunggunya, bahkan hingga kau tak tidur, untuk menunggu dia berhenti menangis di rumah yang telah kalian tinggali bersama itu. Tapi bagaimana bisa? Waktu untuk menatap mataku saja tak kau ikhlaskan.

Setiap malam, aku selalu membodohi diriku sendiri, membiarkan jantungku berdetak kencang menggetarkan luka dan mencairkan pedihnya, mengeluarkannya dalam hening melalui mata dan hembusan napas. Dlam hening, menunggu semua tertidur pulas terlebih dahulu.

Aku berusaha sejauh ini untuk menghapus lukaku sendiri. Memaksa diriku menyapamu duluan, memaafkanmu terlebih dahulu, melupakan semua cerita begitu saja, dan segera merangkai kisah bahagia yang aku rencanakan.

Bermanja denganmu di depan mereka semua, hanya untuk meyakinkan hatiku sendiri bahwa kau memang milkku. Bagaimana tidak? Kau tidak melakukannya.
Mengabadikan momen setiap kita bersama, agar semua orang tahu kau milikku. Bagaimana tidak? Kau tidak melakukannya.

Aku berusaha keras hanya untuk memberi tahu semua orang bahwa kita sudah bahagia dan melupakan masa lalu. Bagaimana tidak? Kau tidak melakukannya.

Tapi pada akhirnya adalah, aku tetap semakin merasa bodoh dan tetap harus menjadi satu2nya yang menangis diam2 di jantung malam.

Sering aku bertanya sebenarnya seperti apa dirimu sesungguhnya? Sebenarnya seperti apa aku ada di hatimu? Karena kau hanya diam dan tak pernah banyak berbuat dan menjelaakan.

Akhirnya aku hanya menemukanmu, sosok yang selalu mengikuti cerita yang ku rangkai, yang selalu menuruti permintaanku, yang mengabulkan apapun mauku. Sosok yang selalu ingin melihatku bahagia. Bukan karna kau bahagia melihatku bahagia, tapi karna kau tidak pernah sanggup bertanggungjawab untuk airmataku.

Tak tahukah kau bagaimana pedihnya setiap saat aku harus melihat punggungmu? Aku yang harus bergulat sendiri dengan semua pikiranku sendiri. Bagaimana takutnya aku jika kau jauh dariku? Bukan karna aku takut kau melirik wanita lain lagi. Aku hanya takut melihat punggungmu.

Karna hanya di belakangmu, airmata yang belum bisa kau pertanggungjawabkan ini akan menetes. Karna haya di depanmu, aku bisa bahagia, dan melupakan semua cerita. Terlepas dari itu sebuah kepura2anku atau tidak.

Sayang, jangan menjauh dan pergi terlalu lama. Aku tak suka menangis. Dan jika aku harus menangis, mengapa tak bisa kau tunggui aku sebentar saja? Seperti yang kau lakukan hingga subuh terhadap dirinya?

Aku merasa ketidakadilan selalu mengikutiku.
Mengapa?



Selasa, 30 September 2014

Siang Meragu

Hmm.
Aku benar- benar kelelahan. Rambutku semakin parah rontok dan patah. Bertebaran dimana-mana. Seperti mau mati saja. Kulit telapak tangan ku yang terkelupas akibat terlalu banyak mencuci piring belum juga membaik. Aku sudah mati kelelahan bekerja.

Tadi sore sayang, mereka menyuruhku untuk mengakhiri kisah kita. Mereka bergurau, tanpa tau bagaimana hatiku bergetar. Melihat punggungmu menjauh saja aku tak sanggup.

Katanya tidak akan ada jalan untuk kisah cinta kita. Tidak akan ada ujung untuk perbedaan ini. Sayang, aku berusaha menjawab tenang dan tertawa biasa saja. Tapi bagaimanapun juga, itu tetap mengganggu pikiranku. Sejauh mana ketidakmungkinan itu bisa melawan perasaan kita?

Sayang, lakukan sesuatu. Katakan sesuatu. Yakinkan aku sayang.
Sayang, aku takut.

T.T 

Sabtu, 20 September 2014

"Onel, Maukah Kamu Jadi Pacarku?"

Dua hari ini rasa bahagiaku meningkat.
Lelah yang belakangan menggantung di persendianku pun ikut terbang.

Aku melihat matamu. Kau melihat mataku. Dan kau mengatakannya, dan kau menanyakannya.

Sekalipun mungkin kau hanya sekedar melakukannya, menurutiku, dan hanya terbawa arus lelucon yang kubuat. Tapi siang itu hatiku bergetar.

Aku tak mungkin menangisinya, kita sudah sama-sama terlanjur, menganggap semuanya hanya lelucon.

Tapi aku betul-betul bahagia.
Bagaimana tidak? Kau memang tidak pernah melakukan sesuatu jika bukan karna aku yang memintanya bukan?

Aku memang terlalu egois siang itu. Entah kemana rasa malu gengsi dan harga diri kusembunyikan. Entah darimana wajah tebal ini datang.
Ya, aku memang terlalu egois untuk bahagia, sekalipun sendirian.

Dan ya, aku sudah terlalu lama menantikan saat itu, sendirian.
Terimakasih sayang.

Aku menerimamu. 

Minggu, 10 Agustus 2014

MIMPI, OBSESI, AMBISI, KATA HATI


Langsung saja.

Saya tidak tahu bagaimana budaya pada masyarakat di luar sana, apakah sama atau berbeda. Akan saya akan menceritakan apa yang kebanyakan terjadi di daerah saya, tempat dimana saya tinggal selama lebih dari 20 tahun ini.

Kebiasaan mencemooh lebih tinggi daripada kebiasaan memuji. Dan kebanyakan perbuatan memuji pun hanya berdasarkan kepentingan tertentu alias “ada maunya”.

Tidak bisa dipungkiri. Sejak sekolah dasar hingga di bangku kuliah, lebih banyak cemoohan daripada pujian yang saya lihat di lingkungan saya. Mulai dari pergaulan sesama teman, dari orangtua atau orang dewasa lainnya, keluarga, bahkan guru serta dosen. Mencemooh telah menjadi kebiasaan yang sebenarnya kita tahu itu buruk, tapi karena telah menjadi kebiasaan, membuat kita kadang tidak sadar telah mencemooh baik dalam kadar rendah ataupun tinggi.

Di lingkungan saya mencemooh bisa dalam bentuk apa saja, lirikan mata, tawa yang besar sekali dan tawa yang ditahan-tahan, gerakan bibir, hingga kalimat-kalimat merendahkan yang kelewatan. Salah satu dampak yang paling nyata adalah rendahnya sikap percaya diri pada setiap individu. Kegiatan maju ke depan kelas menjadi hal yang memalukan. Menjawab pertanyaan guru adalah hal yang menakutkan. Bertanya pada dosen adalah hal yang mengkhawatirkan. Presentasi di depan ruangan adalah hal yang dihindari.

Rasa malu yang tinggi, rasa takut, kekhawatiran yang tidak terkontrol, dan menghindari hal-hal yang bersifat mengekspos diri. Lebih banyak individu yang memilih untuk diam, tidak banyak komentar, dan saling melempar-lempar jika diberi tugas untuk presentasi per kelompok kerja.

Jika Anda tinggal di lingkungan yang sama dengan saya, kebanyakan dari Anda pasti mulai mengangguk-angguk membenarkan pernyataan saya.

Ketika duduk di bangku kuliah, saya pun menemukan banyak mahasiswa yang manja, penakut, rasa percaya diri rendah, dan memilih pasif dalam banyak kegiatan akademis. Alhasil menciptakan lulusan-lulusan serba biasa saja yang tidak dapat dikatakan telah menjadi manusia dewasa.

Sesekali saya sempat merasakan hal yang sama. Tapi memang dasar sifat dan prinsip saya ingin selalu berbeda dengan orang lain (ingin selalu diperhatikan) sering sekali saya menembus rasa takut saya sendiri, tanpa banyak berpikir baik buruknya. Toh sekarang sepertinya lebih banyak baiknya, hehehe.

Rasa takut itu kemudian meresap ke daging dan menyebar ke seluruh jaringan pembuluh darah. Alhasil menjadi sesuatu yang mendarah daging. Hingga penyakit akutnya adalah takut bermimpi banyak, takut memiliki obsesi, dan takut berambisi tinggi. Jangankan berambisi, bermimpi saja tidak berani? Ketiga hal tersebut adalah hal yang sepertinya lebih sering mendapat konotasi negatif daripada positif, di lingkungan saya.

Orang yang bermimpi terlalu banyak akan mendapat tanggapan, “ Alah si Lia ni tinggi kali imajinasinya. Jauh kali yang dibayangkannya.”

Orang yang memiliki obsesi akan mendapat tanggapan, “Jangan terlalu terobsesi Lia, nanti banyak kecewanya loh.”

Orang yang memiliki ambisi akan mendapat tanggapan, “Ambisi banget sih, biasa-biasa aja kali. Jalani hidup seperti air mengalir sajalah Lia.”

Saya sering sekali menggerutu dalam hati dan menjawab lantang tanggapan orang-orang loyo seperti itu dengan kalimat yang separuh nasehat separuh candaan, seperti ini:
Hei, dengar deh sini. Kalau bermimpi itu bagusnya tinggi-tinggi. Kalau kamu jatuh atau belum bisa mencapai mimpi mu itu, kamu tinggal berpikir bahwa, “ah pantas saja aku susah menggapainya, mimpiku kan tinggi”. Orang-orang sekitar pun akan memahaminya dengan cara yang sama dan mengharuskanmu berjuang lebih keras lagi. Sekarang bayangkan kalau mimpi mu itu rendah atau biasa-biasa saja. Dan ternyata kamu jatuh dan belum bisa menggapainya. Lantas orang-orang sekitarlah yang terlebih dahulu berpikir, “Aduh bego banget sih, mimpi cuma segitu aja masa ga kesampaian?”. Dan kamulah yang kemudian menyusul di belakang mengikuti cara pikir orang lain, kemudian stres sendiri.

Sebenarnya kisah di atas bisa saja ditukar-tukar tanggapannya karena sebenarnya segala sesuatu kembali ke diri kita sendiri, tergantung karakter masing-masing individu. Akan tetapi saya yakin kebanyakan cerita akan cenderung seperti yang saya katakan di atas.

Pikirkanlah.

Kalimat separuh nasehat separuh candaan itu tidak sekali dua kali saya berikan kepada orang lain. Sering sekali. Bahkan pernah saya berikan kepada orang yang sama berkali-kali. Kebanyakan dari mereka mengangguk setuju dan kemudian perlahan mengubah cara berpikirnya dan mulai berani berambisi, berani bermimpi. Tapi tidak jarang juga ada orang yang berkepala dan berhati bebal, susah menerima pandangan orang lain, yang kemudian memilih mengunci dirinya menjadi “be myself” yang sesat (nanti saya akan berbagi sesuatu tentang “be myself” yang sesat).

Saya adalah orang yang berimajinasi tinggi, penuh mimpi-mimpi yang mungkin belum pernah singgah di kepala orang lain yang seumuran dengan saya, saya terobsesi pada ambisi dan mimpi-mimpi saya, bahkan tidak sekali dua kali saya mengalahkan diri saya sendiri hanya untuk menggapai mimpi tersebut. Pokoknya harus tercapai! Itulah yang sering sekali saya tancapkan di hati saya.

Siapa bilang pandangan seperti itu adalah bagus sekali? Tidak. Saya telah mengalaminya. Saya berprinsip seperti itu terus menerus, sehingga akhirnya saya sering mengarah ke arah tidak halal atau jalur ilegal. Seperti misalnya, ingin nilai sempurna, saya pun mencontek. Padahal kalau tidak mencontek nilai saya sudah bagus juga sekitaran 80 ke atas. Atau saya ingin beli tas kuning yang baru dan mahal, lalu saya menjual sedikit kepandaian saya dengan membuatkan tugas teman-teman saya dan meminta uang Rp 20.000 untuk setiap permintaan.

Kadang saya tertawa sendiri mengingatnya, saya menghalalkan segara cara hanya untuk memuaskan batin saya atas telah tercapainya sebuah mimpi saya. Dan ntah kenapa alam sepertinya selalu mendukung saya hahaha. Mungkin memang begitulah cara alam mengajari kita untuk tahu mana yang benar dan salah.

Itulah yang sebenarnya dikatakan proses. Seiring berjalannya waktu saya mengerti cukup banyak hal dalam bermimpi dan berambisi yang baik dan benar. Mimpi adalah tujuan, ambisi adalah motornya, obsesi adalah bahan bakarnya dan kata hati adalah pengontrolnya.

Contohnya seperti ini:
Saya memiliki mimpi untuk membeli hape keluaran terbaru. Sayapun setiap hari memikirkannya, memikirkan hal-hal positif yang bisa saya lakukan dengan hape baru tersebut. Saya mulai terobsesi atas mimpi itu. Lalu mulailah ambisi saya bergerak. Saya mulai merencanakan hal-hal untuk membeli hape tersebut. Saya survei jenis-jenis dan harganya. Saya survei cara pembeliannya apakah ada yang bisa dicicil dan bagaimana caranya. Saya kemudian mulai memperhitungkan pendapatan dan pengeluaran saya seminggu, dan menentukan tabungan. Kemudian membandingkannya dengan cicilan hape tersebut. Ternyata uang tabungan saya masih kurang, lalu saya memikirkan jalan keluar lain. Mulai dari jualan kecil-kecilan, minta tambahan dari mama, atau mengurangi pengeluaran. Begitulah obsesi menghidupkan ambisi agar bergerak sebagai motor yang akan membawa saya ke mimpi (tujuan) tersebut. Di tengah jalan pastilah akan terpikir jalur ilegal seperti, berbohong kepada orangtua dengan mengatakan ada keperluan sekolah atau sebagainya. Hal yang bisa mengontrol motor itu adalah kata hati. Saya mengembalikan semuanya kepada hati nurani saya. Biasanya hati nurani mengontrol dalam bentuk pertanyaan pertanyaan yang akan mengembalikan pilihannya kepada kita sendiri.
Apakah hati dan batin saya puas, jika saya mendapatkan mimpi tersebut dengan jalan ilegal? Apakah hati saya senang dengan membohongi orangtua saya hanya untuk sebuah hape? Apakah saya benar-benar sangat membutuhkan hape tersebut sehingga harus menambah daftar dosa dengan membohongi orangtua? Apakah saya bisa membanggakan hape ini kepada orang-orang jika sebenarnya separuh uangnya hasil berbohong kepada orangtua?
Setelah saya mengetahui bagaimana tanggapan hati nurani. Saya pun dapat memilih, mengontrol motor (ambisi) saya untuk berjalan sedikit lebih pelan (mengundur waktu untuk membeli hape), atau memberinya minyak yang selalu full (semangat tinggi) sehingga saya bisa berjuang lebih gesit ketika jalannya mendaki (harus mengurangi pengeluaran sehingga tabungan meningkat).
Yang manapun yang menjadi pilihan saya, yang jelas mimpi saya akan tercapai. Saya akan memiliki hape baru tersebut. Jika ingin cepat, maka harus semangat dan kerja keras tinggi. Jika belum terlalu urgen dalam waktu dekat, mimpi bisa diundur (tapi tetap pasti) sedikit lebih lama, misalnya rencana cicilan 6 bulan jadi cicilan 1 tahun.

Benarlah bahwa segala sesuatu yang murni menjadi kata hati nurani selalu cenderung kepada hal-hal yang benar dan bijak. Kecuali orang tersebut telah terbiasa berbuat jahat dan curang dalam kehidupannya sehingga hati nuraninya pun telah berkabut dan tidak mampu lagi mengarahkan pemiliknya kepada hal yang benar dan bijak.

Begitulah sekilas bagaimana proses kerjasama antara mimpi, ambisi, obsesi, dan kata hati dalam kehidupan kita.

Tanpa minyak yang berkualitas tinggi (obsesi) maka motor (ambisi) kita akan berjalan kurang maksimal atau setengah-setengah, bahkan mungkin bisa rusak di tengah jalan. Tanpa motor (ambisi) yang berkualitas tinggi, kita tidak akan bisa mencapai tujuan (mimpi) sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, bisa karena tersendat-sendat atau karena tidak kuat mengangkat beban yang terlalu berat. Dan tanpa pengontrol (kata hati) yang benar dan bijak, kita tidak akan mencapai kepuasan batin setelah menggapai mimpi tersebut, kita akan tergoda untuk berjalan di tepi jurang saja daripada harus berjalan di jalan yang banyak batu dan kerikil. Bayangkan, salah-salah jalan, kita bisa masuk jurang kan?

Nah, sekarang apakah Anda masih berpendapat bahwa bermimpi, berambisi dan memiliki obsesi yang tinggi akan berkonotasi negatif? Jika Anda masih berpendapat begitu, itu tandanya Anda meragukan kekuatan kata hati nurani Anda. Karena jika Anda yakin pada kekuatan hati nurani Anda, mimpi, ambisi, dan obsesi yang tinggi tidak akan menghantarkan Anda pada jalan yang salah, malah sebaliknya, Anda akan sampai di tujuan dengan kepuasan batin yang amat luar biasa tak tertandingi.

Jika Anda memanglah pribadi yang meragukan kata hati Anda, maka yang harus Anda lakukan adalah memperkuatnya. Caranya sangat mudah karena kebetulan kita tinggal di negara yang beragama. Yaitu sesering mungkin untuk berdoa atau berkomunikasi dengan Tuhan, rajin beribadah, dan biasakan melakukan hal-hal yang benar dan baik sesuai perintah Tuhan. Percayalah, kati hati Anda sangat kuat dan Anda bisa mendapatkan banyak keajaiban di hari-hari Anda.

Maka dari itu proses telah menciptakan saya sebagai individu yang lebih banyak merasakan dan menikmati kepuasan batin dalam hidup saya, bahkan kepuasan yang belum seharusnya saya nikmati di umur saya. Jangankan orang lain, saya sendiri saja masih tidak percaya bahwa saya telah melalui cukup banyak hal di luar dugaan.

Akhir cerita, hal yang ingin saya sampaikan adalah seperti ini. Anak-anak dan remaja pada dasarnya adalah generasi yang rentan, baik secara fisik maupun mental. Mengapa? Karena mereka secara psikologi belum masuk ke dalam tahap dewasa. Semasa anak-anak dan remaja seharusnya diberikan banyak hal-hal positif yang bersifat membangun.

Lingkungan adalah tempat yang paling berpengaruh terhadap karakter mereka. Lingkungan keluarga bagi anak-anak dan lingkungan pergaulan pertemanan serta pendidikan bagi remaja. Jika lingkungan lebih banyak memberikan hal negatif, maka jangan salahkan suatu saat mereka tidak menjadi individu yang dewasa. Salah satu kebiasaan buruk yang saya maksud adalah mencemooh. Atau kurangnya sifat menghargai dan mengapresiasi perbuatan orang lain. Hal kecil tapi berdampak besar.

Kebiasaan mencemooh akan menciptakan generasi bermental kerupuk yang cenderung pasif dan tidak punya inisiatif. Sementara kebiasaan memuji (dengan benar) akan menciptakan generasi penuh percaya diri, bermental baja, dan cenderung aktif, berinisiatif, dan kreatif. Dan janganlah memuji (dengan salah) hanya untuk kepentingan pribadi, alias hanya ingin mendapatkan uang dari kesuksesannya, ingin itu ingin ini. Karena itu akhirnya hanyalah menciptakan karakter yang susah bergaul, memiliki ketidakpercayaan yang tinggi terhadap orang lain, dan penuh dengan prasangka buruk yang tidak terkontrol.

Walaupun sebenarnya segala sesuatu itu tetap kembali tergantung pada individunya (contohnya saya yang walaupun lahir di kondisi banyak cemoohan tapi tetap bisa kuat), tetap tidak ada alasan untuk membenarkan setiap tindakan mencemooh. Seperti "itu proses pendewasaan", "harus bisa jadi katak tuli", "itulah namanya hidup", dan semacamnya. 

Saya sendiri tidak tahu apa fokus tulisan ini, tentang larangan cemooh atau konsep mimpi ambisi obsesi kata hati. Tapi yang jelas, stop cemoohan dan mari berambisi! ^_^

Kamis, 29 Mei 2014

Jangkar dan Salib

Kali ini gue pengen berbagi cerita tentang Jangkar dan Salib (Anchor and Cross)


























Jangkar dan Salib adalah dua liontin kalung yang sudah beberapa bulan ini gue pake kemanapun, dalam kegiatan apapun, dan bertemu siapapun.

Gue mutusin buat share ini di blog, setelah sekian kali banyak yang bertanya tentang, “Mengapa kamu jadikan satu, liontin salib dan jangkar di kalungmu?”

Yang pertama perlu lo tahu adalah ini : Jangkar menjadi simbol utama Kekristenan selama periode penganiayaan Romawi. Simbol abad pertama pada awalnya bukanlah salib tetapi jangkar.

Penggunaan jangkar dalam Kekristenan menggemakan Ibrani 6:19-20 : "Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.”

Mengapa Jangkar? Karena jangkar melambangkan stabilitas, ketenangan dan kekuatan.
Lalu apa hubungannya dengan pengharapan? Pengharapan adalah jangkar bagi jiwa. Pengharapan dan jangkar itu sesuatu yang kuat dan memberikan keamanan atau ketenangan.
Maka dari itu gambaran yang ditulis penulis kitab Ibrani sangat tepat menggambarkan hal ini.

Pengetahuan di atas juga baru gue ketahui akhir-akhir ini (dari google) untuk memperkuat tulisan gue. Sementara sebelum gue tahu tentang makna di atas, gue udah punya keyakinan tersendiri akan makna Jangkar dan Salib.

Menurut gue sendiri makna nya adalah seperti ini :

Jika berbicara tentang jangkar, maka kita berbicara tentang Laut dan Kapal.

Nah, laut itu sendiri adalah suatu lokasi yang menakutkan dan berbahaya karena kemisteriusan apa yang ada di dalamnya. Gue beranalogi, bahwa laut itu adalah dunia kita ini, kehidupan kita di bumi kita ini. Dimana segala sesuatu tentang kejahatan merajalela dan godaan untuk berbuat dosa itu adalah gelombang, hembusan angin, atau arus laut.

Kapal adalah analogi untuk kita manusia. Kita adalah kapal yang selalu harus berlayar dalam kehidupan kita masing-masing untuk menuju Pulau Tujuan kita masing-masing. Memecah hantaman gelombang dan kerasnya batu karang. Untuk tau luasnya samudra, dalamnya lautan, bersahabat dengan ikan-ikan. Hingga akhirnya sampai di Pulau Tujuan. Dalam hal ini, bagi saya adalah Kehidupan Abadi di Surga. Tetapi sejauh apapun berlayar, semua kapal selalu butuh waktu untuk beristirahat, untuk berlabuh. Dan bukankah tempat paling aman dan nyaman untuk sebuah kapal adalah di pelabuhan? Tapi tanpa jangkar yang kuat,  kapal tidak akan lihai menghindari gelombang, arus laut, dan hembusan angin.

Sementara itu jangkar dalam fungsi nyatanya adalah sebagai alat penambat kapal ke dasar perairan, di laut. Jangkar dihubungkan dengan rantai yang terbuat dari besi ke kapal. Jangkar didesain sedemikian kuar sehingga dapat tersangkut di dasar perairan. Dengan adanya jangkar ini memberikan suatu jaminan stabilitas dan kekuatan bagi kapal di tengah kondisi yang menakutkan.

Maka dari itu jadikanlah Tuhan, dalam konteks saya yang Katolik yaitu Yesus Kristus sebagai jangkar bagi kehidupan kita. Sebagai pedoman pembatasan pergerakan kita pada saat kita berlabuh. Supaya kita bisa tetap berada pada kedudukan kita walaupun ada tekanan dari arus laut, gelombang, angin, dan sebagainya.

Kemanapun kita akan berlayar selalulah bawa Jangkar yaitu Tuhan.

Di pulau manapun kita akan berlabuh, jadikanlah Tuhan sebagai Jangkar.

Salam damai untuk semua umat beragama.



^_^

Rabu, 16 April 2014

Foto Gue Donk!

Awal dari muncul nya niat buat nulis malam ini adalah setelah ada seorang teman yang ngirim pesan begini, “Woy, ga malu apa, share foto bareng pacar yang beda-beda terus?”

Lalu ada temen yang tiba-tiba bercanda nyeletuk begini, “Semua foto aja dishare. Pengen eksis ya?”

Kemudian pernah ada temen yang sebelum dia minum jus buah, sempat ngomong begini, “Foto terus deh, ga bosan-bosan apa?”

Ditambah lagi ada yang sedikit lebih pedas seperti ini, “Foto-foto palingan cuma buat pamer di facebook atau twitter doank, seringnya minta ampun, haha”

Oke. Sebelumnya gue minta maaf. Buat semua teman yang ngerasa pernah ngomong begitu ke gue, gue ga marah kok. Cuma ya, izinkan gue memberi sedikit penjelasan.

Mulai.

Sebenarnya tulisan kali ini udah setengahnya gue jadiin status di facebook. Ga nyangka banyak yang like, dan yang komen pada bilang setuju. Ini printscreennya.



Nah jadi begitu lah sebenarnya gue.

Bukankah tidak ada hal yang benar-benar sejati dalam hidup ini, termasuk kebahagiaan itu sendiri?

Teman atau sahabat yang paling dekat, bisa jadi kawan yang paling jauh.
Makhluk yang hidup, suatu saat akan meninggal.
Pacar yang terbaik, bisa jadi mantan yang terburuk.
Suami istri yang mesra bisa saling membenci, bahkan bercerai.
Keluarga yang harmonis, bisa bertengkar.

Lihatlah! Semua benda, kondisi, dan semua orang dalam sebuah foto pasti akan berubah suatu waktu. Tapi bagaimana segala kenangan di dalamnya? Akan tetap abadi.

Berbicara tentang kenangan, maka kita akan berbicara tentang masa lalu. Ya gue yakin lo udah sering dengar dan baca banyak kata bijak yang intinya menyampaikan betapa pentingnya masa lalu. Ntah itu dibungkus dalam kata “sejarah”, dibungkus dalam istilah “fungsi kaca spion”, atau dibungkus dalam banyak bahasa asing lainnya.

Hal tersebut bukan sekedar kata-kata bijak yang sifatnya mengada-ada atau fiksi. Hal yang gue sampaikan di atas ikut didukung oleh hasil uji ilmiah loh! Nih, lo bisa beli buku ini. Penulisnya adalah seorang psikolog terapi tradisional yang awalnya juga skeptis tentang “pentingnya masa lalu”, tapi akhirnya menolong ribuan orang untuk terhubung dengan kehidupan lampau si pasien dan mengalami penyembuhan yang luar biasa.


Judulnya “KEAJAIBAN”. Dengan sub judul, “Transformasi Kekuatan Penyembuhan dari Ingatan Masa Lalu.”

Inti dari buku ini adalah, bagaimana regresi kehidupan lampau adalah kunci bagi tujuan spiritual kita. Kesadaran bahwa kita memiliki kehidupan berulang, terpisah dari jeda spiritual lain, membantu untuk menyingkirkan rasa takut terhadap kematian dan membawa lebih banyak kedamaian dan suka cita pada pembacanya.

Buku ini akan mengungkapkan bagaimana kita bersentuhan dengan kehidupan lampai kita secara mendalam dan permanen menyembuhkan pikiran dan tubuh. Pada akhirnya, kita menjadi terinspirasi, terbarukan, dan yakin terhadap kebenaran bahwa kita adalah makhluk abadi yang bebas untuk menyembuhkan luka kita sekarang melalui pengertian yang lebih baik tentang masa lalu kita.

Jadi praktik berfoto adalah salah satunya. Praktik untuk membantu meningkatkan kehidupan kita sekarang, berevolusi di sepanjang jalan spiritual kita dan idup setiap hari dengan tujuan.

Maka dari itu, berfotolah! Berfotolah dengan penuh makna dan syukur!

Ckrik!



Senin, 10 Maret 2014

Otak Vs Hati

O : Mengapa kau terlalu cepat memaafkannya?
H : Sekarang atau besok tidak ada bedanya, bagaimanapun juga aku tetap harus memaafkannya, bukan?
O : Tapi, mengapa begitu cepat? Tidak kah kau terluka?
H : Kau hanya tidak tahu bagaimana diacuhkan dan dianggap tidak ada, adalah lebih menyakitkan.
O : Maksudmu? Aku sungguh tak mengerti.
H : Seperti ini. Kau adalah bunga yang layu. Ada seorang nenek tua yang setiap hari hanya menginjakmu, karena dia tidak jelas melihatmu. Tapi di hari pertama, ketika nenek itu telah merasa menginjak sesuatu, dia berbalik, menunduk ke arahmu, meludahimu dan berkata, “Maaf, besok aku tidak menginjakmu lagi.” Lalu besoknya, dia menginjakmu lagi, tapi telah membawa air untuk menyirammu. Dia hanya benar-benar tidak bisa melihatmu dan mengingat dimana persis posisimu.
O : Hmm. Dia pasti benar-benar sudah tua.
H : Bagaimanapun kau pasti sakit kan?
O : Tentu.
H : Lalu ada juga seorang gadis cantik yang selalu membawa botol minuman di lehernya, tapi tidak pernah berniat menyiramimu. Dia hanya melewatimu, kadang menginjak, kadang tidak. Tapi ketika dia menginjakmu, dia berlalu tanpa peduli apa-apa. Apa yang kau rasakan?
O : Aku berharap bisa membesar dan membunuhnya.
H : Bagaimana pendapatmu tentang dua kondisi itu?
O : Bagaimanapun baiknya si nene, aku tetap akan mati jika dia menginjakku terus. Tapi, walaupun si gadis tidak selalu menginjakku, tapi karna aku bunga yang layu, aku akan tetap mati perlahan jika tidak diimbangi dengan air.
H : Lalu, kau belum juga mengerti?
O : (menggeleng)
H : Walaupun dengan cara diinjak, bukankah kau merasa lebih “hidup” ketika dia meminta maaf, memberimu air, dan menganggapmu “ada”?
O : Tapi intinya aku tetap saja harus mati kan?
H : Belum tentu. Jika kau mau sedikit berusaha dan banyak bersabar hingga menunggu si nenek membeli kacamata dan dia akan menyadari bahwa kau terlalu buruk untuk hidup di jalan. Dia akan merawatmu di rumahnya, lalu tumbuh hingga berbunga cantik.
O : Kau hebat.

H : Aku hanya membantu, agar kau berfungsi. Dasar otak! Haha.

Minggu, 02 Maret 2014

Love Both!

Perkenalkan, mereka adalah dua adam teratas dalam kategori orang yang paling gue sayang sekarang.


Ketika setiap orang punya masalah dalam kehidupannya masing-masing, gue punya mereka berdua sebagai penenang jiwa gue. Ketika setiap orang punya aktivitas dan kesibukannya masing-masing, gue punya mereka berdua sebagai pelepas kejenuhan gue. Di satu sisi gue ngerasa bahagia dengan sederhana dengan keberadaan mereka. Di sisi lain, gue sering bertanya, “Sejauh mana mereka ngerasain hal yang sama terhadap gue ya?”

Kita mulai dari sebelah kiri. Nama dia Deby Zuriatmo. Salah seorang senior satu fakultas di kampus, yang notabene kurang lebih udah dua bulan jadi pacar gue. Dengan cara berkenalan yang cukup abstrak, dan intensitas komunikasi yang cukup tinggi dalam waktu yang cukup singkat, seketika setiap senti urat nadi gue ga sanggup menolak kehadiran dia. Mungkin lo semua bakal kaget, kalau sebenarnya gue sendiri baru menyadari keberadaan seorang makhluk bernama Deby di fakultas gue itu sekitar 6 bulan yang lalu.

Waktu yang singkat, bukan berarti perjalanan kami tanpa cerita. Ga sekali dua kali gue secara pribadi jatuh bangun cuma buat ngebuktiin perasaan gue juga perasaan dia (gue ga tau yang dia hadapin). Bahkan kalo boleh jujur, sekian kali pacaran, ini kali pertama gue paling banyak diuji. Bahkan untuk hubungan yang masih sangat singkat, gue udah ngalamin perasaan paling down yang pernah gue rasain seumur hidup gue. Mungkin ini pertanda kalo hubungan ini emang bakal berat buat dipertahanin. Atau ini pertanda kalo hubungan ini sebuah hubungan yang pantas dipertahanin?

Gue pribadi ga terlalu peduli.

Apa yang gue rasain sekarang adalah, dia cukup mampu buat jadi seseorang yang gue butuhin. Gue ga benar-benar tahu tentang gimana perasaan dia ke gue. But ya, I don’t care. Sejak awal gue tahu gue suka dia, gue juga ga peduli dia suka juga atau nggak ke gue. Gue ngerasa apapun yang gue bilang ke dia, yang gue kasih ke dia, perasaan apa yang gue punya buat dia, satupun ga ada yang perlu dia balas ke gue. Ga tahu deh perasaan macam apa yang sekarang sedang menuhin dada gue.

Back to the topic. Seperti gue bilang tadi, dia jadi penenang jiwa or pelepas kejenuhan gue. Bukan berarti dia tipe pria humoris yang selalu punya segoni lelucuan. Bukan juga tipe pria romantis yang selalu punya seribu gombalan manis dan puisi-puisi cinta. Bukan juga pria yang selalu punya waktu buat ada di samping gue. Yap, dia bukan pria sempurna yang menjadi ideal setiap wanita. Percayalah, dia hanya pria biasa, yang gue minta untuk tidak bersikap dewasa di depan gue. Dia cuma pria biasa yang pengen gue mengerti. Dan dia hanya pria biasa yang tetap membuat kondisi di sekeliling gue menjadi biasa, normal, dan apa adanya. Yang pada akhirnya membuat gue merasa tenang, dan nyaman. Karena sering hidup sendiri dalam kondisi yang tidak biasa, membuat gue ga bisa hidup sendirian dalam kondisi yang biasa.

Sama seperti adam kedua. Namanya Takkas Abelio. Panggilannya Abel. Dia adik kandung gue nomor dua. I love him more than anything, even for my daddy or mommy. Sejak gue SD, satu hal yang selalu jadi prinsip gue ke dia adalah : “Gue bakal ngelakuin semua yang pengen gue dapatin dari kakak dan abang gue ke dia.”

Ya, setiap hal-hal yang gue lakuin bareng dia, adalah kondisi dimana gue nganggap dia itu kaya diri gue sendiri. Setiap hal yang gue lakuin adalah, gue nganggap ngelakuinnya buat diri gue sendiri. Kalau gue bisa buat dia seneng, maka yang gue buat seneng itu adalah gue. Begitu seterusnya dan sebaliknya. Haha.

Sama seperti Deby, Abel bukan pria humoris, romantis, atau ideal. Tapi keberadaan dia dalam hidup gue, memunculkan perasaan bahwa keberadaan gue dibutuhkan. Bisa dibilang, separuh nafas gue ada di dia. Bukan berarti kami bukan kakak adik yang benar-benar dekat, bukan berarti kami ga pernah beranteman. Tapi ikatan saling membutuhkan di antara gue dan dia, adalah ikatan dengan intensitas kebutuhan paling tinggi yang gue rasain dalam hidup gue, di banding ke anggota keluarga gue yang lain.

Memiliki mereka berdua dalam hidup gue sekarang adalah kebahagiaan tersendiri buat gue. Yang gue yakin ga dimiliki orang lain dalam hidupnya. Gue punya keyakinan tersendiri, kalau selagi mereka berdua masih hidup, gue bisa ngejalanin hidup sebaik mungkin, senormal mungkin.

Mempertemukan mereka berdua dalam satu waktu dan tempat yang sama, juga memberikan sensasi tersendiri buat gue. Ini foto gue ambil tadi malam. Sekarang Abel kelas 3 SMP, waktu yang pelik buat dia dengan segudang ujian yang harus dia lewati. Belum lagi masalah kecil di rumah, yang gue yakin secara psikologis ngaruh ke dia. So, Minggu malam, setelah pulang misa di Gereja, gue ngajak Abel nangkring di Coffee Toffee, salah satu tempat nongkrong baru di Padang. Hari itu gue juga iseng ngajak Deby buat nyusul ikutan ngumpul, ga ngarep banget sih dia bisa datang, ternyata dia bisa, tembus langit ke tujuh deh gue. Dengan posisi duduk dimana gue bisa mandang wajah mereka berdua bersamaan, benar-benar sesuatu yang tidak bisa dijelaskan rasanya.

Melihat mereka bisa tertawa di waktu yang sama, karena hal yang sama, cuma bisa bikin gue bilang berkali-kali dalam hati, : “Oh, Tuhan! Terimakasih banyak! Puji namaMu sepanjang masa!”




Tentang Kekuatiran


Jadi gini, setelah 2 minggu gue absen, akhirnya minggu ini gue ke Gereja juga. Injil misa kali ini menurut gue layak untuk di share. Ini bukan dalam hal kristenisasi atau ngajak lo semua percaya isi alkitab gue sih, wakakaka, makanya sekali lagi gue ingetin, kalo emang hati ama pikiran lo susah buat dibuka, mending berenti sampai di paragraf ini aja bacanya ya.

Baca dulu ya kutipan Injilnya. Dari Matius 6:24-34.

6:24Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon 6:25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? 6:26 Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? 6:27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? 6:28 Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, 6:29 namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. 6:30 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? 6:31 Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? 6:32 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. 6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. 6:34 Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

NB: Mamon = uang

Nah jadi gini. Gue dan lo, kita semua yang sekarang hidup di abad 21, ga usah munafik buat ngakuin kalo di zaman ini, kebutuhan akan uang dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat tinggi. Alias, semua-muanya butuh uang.

Kita dalam pergaulan pun masuk dalam kondisi keinginan yang tinggi untuk hidup mewah. Punya gadget tercanggih, nangkring di kafe termewah, beli koleksi fashion terbaru, atau liburan ke tempat-tempat terkeren. Sehingga akhirnya sadar ga sadar kita mulai menomorsatukan materi, kehidupan duniawi, yang ujung-ujungnya adalah UANG. Semua orang pun akhirnya berbondong-bondong mempersiapkan pengorbanan yang tinggi untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Pengumpulan kekayaan dengan segera menguasai pikiran dan kehidupan seseorang, sehingga akhirnya kemuliaan Allah tidak lagi menjadi yang utama.

Mengabdi kepada uang berarti menilainya begitu tinggi secara terus menerus, sama saja kita menaruh kepercayaan dan iman kita kepadanya, lalu memandangnya sebagai satu-satunya sumber jaminan dan kebahagiaan, menjadikannya harapan masa depan, juga menginginkannya lebih daripada menginginkan kebenaran dan Kerajaan Allah.

Dalam kutipan Injil di atas, Yesus tidak pula bermaksud bahwa mengadakan persiapan untuk kebutuhan fisik di masa depan adalah salah. Yang dilarang oleh Yesus adalah kekuatiran atau kecemasan yang menunjukkan bahwa kita kurang percaya akan pemeliharaan dan kasih Allah sebagai Bapa kita. Alias jangan sampai deh kita memiliki kekuatiran yang begitu berlebihan ketika kita tidak memiliki uang atau kemewahan duniawi.

JIKA DEMIKIAN ALLAH MENDANDANI.

Perkataan ini merupakan janji Allah kepada semua anak-Nya dalam zaman ini yang penuh kesulitan dan ketidakpastian. Allah telah berjanji untuk menyediakan makanan, pakaian, dan segala keperluan pokok. Kita tidak perlu khawatir; apabila kita membiarkan Allah memerintah dalam kehidupan kita, kita dapat yakin bahwa Ia akan mengambil tanggung jawab penuh atas semua orang yang berserah sepenuhnya kepada-Nya.

Mereka yang mengikut Kristus dihimbau untuk mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya atas segala hal lain. Kata kerja "mendahulukan" maksudnya adalah terjadinya keasyikan terus-menerus ketika sedang mencari-Nya, atau berusaha dengan sungguh-sungguh dan tekun untuk memperoleh-Nya.

Kristus menyebutkan dua hal yang harus kita cari:

1) "Kerajaan Allah" -- kita harus berusaha sungguh-sungguh agar kepemimpinan dan kuasa Allah dinyatakan melalui kehidupan dan doa kita. Kita harus berdoa agar Kerajaan Allah akan datang dengan kuasa yang luar biasa dari Roh Kudus untuk menyelamatkan orang berdosa, menghancurkan kuasa setan, menyembuhkan orang sakit, dan meninggikan nama Tuhan Yesus.

2) "Kebenaran-Nya" -- melalui Roh Kudus kita harus berusaha untuk menaati perintah Kristus, memiliki kebenaran Kristus, tetap terpisah dari dunia, dan menunjukkan kasih Kristus terhadap semua orang.

Dan gue paling suka ayat yang ini : Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.

Gue emang tipikal orang yang ga terlalu banyak mikirin masa depan. Bukan berarti juga gue ga punya persiapan atau rencana buat masa depan gue. Tapi ya gue ga terlalu stres mikirin segala sesuatunya, ketika yang terjadi adalah sesuatu yang bukan gue inginin.

Contoh untuk masalah uang. Kalau dihitung-hitung dengan detail, sering banget pengeluaran gue jauh lebih besar daripada pendapatan gue. Tapi gue ga tahu, kenapa bisa sampai kayak gitu. Emang sih gue sesekali ngutang, tapi ya ga kerasa aja gitu kesusahannya. Ngutang juga gue ga pernah gede-gede gitu. Paling banter 15 ribu kan buat beli pulsa.

Ga sekali dua kali sih gue ngalamin keajaiban-keajaiban kecil kalau itu masalah uang. Contohnya ni kayak yang sebelumnya pernah gue share tentang kesempatan gue dapat beasiswa ke Jepang. Saat itu biaya yang perlu gue tanggung adalah biaya paspor ilegal (butuh sehari siap) total 900.000 rupiah. Latar belakangnya adalah gue ga punya tabungan sebanyak itu, dan orangtua gue mungkin bisa mati di tempat kalau gue minta uang sebanyak itu sama mereka dalam waktu yang singkat. Tapi ntah kenapa, yang namanya rejeki. Gue bisa-bisanya menangin lomba mahasiswa berprestasi di kampus, yang bikin gue dapat hadiah satu juta. What a miracle guys? Padahal gue akuin ya, karya tulis yang gue tulis untuk lomba itu, sebenarnya juga ga bagus-bagus banget, dan sifatnya ga akurat.

Oke masalah paspor selesai. Sekarang gue ngerasa dada lega, karena gue bisa ke Jepang. Urusan selesai. Sisanya semua dibayarin, alias beasiswa, kecuali uang jajan atau saku untuk keperluan pribadi (oleh-oleh dsb). But ntah kenapa gue ga juga ga ngerasa butuh cari duit, ngutang sana-sini. Menurut gue, yang penting gue pergi, kalo judulnya gue mesti ke Jepang tanpa buat duit jajan sekalipun, WHY NOT? But lagi-lagi yang namanya miracle terjadi tanpa paksaan gue. Sang ketua jurusan nyelipin duit sejuta ke kantong jaket almamater gue, dua hari sebelum keberangkatan. Hahaha. Lumayankan, gue punya sedikit bekal buat nikmatin gimana rasanya minuman kaleng di jepang, jajan di mini market mereka, naik settle bus, nyoba rasa sake, juga beliin oleh-oleh (walau sederhana) buat dosen dan teman-teman gue.

Atau nih contoh terakhir. Gue kemarin pergi ke Medan buat ikutin ujian beasiswa. Latar belakangnya masih sama, gue ga punya duit. Tapi kan gue niat buat ikut ujian, niat gue buat ikut ujian itu adalah salah satu bentuk persiapan gue ke masa depan. Tapi di satu sisi gue ga punya uang. Tapi ya gue ga khawatir banget. Di tabungan uang gue tinggal 300 ribu. Sementara untuk transport, makan, juga segala tetek bengeknya gue butuh 750ribu buat ke Medan. Sampai di hari keberangkatan gue ngutang sama temen gue untuk kelancaran kepergian gue. Ga peduli soal uang, yang penting gue harus pergi, uang itu masalah nanti. Gue harus belajar, gue harus ujian. Akhirnya gue berangkat dan nyampe Medan. Dan yaaa, sampai di Medan, oom gue yang di sana ngasih jajan 700ribu. Katanya ‘kebetulan om lagi ada rejeki’. Kalau bukan keajaiban, apa namanya coba? Jangankan utang sama temen, gue malah masih punya tabungan lagi buat beliin hadiah ulangtahun buat adek gue, dan beli sedikit oleh-oleh buat temen-temen.

Gue tipikal orang yang punya prinsip, seberapa banyak kita berbagi, segitu juga rejeki yang akan sampai ke gue, malah bisa jadi lebih berkali-kali lipat. Sifatnya emang keajaiban, kekuatan alam, rahasia Ilahi. Siapa sih cewek yang ga pengen punya wardrobe dengan koleksi fashion terbaru? Tapi gue tipikal cewek yang ga terlalu kuatir dengan koleksi apa aja yang gue punya. Sampai akhirnya mama gue sendiri yang suka ngomel, karna kasian lihat gue yang hobi pakai kaos bekas dia, atau kaos yang udah jadi baju tidur buat dia. #frontal

Begitu juga dalam hal ngadepin masalah. Gue orang yang ga terlalu rempong, selain dalam hal kuantitas jumlah update-an twitter ya. Gue punya prinsip, time will heal anything. Setiap orang punya masalah dan kekuatirannya masing-masing. Gue juga percaya Allah juga ngasih kita masalah itu biasanya sepaket sama solusinya. Udah mainstream ya kalimat gue? But, hey! Thats true, guys! Lagian apa rasanya coba kalo kita hidup, tanpa masalah? Kalah donk kita sama burung-burung di udara, yang tetap mesti mikir gimana caranya dia dapat makanan, besarin anaknya, hindari pemangsa dan sebagainya. Kalah donk kita sama rumput ilalang yang ga disiram, tapi tetep tumbuh, sekalipun dia tahu, semakin tinggi dia tumbuh, semakin cepat dia dipotong dan dibakar?

Jadi, itu kenapa tadi gue bilang, tulisan gue cuma buat lo yang open-minded. Karena ya sekalipun latar belakang gue nulis ini adalah ayat kitab suci gue, tapi bukan berarti gue pengen lo semua jadi Kristen semua. Tapi ya selagi segala sesuatu itu positif dan bisa diterima secara logika, apalagi bisa dipraktekin secara universal, kenapa gak kan?

Last, mulailah nikmatin hidup lo tanpa menomorsatukan uang dan materi. Mulailah merencanakan masa depan yang ada penyelenggaraan Allah di dalamnya.

Sehingga ga ada lagi yang perlu lo kuatirin. Ga ada lagi yang perlu lo keluhin.

Ingat, janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.

^_^

Kata-kata buruk, kalimat-kalimat jelek tentang generasi kita semuanya mungkin benar. Kecuali kita berani membalikkan keadaan. Orang-orang berpikir kita tidak akan bisa kembali dari zaman tempat kita berada sekarang. Kita tahu bahwa itu adalah lelucon. Tapi bekerja keras adalah bagaimana kita menangani masalah kita.

Menyerah adalah sesuatu yang kita tidak pernah lakukan .
Mengubah dunia kita menjadi lebih baik tidak akan mudah, tapi kita harus mencoba.
Melupakan saat itu adalah hal yang bodoh untuk dilakukan.
Mengasihi, menghormati, dan berbuat baik adalah cara kita saat pergi.

Hidup hanya untuk uang dan kekuasaan adalah pemborosan.
Dan kita tahu, kita benar-benar berhasil berpikir bahwa generasi kita adalah sebuah kegagalan .


Itu salah, kebenarannya adalah kita berada pada puncak, dimana umat manusia berkata, “Generasi kita terkenal, akan ketidakberadaannya.”