Kamis, 20 Desember 2018

CINTA BEDA AGAMA : Surat Terbuka untuk Papa dan Mama.


Dulu kalau saya minta sesuatu, "Ma beliin ini dong, ma beliin itu dong." Mama pasti bilang saya ini anak yang tidak pernah bisa bersyukur. Mama bilang saya harus ingat banyak anak-anak di jalanan yang tidak punya baju sama sekali, tidur di jalanan tidak pakai bantal. Kalau saya buang-buang makanan, mama bahkan suruh ingat anak-anak di Afrika atau Euthopia yang mati kelaparan. Sejak saat itu berusaha saya sekuat tenaga untuk tidak mengeluh, betapapun saya merasa saya kekurangan satu dan lain hal. Ntah itu masalah materi atau psikis.

Dalam dua tahun kemarin, ada laki-laki yang saya cintai, dengan amat sangat. Anak gadis kalian ini gila, isi kepalanya tidak semua orang bisa mengerti. Kebiasaannya juga aneh, ya namanya juga gila. Bahkan papa mama saja dari dulu juga sering kali bilang kalau kalian tidak mengerti cara berpikir saya. Tapi laki-laki itu mengerti saya. Dia mencintai saya, dia menjaga harga diri saya, dia peduli luar biasa dengan saya, memastikan saya makan dan tidur yang cukup, dia bahkan pernah mengantar saya ke rumah sakit tengah malam waktu saya sakit di perantauan, tidak peduli puluhan kilometer jarak dia tempuh untuk saya. Anak kalian ini merantau dan tidak pernah mengeluh lapar, bosan, sakit, tidak punya uang, itu semua karena Tuhan menitipkan laki-laki luar biasa itu di samping saya. Dalam urusan jaket saja, ntah sudah berapa jenis yang laki-laki itu belikan. Jaket parasut, jaket tebal dan hangat, jaket hujan kualitas terbaik, haha semua dia belikan untuk saya. Hanya demi memastikan saya tidak kedinginan setiap pulang kerja tengah malam atau saat sedang musim hujan. Tidak ada satu katapun yang saya lebih-lebihkan.
.
Tapi memang dia beda agama dengan kita. Kami sudah pisah dan dia sudah mencintai perempuan lain. Papa dan Mama tenang saja. Laki-laki itu sudah bahagia dan tidak akan lagi mendekati anak gadis kalian ini, karena saya sendiri yang memaksanya untuk pergi.
.
Setahun sudah berlalu, mungkin waktu yang singkat. Tapi panjang bagi saya, karena asing sekali rasanya hidup di dunia yang tidak ada manusia yang mengerti saya. Tidak cuma satu atau dua, ada banyak laki-laki yang datangi saya. Kalau saya ceritakan detailnya, Papa dan Mama bisa kaget mati di tempat. Belum ada laki-laki yang mau mencintai rupa dan psikis saya, mengerti isi kepala saya, menjaga saya, tanpa saya harus membuka baju atau celana terlebih dahulu.
.
Kali ini ijinkan saya mengeluh, seandainya Mama dan Papa bersyukur, sedikit saja. Bahwa kalian beruntung. Banyak laki-laki di luar sana, walaupun dia seiman dengan kita, yang bisa saja menyakiti saya, mengkhianati saya, menduakan saya, membohongi saya, atau bahkan memperkosa saya. Mama dan Papa tentu membuka mata bahwa anak perempuan lain, ntah saudara, teman, atau tetangga kita yang hamil sebelum menikah, hamil lalu ditinggalkan suaminya, atau yang disakiti dan dibohongi berkali-kali. Tentang pergaulan bebas, obat-obat terlarang, hubungan sesama jenis, atau juga yang melajang seumur hidup.
.
Dulu saya pernah berpikir begini, "Wah kenapa laki-laki luar biasa seperti dia bisa begitu mencintai saya yang biasa saja ini ya? Terimakasih Tuhan, telah mengabulkan doa orangtua saya. Sehingga saya tidak jatuh ke dalam percobaan."
.
Jaman sekarang ini, laki-laki mana yang tidak mencari keuntungan untuk dirinya sendiri sebelum dia mencintai seorang perempuan? Sementara itu anak gadis kalian ini tidak begitu cantik, tidak begitu pintar, kalian juga orangtua yang tidak begitu kaya. Malah ditambah buruk dengan kenyataan seorang saya yang gila. Seandainya kalian bersyukur sedikit saja, sekarang saya harusnya hidup lebih bahagia dan tentu tidak perlu membuat tulisan ini.
.
Sudah setahun dan doa saya masih sama, semoga yang semua orang bilang tentang -orangtua selalu tahu yang terbaik untuk anaknya- itu benar adanya.Juga, semoga -doa baik seorang Ibu selalu terkabul- itu adalah teori yang mutlak.
.
Karena kalau tidak, saya bisa saja terancam galau melajang sepanjang sisa umur atau terpaksa hidup bersama laki-laki yang seiman, tanpa peduli dia mengerti saya dan isi kepala saya.
.
Ma, Pa, tetaplah berdoa. Saya juga. Amin.

Senin, 03 Desember 2018

Kemampuan Apresiasi Masyarakat

JUDUL : Kemampuan Apresiasi Masyarakat Sosial Media terhadap Publikasi Visual Wanita.
.
LATAR BELAKANG :
.
Pekerjaan yang paling saya gemari dari kecil adalah observasi. Saya dibesarkan sebagai anak yang pasif, lebih banyak melihat, mendengar, mencoba menerka, menguji, dan menilai. Banyak sebab. Mulai dari jarak usia saya dan kedua kakak cukup jauh, kurang lebih 8 tahun. Kedua orangtua yang bekerja. Serta terbiasa menghabiskan waktu dengan berbagai jenis manusia, mulai dari nenek, pengasuh yang berganti-ganti, tante, atau bahkan tetangga. Bagaimana nenek mencemaskan anak-anaknya setiap menonton berita, pengasuh yang bercinta-cintaan dengan tetangga, tante dan om yang membicarakan masalah keuangan, atau tetangga yang membicarakan orangtuaku.
.
Saya berpikir, "Mengapa ya mereka bisa seperti itu di dekatku?" Kemudian saya berhipotesa, "Orang dewasa selalu berpikir anak-anak itu tidak tahu apa-apa." Berikut hari demi hari saya mencoba bersikap dan bertindak seperti yang mereka pikir. Saya diam, dan pura-pura saja tidak mengerti apa. Tapi ya namanya anak-anak, kemampuan analisa saya terbatas. Akhirnya saya tidak bisa mengontrol tubuh saya, dan membiarkan diri saya menyerap keputusan saya itu menjadi kebiasaan saya, hingga kini.
.
KAJIAN TEORI :
.
Saya tidak akan lupa, betapa sering mama berujar, "Lia, jangan bicara tentang yang kamu tidak tahu." Begitulah kenapa saya dan saudara tidak terbiasa bercakap kotor, walaupun sejak SD teman-teman saya sudah latah. Dan ini landasan awal mengapa saya menjadi pribadi yang selalu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, karena saya ingin bisa berbicara banyak.
.
Di kota kelahiran saya, perkara mengecup bibir pacar di depan umum adalah mendekati kategori perbuatan hina. Sementara di kota saya tinggal sekarang, berbicara bahwa saya masih perawan, adalah sebuah lelucon yang tidak akan dipercayai siapa saja.
.
RUMUSAN MASALAH :
.
1. Apakah unsur yang paling mempengaruhi kualitas apresiasi masyarakat?
2. Bagaimana perbandingan kemampuan apresiasi masyarakat terhadap tulisan dan gambar visual?
3. Apakah sebuah sistem sosial membedakan cara berpikir masyarakat pria untuk mengambil keputusan apresiasi terhadap seorang wanita yang sama?
4. Apakah laki-laki yang ada di sosial media saya ada yang terkualifikasi sebagai pria masa depan saya?
.
HASIL PENELITIAN : CONFIDENTIAL
.
KESIMPULAN : SERIOUS BUYER PLEASE INBOX.

Sabtu, 24 November 2018

Hati-Hati dengan Mulutmu!

Word is everything. Mungkin 'ngomong' nya bagi kita gampang, atau maksud hati ingin kasih saran. Atau bagi kita ini cuma kata-kata candaan yang  sebenarnya udah berserakan di dunia maya karena dianggap quote keren. Tapi gak semua telinga prosesnya sama. Alih-alih terdengar motivatif, eh yang dengar ternyata malah berujung struggling sekuat tenaga di ujung malam. Berjuang supaya gak ambil pisau, ambil tali, atau ntah menabrakan diri setelah dengar kita ngomong.
.
If you guys really love me. I'll let you know what word hurt me deeply inside. Mungkin banyak yang ngerasa pernah ngucapin nya, tapi percayalah, saya gak pernah menyalahkan orang untuk sesuatu yang kalian tidak tahu. That is my favorite Jesus's word that strongly working in my life.
.
1. "Banyak loh orang di luar sana yang gak seberuntung kamu. Kamu itu kurang bersyukur."
2. "Kamu punya masalah apa sih? Cuma cinta-cintaan doang udah kaya apa aja."
3. "Kamu loh cantik, pinter ini pinter itu, be positive dong."
4. "Come on, jangan lebay dong. Kayak orang paling menderita sedunia."
5. "Umur masih muda, gitu aja galau?"
6. "Kehabisan obat ya? Atau belum minum obat?"
7. "Makanya rajin dong ke Gereja. Dekatin diri sama Tuhan."
8.  "Jangan semua omongan orang diambil hati. Kamu terlalu baperan."
9. "Semua orang punya sedihnya masing-masing. Bahagia itu pilihan, ada di dalam diri kamu sendiri."
10. "Jangan moodyan gitu dong, aku capek."
11. "Kamu kenapa, kayaknya sedih banget?"

Minggu, 15 Juli 2018

Sumba Kali Kedua : Tentang Perawan dan Rindu.

Kali ini sepertinya aku datang di musim yang berbeda. Ada tiga hal yang tidak kutemui tahun ini. Langit tak berawan, ternak yang kurus kering, dan bintang laut di bibir Pantai Walakiri. Awal kedatangan, sempat aku kecewa, bertanya-tanya mengapa langit berawan yang menyambutku. Tapi hari-hari berikutnya, kulihat sapi dan kuda yang berserakan di padang rumput. Mereka kini sudah jauh lebih tambun, walaupun sempat kulihat seekor anjing yang sangat kurus di pinggir jalan. Apakah karena langit berawan, hujan turun, rumput menjadi subur dan ternak menjadi segar? Tahun lalu, aku bergidik tidak percaya melihat sapi yang kulitnya memamerkan tulang rusuknya. Jika kau pernah menonton film seri Game of Thrones, ternak-ternak itu persis seperti ternak pasukan White Walker, mengerikan. Begitu juga dengan air surut di Pantai Walakiri, tidak ada bintang laut yang bisa kuajak bermain. Dulu saat liburan sekolah, orangtuaku sering mengirim aku dan saudaraku liburan ke Mentawai. Ntahlah laut apa itu namanya, aku dan sepupu-sepupu berenang sedikit dalam ke laut hijau bening. Masih aku ingat betapa senangnya aku pertama kali bertemu bintang laut. Kutangkap sebanyak mungkin dan kukantongi pulang ke rumah. Dua kali aku mengunjungi Pantai Walakiri demi melihat bintang laut, tapi nihil. Sedang bulan purnama, kata mereka. Aku mencepak, lalu melihat jauh ke tengah laut, berharap rinduku bisa sampai ke bintang laut yang kini sedang berenang di laut dalam. Di bibir pantai sedang banyak orang, kebanyakan tamu domestik, karena sekarang sedang liburan sekolah. Ah, beruntung juga bintang laut itu sekarang di tengah laut dalam. Daripada mereka harus mati karena terpijak tamu-tamu yang tidak kenal kasihan, datang berkunjung demi sebuah gambar bersama pohon mangrove berlatar matahari terbenam. Saat kepulangan, aku kemudian mengerti, langit indah bukan tentang berawan ataupun tidak berawan. Bak laki-laki jaman sekarang yang senang melihat wanita berparas cantik, tanpa peduli perawan atau tidak perawan. Toh jika ternak-ternak itu tambun dan sehat, manusia seperti aku juga yang ikut senang. Begitu juga bintang laut Walakiri yang sepertinya berbisik, "Rindu bukan berarti harus bertemu, ada saatnya kita harus sabar menunggu, semua juga demi kebaikan yang kita rindu."