Senin, 10 September 2012

Drama Jepang : KABUKI



Kabuki merupakan salah satu dari empat jenis drama tradisional Jepang. Perkembagan Kabuki diawali oleh seorang wanita yang bernama Izumi no Okuni dari kuil Kitano Temangu, Kyoto.  Tokoh inilah yang menurut pengamat Kabuki  dianggap sebagai tokoh yang berpengaruh dalam Kabuki. Kesenian garda depan yang dibawakan Okuni mendadak sangat populer, sehingga bermunculan banyak sekali kelompok pertunjukan kabuki imitasi. Pertunjukan kabuki yang digelar sekelompok wanita penghibur disebut Onna-kabuki (kabuki wanita), sedangkan kabuki yang dibawakan remaja laki-laki disebut Wakashu-kabuki (kabuki remaja laki-laki).
Dalam perkembangannya, kabuki digolongkan menjadi Kabuki-odori (kabuki tarian) dan Kabuki-geki (kabuki sandiwara). Kabuki-odori dipertunjukkan dari masa kabuki masih dibawakan Okuni hingga di masa kepopuleran Wakashu-kabuki, remaja laki-laki menari diiringi lagu yang sedang populer dan konon ada yang disertai dengan akrobat. Selain itu, Kabuki-odori juga bisa berarti pertunjukan yang lebih banyak tarian dan lagu dibandingkan dengan porsi drama yang ditampilkan.
Kabuki-geki merupakan pertunjukan sandiwara yang ditujukan untuk penduduk kota di zaman Edo dan berintikan sandiwara dan tari. Peraturan yang dikeluarkan Keshogunan Edo mewajibkan kelompok kabuki untuk "habis-habisan meniru kyōgen" merupakan salah satu sebab kabuki berubah menjadi pertunjukan sandiwara. Alasannya kabuki yang menampilkan tari sebagai atraksi utama merupakan pelacuran terselubung dan pemerintah harus menjaga moral rakyat. Tema pertunjukan kabuki-geki bisa berupa tokoh sejarah, cerita kehidupan sehari-hari atau kisah peristiwa kejahatan, sehingga kabuki jenis ini juga dikenal sebagai Kabuki kyogen. Kelompok kabuki melakukan apa saja demi memuaskan minat rakyat yang haus hiburan. Kepopuleran kabuki menyebabkan kelompok kabuki bisa memiliki gedung teater khusus kabuki seperti Kabuki-za. Pertunjukan kabuki di gedung khusus memungkinkan pementasan berbagai cerita yang dulunya tidak mungkin dipentaskan.

1.       Kostum Kabuki
Dalam penampilan kabuki, pemeran dalm kabuki selalu menghiasi rambutnya dengan berbagai aksesoris yang indah dan dihiasi dengan topi yang berbentuk seperti payung yang disebut dengan Nurigasa. Lalu, untuk menyamai penampilannya dengan seorang samurai, pemain kabuki membawa pedang yang diselipka di Obi nya. Sebagai aksesoris tambahan pemain menggunakan selempang berwarna merah di dada yang disebut Karaori. Pada Koraori tersebut, terdapat hiasan gong kecil yang disebut dengan kane. Jika sebelumnya pakaian yang di gunakan oleh penari adalah pakaian yang juga lazim digunakan oleh masyarakat umumnya, maka dalam kabuki penarinya menggunakan kostum berupa kimono dengan motif bunga-bunga yang indah dengan warna yang terang dan mencolok.
Kabuki mulai berkembang menjadi suatu bentuk teater bukan hanya karena bentuk taria yang diiringi musik saja, tetapi juga terdiri dri beberapa aktor profesional yang memenaskan suati cerita tertentu. Bisa dikatakan bahwa kostum tidak hanya mewakili karakter tokoh dan peran yang dimainkan, mencerminkan identitas dan status sosial tokoh yang bersangkutan, tetapi juga mendukung ketokohannya sekaligus, sehingga kehadiran dan peran yang di jalankan memperkuat tema cerita. Bisa diartikan kostum adalah pakaian yang khusus yang merupakan pakaian seragam bagi perseorangan, rombongan kabuki, dan kesatuan.
Perkembangan perbedaan kostum kabuki ini memiliki empat tahap yaitu, yang pertama, pemakaian Eboushi (topi samurai) yang digunakan oleh Ichikawa Danjuro dihiasi dengan semacam tali kecil yang terbuat dari kumparan benang yang berwarna merah, putih, dan hijau. Sementara Matsumoto koshiro juga menggunakan Eboushi yang dihiasi dengan tali kecil yang terbuat dari kumparan benang. Namun tali kecil yang di gunakan oleh Motsumoto Koshiro itu sendiri terdiri dari empat warna yaitu merah, putih, hijau dan ungu. Kedua, ichikawa Danjuro memakai Himo yang terbuat dari kain sutra yang berwarna putih, sementara itu Matsumoto Koshiro menggunakan Himo yang terbuat dari benang berwarna hijau yang digabungkan dengan cara dililit. Ketiga, ichikawa Danjuro menggunakan Juban(baju dalam) yang mempunyai kerah yang disebut dengan Eri(kerah baju). Sementara Juban yang digunakan oleh Matsumoto Koshiro tidak mempunyai kerah. Keempat, Sou (seperangkat pakaian yang terdiri dari pakaian luar dan celana dengan motif berlipat) yang di kenaka oleh Ichikawa Danjuro berwarna coklat kemerah-merahan, sementara sou yang digunakan Matsumoto Koshiro berwarna coklat.

2.     Unsur-unsur Penunjang dalam Pementasan Kabuki
Kabuki saat ini masih menjadi salah satu bentuk drama klasik Jepang yang sangat menarik, mempesona bahkan sampai sangat memukau setiap para penontonnya. Sebagai daya pesona dari drama klasik kabuki adalah pementasannya didukung oleh banyak unsur penunjangnya. Pada garis besarnya ada 6 unsur penunjung dasar, yaitu : Unsur tari, unsur pengiring, unsur panggung, unsur panggung, unsur peain, unsur cerita dan unsur penggunaan dialog.
2.1 Unsur Tari
Dalam pementasan drama kabuki, unsur tari menjadi penunjang yang sangat penting, karena bentuk tarian dapat menjadi klimaks dari suatu lakon yang dipentaskan. Ada 3 jenis tarian yang digunakan dalam pementasan drama klasik Kabuki yaitu tarian selingan, tarian drama dan tarian yang menunjukkan kepribadian, masing – masing tarian mempunyai waktu tampil dan tujuan tersendiri.
a. Tarian selingan
Tarian ini ditampilkan sebagai sisipan diantara pergantian babak dalam drama klasik kabuki, dengan tujuan untuk menghilangkan kejenuhan bagi penonton. Jenis tarian ini hanyalah sebagai pelengkap saja, tidak bermaksud membawa penonton pada jenis drama yang lebih komplek.
b. Tarian drama
Tarian ini ditampilkan dengan iringan musik secara lengkap, tarian ini bertujuan menunjang gerakan para pemain kabuki, dalam memainkan lakon yang diperankan oleh pemain yang bersangkutan menjadi sempurna. Biasannya tarian ini memaparkan suatu cerita secara lengkap sesuai dengan skenario drama yang dipentaskan.
c. Tarian yang menunjukkan kepribadian
Tarian ini merupakan tarian adat, yaitu suatu ekspresi tarian rakyat yang merefleksikan kehidupan yang diceritakan dan ditampilkan di atas panggung kabuki, Biasanya tarian ini merupakan tarian perorangan, sehingga menonjolkan pribadi seseorang.

2.2 Unsur Musik Pengiring
Instrumen yang digunakan dalam pementasan drama klasik kabuki sebagai musik pengiring adalah taiko (gendang), shamisen ( semacam gitar yang berdawai tiga), dan tsuzumi (=genderang yang dipukul-pukul dengan tangan). Kombinasi dari instrumen-instrumen tersebut di atas menghasilkan ekspresi bunyi-bunyi an asli seperti bunyi hujan, tiupan angin dan salju. Jenis musik pengiring yang mendukung tarian dalam pementasan drama klasik kabuki dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis yaitu Osatsume, Kiyomoto dan Nagauta. Osatsume adalah ekspresi musik yang dimunculkan hanya untuk adegan-adegan yang menakutkan. Kiyomoto adalah ekspresi musik pengiring untuk narasi nyanyian Jepang yang anggun sedangkan Nagauta adalah nyanyian indah yang ditampilkan dalam berbagai cerita, dan merupakan salah satu musik terpenting dalam pementasan drama klasik kabuki. Satu hal lain yang tidak boleh dilupakan dalam pementasan drama klasik kabuki adalah Hyosigi. Hyosigi adalah musik yang digunakan untuk menentukan kapan layar dibuka dan ditutup Semua alat musik yang digunakan dalam kabuki sangat sederhana, karena semuanya terbuat dari kayu yang digunakan dengan cara dipukul, kecuali shamisen dimainkan dengan cara dipetik dawainya dengan alat petik yang terbuat dari kayu.

2.3 Unsur Panggung
 Seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa drama klasik Kabuki pada awal mulanya tidak dimainkan di atas panggung, tetapi ketika Okuni diundang shogun Tokugawa untuk menunjukkan kebolehanny di istana kaisar di Kyoto pada tahun 1604, maka untuk pertama kalinya drama drama klasik Kabuki dipentaskan di atas panggung. Panggung pementasan drama klasik kabuki terbagi dalam 6 bagian utama yaitu :
a)    Atoza ( bagian belakang panggung)
Tempat ini biasanya ditempati oleh musik pengiring yang disebut dengan istilah ayashikata.
b)   Wakiza ( bagian samping kanan panggung)
Tempat ini biasanya ditempati oleh 8 atau 9 orang penyanyi.
c)     Honbutai (panggung untuk pertunjukkan)
Tempat ini merupakan tempat drama klasik Kabuki dipentaskan
d)    Hanamichi
Tempat ini adalah istilah yang digunakan untuk panggung yang terletak di sisi kiri dan kanan panggung yang berbentuk lorong panjang yang menerobos di antara kursi-kursi penonton. Pada umumnya panggung yang lebih sering digunakan adalah hanamichi sebelah kiri.
e)    Mawari Butai
Istilah yag digunakan sebagai panggung pementasan drama klasik kabuki yang bisa berputar yang digerakan dari bawah oleh petugas pentas.
Mawari butai berfungsi untuk mengganti latar belakang panggung dan peralihan babak dengan cepat. Perubahan panggung ini tidak mengganggu cerita tetapi biasanya ditunggu-tunggu para penonton karena hal ini merupakan suatu hal yang menakjubkan.
Pada masa sekarang ini sehubungan dengan sudah majunya teknologi maka berputarnya panggung tidak lagi digerakkan dengan tenaga manusia, tetapi sudah menggunakan tenaga listrik.
f)      Oozeri
Peralatan yang sudah jadi dalam berbagai bentuk, sebenarnya Oozeri dapat dikatakan sebagai panggung mini yang dipersiapkan untuk dapat naik turun dengan mudah.

2.4 Unsur pemain/ peran
 Sesuai dengan salah satu persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah bakufu, maka semua pemain Kabuki haruslah pria. Namun dalam pementasan ada di antara pemain yang harus memainkan peranan sebagai wanita. Peran wanita dalam drama klasik Kabuki disebut onnagata atau tateoyama Meskipun para pemeran wanita itu sesungguhnya adalah para pria tapi mereka dapat berperan dengan baik sehingga dalam penampilannya sulit dipercaya bahwa mereka adalah pria. Terdapat 3 jenis tingkatan peran wanita, dalam drama klasik kabuki yaitu :
a. Hime dan machimusume, yaitu peranan sebagai wanita muda
b. Okugata dan sewayobo, yaitu peranan sebagai wanita dewasa
c. Fukeoyama, yaitu peranan sebagai wanita tua
Para tokoh memainkan perannya sesuai dari urutannya yaitu dari muda hingga tua dan mereka berperan secara turun temurun. Dalam bermain drana klasik kabuki, para Orang tua wajib membimbing dan menentukan peran anak-anaknya, apakah perannya menjadi tachiyaku (= peran pria) atau tateoyama (= peran wanita), pendek kata mereka bermain sesuai dengan tingkatan usianya. Anak – anak yang memerankan suatu peran disebut koyaku (peran anak).
Dalam seni peran drama klasik kabuki , istilah Mie merupakan suatu hal yang penting yang tidak boleh terlewatkan, karena mie merupakan klimaks dari suatu akting dengan pose yang mengagumkan yaitu sikap seperti patung dengan mata yang melotot, Dengan kata lain, Mie juga merujuk kepada seorang pemain yang menghentikan aktivitasnya sejenak untuk mencapai klimak emosi di dalam akting yang diperankannya. Selain itu, dalam drama klasik kabuki dikenal juga adanya 2 jenis peran dasar yang terdiri dari 2 jenis wagoto dan aragoto.
Wagoto adalah jenis dasar drama klasik kabuki yang mencerminkan realitas kehidupan masyarakat kota yang berkembang di daerah kansai.Larakter utamanya naturalisme dan pokok ceritanya berkisar tentang kisah cinta pra dan wanita, sedangkan Aragoto adalah jenis peran yang mencerminkan semangat masyarakat kota di daerah Edo yang berwatak sombong, kasar, berideologi kuat. Peran arigoto biasanya diimplementasikan ke dalam cerita-cerita kepahlawanan, kegagahan, semangat yang mengebu-gebu, sehingga hampir cenderung kasar tanpa adanya unsur yang lemah lembut seperti pada peran wagoto.
Itulah sebabnya make up para pemain aragoto make up berwarna merah terang, biru dan hitam. Warna-warna make up tersebut disebut kumadori yang melambangkan kekuatan dasyat dan kekuatan manusia yang luar biasa.

2.5 Unsur cerita
 Pada awal abad 19 urutan alur drama klasik kabuki dapat dikelompokkan ke dalam 2 jenis yaitu :
1)     . Jidaimono (= cerita tentang sejarah)
Cerita jenis ini paling populer dan superior, karena bersumber pada kisah-kisah pertempuran antara keluarga Minamoto dan Taira, shogun Ashikaga dan Hojo, Odanobunaga dan Toyotomi Hideyoshi, serta kisah pembayar pajak dan si pemberani serta keadaan masyarakat Jepang pada masa pemerintahan Tokugawa. Termasuk pula dalam jenis cerita tentang sejarah ini, adalah cerita mengenaii kehidupan kalangan bangsawan ataupun kalangan  istana yabg disebut ochomono, serta cerita-cerita yang menceritakan tentang skandal disebut oie sodomono.
2)    Sewamono (cerita mengenai keadaan kehidupan sehari- hari)
Jenis cerita ini menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari rakyat jelata, baik menyangkut tentang kesulitan hidup, profesi dan penjahat. misalnya kisah pembuat onar, penata rambut, pengemis bahkan seluk beluk kehidupan para pencuri. Berkaitan dengan unsur cerita di atas, salah satu penunjang kepopiuleran drrama klasik Kabuki pada masa sekarang ini adalah adanya naskah asli kabuki yang dinamakan “kizewamono”. Naskah ini ditulis dalam bahasa Jepang klasik dan isinya menggambarkankeerotisan, siksaan serta kehidupan suram masyarakat rendah pada jaman Tokugawa. dan bahasa yang digunakan dalam bakubi adalah Koten yaitu bahasa jepang klasik. Kizewamono disebut sebagai naskah asli drama klasik kabuki karena kizewamono tidak dipengaruhi oleh karya-karya sebelumnya seperti bunraku.

2.6 Unsur Penggunaan Dialog
 Dalam setiap drama pasti kita temui dialog, begitu pula dalam drama klasik kabuki. Fungsinya untuk memperjelas dan mengekspresikan suatu adegan. Unsur dialog dalam drama klasik Kabuki mulai dikebal sebagai akibat dari larangan pemerintah Bakufu yang tidak memperbolehkan adanya lagu dan tari yang dapat membangkitkan nfsu birahi. Unrtuk menfisi kekosongan itu maka timbullah bentuk dialog untuk memperkuat ekspresi para pemain yang dilakukan dengan gerakan yang wajar. Melalui dialog ini, muncullah jenis cerita aragoto yang diciptakan Ichikawa Danjuro dengan naskah pertamanya berjudul “Shintenno Osamadachi” yang pertama dipentaskan di Edo pada tahun 1637.

3.     Contoh Naskah Kabuki

Judul : Shiranami Gonin Otoko

Bercerita tentang sebuah geng bandit terkenal akan penipuan terbesar mereka. Di kota tua Edo, bahaya mengintai di tempat yang paling mengejutkan! (Kata shiranami berarti 'ombak putih' dan merupakan sinonim tua untuk 'pencuri').

Kejadiannya adalah, seorang gadis cantik dan kaya dengan hamba samurai nya tiba di sebuah toko kimono mahal untuk membeli bahan untuk pakaian pengantin pernikahannya. Sambil melihat tekstil yang berbeda, para asisten toko berpikir mereka melihat gadis itu mencuri sepotong crêpe, dan segera menuduh mereka adalah pasangan pencuri. Terjadilah perkelahian dan salah satu staf toko melukai gadis itu pada dahi dengan sempoa. Ini adalah pelanggaran serius terhadap pelanggan dan ketika hamba samurai membuktikan bahwa mereka benar-benar membeli crêpe di tempat lain (toko lain) adalah masalah besar bagi pemilik toko.
Terkejut oleh kesalahan, tuan toko menyerahkan uang sebagai kompensasi, tapi kemudian, samurai lain muncul dari dalam. Pria yang memperkenalkan dirinya melihat melalui trik dan dengan cepat memperlihatkan bahwa gadis dan pelayannya tadi adalah pencuri terkenal dari Benteng Kozo dan komplotannya. Gadis muda yang cantik tadi sebenarnya seorang pria yang menyamar. Gadis itu menurunkan lengan bajunya untuk mengungkapkan lengan bertato cerah, ia bangga menyatakan identitas aslinya dalam penampilan yang menarik dan ritmis pengenalan diri yang unik.

Tapi itu tidak semua. Ini hanya awal dari sebuah rencana besar kecerdikan mereka untuk mendapatkan lebih banyak uang keluar dari pemilik toko yang kaya. Pada kenyataannya, baik Benten Kozo dan komplotannya adalah anggota geng dari lima bandit yang pemimpinnya adalah Nippon Daemon yang terkenal, seorang jenius dari neraka. Seperti bermain terus, kita akan mencari tahu siapa ini samurai lain, dan akhirnya lima pencuri akan mengungkapkan diri dalam segala kemegahan berwarna-warni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro