-->
Semua
yang diawali dengan main-main akan berjalan seperti permainan dan akan berakhir
dengan kecanduan, hingga akhirnya ketergantungan, termasuk pacaran.
Itu kesimpulan
dari pengalaman-pengalamanku, ketika keasyikan menikmati saat-saat menyelami
jiwa-jiwa lelaki dalam hatiku..
Ya,
cinta memang sebuah proses, tidak ada istilah “cinta pada pandangan pertama”,
karna kalaupun ada, itu hanyalah cinta pada penampilan atau fisik. Namanya saja
cinta pada pandangan. Tidak ada keinstanan untuk bisa mencintai pribadi orang
lain. Aku telah mencobanya berkali-kali dan belum ada hubungan yang sukses
hanya dengan perasaan instan.
Hubungan
terakhirku kemarin, semogalah menjadi hubungan instan gagal yang terakhir. Aku
selalu berdoa, semoga saja memang ada makhluk adam yang benar-benar tercipta
untukku.
Bang
Edo. Telah menjadi sosok yang dilema bagiku. Kehadirannya mampu membuatku
tertawa lebih apa adanya. Kehadirannya mampu membuatku lupa akan luka pada masa
lalu. Dan kehadirannya mampu membangkitkan jiwa-jiwa lemah yang dulu hanya
mampu teronggok lumpuh di sudut hatiku. Luar biasa memang, dia berani
menggerakkan sendi-sendi yang sudah beracun untuk disentuh. Mungkin deskripsi
yang terlalu berlebihan. Tapi begitulah kasarnya. Aku bahagia dan kembali
menjadi diriku apa adanya setelah mengenal dia hanya dalam beberapa hari.
Tapi,
di sisi lain, bang Edo juga sosok yang menjengkelkan. Dia mendirikan tembok
yang tinggi sementara hatinya ingin memelukku. Dia mempertahankan benteng yang
kuat sementara matanya ingin menyapaku. Dia berusaha sekuat tenaga membuat
pesiar sementara jemarinya begitu lemah bahkan untuk sekedar merakit sampan.
Aku iba melihat kepolosanmu menyembunyikan sesuatu yang besar daripadaku bang.
Bagaimana bisa aku bernapas untukmu sayang?
Tapi
perasaan senang yang semu telah membutakanku. Aku tak peduli, yang kutahu dia
telah membantuku menjadi lebih baik, aku bahagia dengan kehadirannya, dan aku
ingin matanya menjadi milikku. Sederhana, perhatianmu saja yang kubutuh sayang.
Tapi
waktu tidak mengijinkanku jatuh terlalu dalam. Hubungan pun kandas dengan cara
yang instan pula, lewat angin yang sederhana pula. Ya matanya sudah bukan
milikku lagi. Sudahlah tinggalkan aku. Begitulah ucapku, mengakhiri hubungan
kami ketika tak kurasa lagi hangat hembusan napasnya. Walau hanya melalui
gelombang cerita-ceritanya yang tak pernah kutahu kebenarannya.
Hari
berlalu, dan semua kecurigaanku yang selama ini kusembunyikan demi indahnya
kembang-kembang asmara, terkuak juga. Bahwa ketidakmudahanku untuk mempercayai
setiap hurufnya, adalah sebuah pertanda
untuk aku supaya berhati-hati. Dan untunglah aku mengikuti kata hatiku.
Hingga akhirnya tak begitu susah aku untuk melepas kepergiannya, sosok yang
mampu membangkitkan aku dulu.
Tapi
aku tidak serendah yang kau bayangkan, Sayang. Sedikitpun rasa sayang ku tak
berkurang padamu. Ya aku percaya setiap orang punya alasan untuk berbuat salah,
agar setiap proses bisa dihargai sebagai jalan yang benar. Mungkin memang
matamu bukan milikku lagi, tapi aku sangat berterimakasih telah diberi kesempatan
pernah memilikinya, walau hanya sebentar.
Malam
demi malam kulalui bukan tanpa banyak ujian. Rasa rindu yang tak lelah memaku
setiap relung hatiku, berusaha membuat bibirku untuk terus menyebut namamu,
walau hanya dalam doa. Hingga akhirnya malam ini, aku benar-benar sakit.
Bisa-bisanya
kau berkata begitu kasar, Sayaang? Sebegitu tak berartikah aku di matamu yang
dulu pernah kumiliki? Ahh, kau terlalu kalap emosi. Aku yakin sebenarnya kau
tak sejahat kasarnya omonganmu. Aku yakin sebejat apapun hurufmu, kau masih
tetap manusia biasa yang tak kan luput dari kesalahan. Sama sepertiku.
Tapi
biarlah yang berlalu, menjadi angin penyegar untuk menatap hari depan lebih
semangat lagi. Betapapun sakit pada akhirnya mengenal emosi pada huruf-hurufmu,
aku tetap tak akan lupa untuk berterimakasih. Ucapan syukurku padamu yang telah
banyak membantuku, untuk melangkah menjadi pribadi yang lebih baik. Ahh kau
salah, aku bukan sedang mencoba tegar. Aku hanya mengatakan semuanya apa
adanya. Aku sudah terlanjur mencintaimu dengan sederhana Sayaang. Sesederhana
saat matamu hanya menjadi milikku. Tak bisa kupungkiri bahwa masih kurindukan
matamu itu. Begitulah sederhananya cintaku, menerima dan melepasmu dengan
sederhana.
Mungkin
kau masih bingung mencari inti dari tulisanku. Apakah pertanda aku masih
mengharapkan kau jadi milikku, atau benar-benar sudah melepasmu? Hahaha. Tak
perlu khawatir Sayang. Jalani saja waktu
mu dengan sederhana. Karena akupun sudah kembalimenjalani waktuku dengan
cara yang sama sederhananya. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro