Kali
pertama aku menangis ketakutan, terjadi hari demi hari.
Bukan.
Ini bukan tentang cerita hantu, setan, atau semacamnya. Bukan. Ini juga bukan
tentang kisah-kisah cinta dan penantian yang tak kunjung berakhir. Ini jauh
lebih horor daripada bayangan-bayangan seperti itu. Ini tentang ketakutanku
akan kegagalan, penundaan kesuksesanku.
Ya
Tuhan..
Kalau
memang aku berhak untuk jalan itu, aku mohon ikhlaskan dan bukalah hati dan
pikiran kedua orangtuaku. Semuanya akan jauh lebih sakit, ketika ternyata aku
berhak akan sesuatu yang tidak menurut mereka. Aku sudah mengalaminya, dan aku
rasa tidak perlu ada kali kedua untuk perasaan sakit seperti itu, seperti dua
tahun yang lalu. Dan kalau ternyata belum saatnya, ikhlaskanlah hati dan
pikiran semua orang yang telah berharap. Berilah kelapangan yang luar biasa di
dadaku, untuk mengerti bahwa usahaku masih perlu ditingkatkan lagi.
Amin.
Doa
yang tak hentinya kupanjatkan, kapanpun rasa takut mendera menyiksa dan
menggetirkan setiap darah yang mengalir di tubuhku. Aku yakin aku sanggup,
begitu pikirku dulu. Tapi ntah mengapa, ketika waktu penentuan semakin dekat,
rasa takut itu menggelantung di sudut kerongkonganku. Membuatku merasa gatal
dan tidak nyaman saat makan. Ini kali pertama aku merasa takut gagal.
Aku
berusaha menerka-nerka, apa penyebab semua perasaan ini. Hari demi hari,
kusadari satu persatu harapan dari mereka. Hari demi hari, tak berhenti bibir
mereka bertanya. Hari demi hari, tak berhenti mereka menyemangatiku, meyakinkan
aku pasti bisa. Hari demi hari, kurasakan mereka memaksaku untuk bisa.
Di
satu sisi memang menjadi sosok yang membanggakan ketika banyak orang yang
berharap padamu. Apalagi jika harapan itu adalah harapan-harapan besar untuk
beberapa orang. Tapi di sisi lain, kenyataan itu sungguh menyiksa. Kenyataan
bahwa peluang gagal itu pasti ada seperti menertawakan kemalasanku setiap
harinya. Bayangan-bayangan wajah kecewa mereka menghantui mimpi-mimpi malamku.
Ilusi cemooh-semooh dari orang yang membenciku pun mengintimidasi semangatku.
Arrghh!!
Ini
bukan sebuah kesuksesan besar sebenarnya. Sekalipun ini sebuah kesuksesan
besar, ini bukanlah kesuksesan satu-satunya yang ada. Inipun jelas bukan
penentu hidup dan matiku. Itulah yang terus aku tekankan setiap hari. Berusaha
menjalani hari-hariku seperti biasanya. Menikmati segala sesuatunya dengan
santai seperti biasanya. Tetap berusaha
meringankan langkah dan rajin berdoa.
Dan
waktupun berjalan, tinggal 66 hari lagi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro