Subuh
ini, aku kembali menangis, ini semua karenamu, Kak Like.
Sudah
tengah malam dan aku merasa belum butuh untuk tidur. Kemudian aku mengingat
bahwa tadi sore aku mendapat beberapa film dari mas Bernard. Akupun menontonnya
sembari sesekali menikmati dunia maya. 2.31 WIB, filmnya terasa terlalu sedih
untukku. Judulnya the last song dan aku belum menontonnya sampai habis. Tapi
aku tahu film itu mampu mengorek banyak kenangan dan akan membuatku menangis
lagi subuh ini. Aku belum ingin menangis lagi. Aku mematikan nya dan berbaring
sejenak. Oh tidak, kantukku belum datang lagi. Semua akan selesai dengan
membaca, pikirku. Saat itu juga aku mengingat bukumu Kak Like. Bukumu yang kau
hadiahi sebagai kado ulangtahunku seminggu yang lalu. Aku masih ingat bagaimana
aku memintanya dengan polos.
“Selamat
ulangtahun ya dek.”
“Mana
nya kadoku kak?”
“Mau
kado apa?”
“Buku.”
“Okelah.
Aku punya buku bagus untukmu.”
“Oke.
Aku tunggu.”
“Aku
juga mau minta kado untuk tanggala 26 ku nanti.”
“Apa?”
“
Resensi dari bukuku.”
“Okelah,
beres tu!”
Setelah
mendapat buku itu (24/4), aku membaca sipnosis di sampul belakang, membuka nya
acak, membaca cepat sebuah halaman, lalu menutupnya dan meletakkannya di rak
atas kasurku. Bukumu bergabung dengan 10 buku lain yang belum berhasil aku baca
sejak satu semester yang lalu.
Aku
ingat pembicaraan kita tadi sore.
“Mana resensi bukuku
dek?”
“Belum ada baca. Cuma
sekilas aja.”
“Ada mu baca tulisanku?”
“Tulisan?”
“Iya, kata pengantar
dari ku. Aku buat untuk cornel gitu.”
“Dimana?”
“Halaman paling depan.”
“Ya aku memang jarang
membuka halaman paling depan sebuah buku.”
Dan subuh ini aku segera meraih buku itu dan membacanya.
Padang, 24 April 2012
PMKRI Sanctus Anselmus
To : Cornelia, adikku
Aku kagum padamu sejak kita bertemu di PMKRI. Kamu adalah sosok yang
memiliki semangat belajar tinggi. Kamu juga orang yang mau belajar dari
keteladanan orang lain. Kau sering mengatakan padaku, Yesus adalah teladanmu.
Melalui buku ini, aku ingin kamu lebih memahami siapa teladanmu itu. Kedepan,
aku akan memberimu buku tentang Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela. Mereka yang
menerapkan prinsip yang sama dengan Yesus. Yesus juga mirip dengan Socrates.
Seperti itu juga 12 rasul yang menuliskan ajaran Yesus. Socrates dan Yesus
adalah orang yang tidak pernah menuliskan ajaran mereka. Buku ini kuberikan
sebagai hadiah ulangtahunmu. Kuharap kamu bisa memberikanku resensi tentang
nilai yang dapat kau petik dari buku ini dan menghadiahkannya sebagai hadiah
ulangtahunku nanti…
Yang menyayangimu, kakakmu, Like.
Tulisanmu mengundang banyak memori lama menghampiri
emosiku. Airmataku seketika menetes. Kenangan
yang datang bertubi-tubipun membuatnya enggan berhenti cepat.
Belum ada yang pernah menghargai pembicaraanku sedalam ini.
Aku suka berbicara tapi sering kali orang hanya sekedar mendengarkannya. Lekas
mereka akan melupakannya dan tidak menganggapnya sesuatu yang penting. Jika ada
yang mendengarkanpun, mungkin semua hanya sampai pada tataran afektif, belum
psikomotorik seperti ini, wakakakka xDD Aku kaget kakak masih ingat, bahwa aku
meneladani Yesus. Akhir-akhir ini aku semakin sering mendapat beberapa tekanan
emosi. Aku sulit mengontrol semuanya dan ingin menyerah. Aku mulai jarang ke
Gereja, dan hampir membuatku lupa akan Teladanku. Membaca tulisanmu, mengingatkanku
kembali untuk kembali ke jalan Teladanku. Aku merasa kau benar-benar titipan
Teladanku untukku Kak.
Siapapun di hidupku juga belum pernah menulis kado semanis
ini. Barang bekas kepunyaan dengan tulisan tangan pribadi. Sesuatu yang luar
biasa romantis menurutku. Aku tidak akan melupakan ini, percayalah. Aku pun mengutuki
diriku yang tidak membaca tulisanmu ini di hari saat kau memberinya, bahkan
dengan santai menjawab bahwa aku belum membacanya setelah 2 hari kemudian. Maafin
aku ya Kak Like. Aku belum bisa berjanji memberimu resensi dalam waktu dekat.
Tapi aku janji resensi nya akan kuberi paling lambat 5 Mei. Aku butuh waktu
seminggu untuk membaca buku ini kak, berhubung dengan beberapa tekanan emosi,
yang sebelumnya aku ceritakan.
Aku tidak percaya, kakak lah orang yang harus melakukannya.
Kau tahu, abangku (kandung), papa, dan adek laki2ku (Aan), bahkan sampai hari
ini belum mengucapkan apa-apa untuk hari ulangtahunku. Dunia begitu kejam untuk
merasa sekeluarga dengan mereka, akhir-akhir ini kak. Tapi sudahlah, aku merasa ulangtahun tidak
begitu penting lagi. Tapi kau membuat semuanya menjadi penting, kembali. Kau harus mensyukuri kue yang dibelikan mamamu kak. Karena kue ulangtahunku adalah pemberian teman-teman kita dari PMKRI. Aku tidak tahu, apa yang terjadi, kalau mereka tidak mendatangi rumahku malam itu. Aku sangat bersyukur mereka mau datang, ntah atas dasar apapun, aku tidak peduli. Kau benar, mereka terkadang memberikan arti persekawanan yang cukup kuat.
Aku ingin sedikit curhat denganmu, sang calon psikolog.
Kado terakhir yang kuterima dari abangku adalah celengan
elektronik. Berbentuk kardus, yang jika di satu sisi khususnya diberi uang koin,
maka kardus itu akan otomatis terbuka pelan. Perlahan kepala kucing keluar dari
kardus itu dan tangannya keluar menjatuhkan uang koin tadi ke kardusnya.
Awalnya aku sangat mengagumi dan menghargai kado itu. Itu
kado pertama dari abangku setelah ulangtahun terakhir (aku lupa kapan), tapi
saat itu dia hanya memberiku kapal-kapalan yang ia lipat dari kertas tulis
biasa.
Tapi semua kekagumanku benar-benar hancur ketika akhirnya
sebuah olok-olokan keluar dari mulut kakak kandungku. “Si Lomo ni pandai ngasih hadiah ya. Pas pula yang untuk si Lia, celengannya
kayak kucing pencuri uang gitu.” Kakakku mengatakan itu di depan semuanya
(kecuali abangku) dan mereka mengakui itu benar kemudian tertawa bersama.
Sesuatu di dalam hatiku sakit setiap mengingat itu.
Aku tahu aku punya kebiasaan buruk mencuri waktu kecil. Aku
akui aku sering menyembunyikan lembaran kertas dan koin-koin orangtuaku waktu
kecil. Tapi sudahlah, aku tahu itu salah. DAN AKU TIDAK MELAKUKANNYA LAGI. BENAR-BENAR
TIDAK MELAKUKANNYA LAGI. Aku minta maaf kalau itu sangat memalukan buat kalian
untuk mengakuiku sebagai anggota keluarga kalian. Tapi sekali lagi aku katakan,
aku benar-benar sadar bahwa itu kesalahanku. Sampai detik ini, aku tahu kalian
masih meragukanku setiap barang kalian hilang di rumah ini. Bahkan kalian masih
sulit mempercayaiku untuk sesuatu hal yang berharga. Bahkan kalian masih belum
bisa memaafkan kesalahanku. Dan kalian dengan santai mengolok-olok rasa maluku.
Aku tahu itu, tapi aku hanya bisa diam dan aku selalu tersiksa dengan rasa
curiga kalian. Aku ingin punya keluarga yang bisa seutuhnya mempercayaiku. Hingga
akhirnya hari ini, aku merasa kurang berkeluarga dengan siapapun di rumah ini.
Menyadari bahwa celengan itu adalah simbol olok-olokan
untuk masa laluku, maka aku segera meletakkannya di paling sudut mejaku,
kemudian diimpit dengan benda2 lain. Aku tidak ingin mengorek banyak emosi yang
sakit setiap aku harus melihatnya.
Oke, aku tahu aku juga mendapat banyak kado. Mama yang
selalu memberiku kado, baik secara langsung maupun tidak langsung. Abel yang
beberapa tahun terakhir ini menjadi orang pertama yang menyalamiku. Juga
kakakku yang masih mengirimiku pesan selamat melalui facebook. Aku juga tidak
menganggap mereka benar-benar buruk seratus persen. Tapi aku patut merasa
spesial dengan pemberianmu ini kak. Sekali lagi, aku bertanya, mengapa harus
kau yang melakukan semua ini Kak Like? Wakakakakka XDD
Sekali lagi aku ucapkan terimakasih untuk semuanya kak
Like. Terimakasih banyak hingga detik ini, kau membaca tulisanku sampai habis. Bersabar tunggu kado dariku yaa.
NB : Siapa saja, jika menurutmu terlalu fatal aku menulis semua fakta
di sini, maka anggap saja cerita ini hanya fiktif belaka. Jangan diambil
pusing, aku hanya ingin bercerita. Terimakasih J
kalo dah selesai baca bukunya, pinjam yaa :P
BalasHapushaha, sampai sekarang belum siap2 bacanya mas :D
BalasHapus