Akhirnya bulan April tiba.
Bulan
lahirku.
Tiap
orang jelas punya pendapat yang berbeda-beda. Ya kali ini aku pengen cerita
tentang bagaimana aku dan hari ulangtahunku. Setiap mendengar atau berbicara
tentang April, secara otomatis otakku langsung memberikan alarm kepada seluruh
perangkat tubuhku, bahwa "that's my special month"
Nah,
sebenarnya ada sebuah kado yang aku rindukan. Teman.
Kebanyakan
dari kita ngerayain ulang tahun cuma sebatas party dan nraktirin
teman-teman.
Semakin
besar party kita, semakin banyak teman yang datang, semakin banyak kado yang diterima, rasanya semakin WAW. Tapi
setelah party berakhir, gak sampai seminggu kemudian, maka semua jadi kenangan
yang yaaaa gitu deh, biasa aja.
Tapi
aku ngebutuhin hal yang beda. Bukan teman sembarang teman.
Kesannya
kanak-kanak banget emang. Soalnya teman yang aku mau itu ya teman yang bisa aku
ajak masuk ke kamar aku. Trus dia jalin-jalin rambut aku. Aku jalin-jalin
rambut dia. Creambath-an bareng. Maskeran bareng. Masak kue tart bareng. Trus
ntar dia make-up in aku. Siap itu dia dandanin aku pakai mini dress. Habis itu
kita pergi jalan-jalan menghabiskan waktu seharian sebagai cewek yang feminim
abis. Dan malamnya aku bisa ajak dia duduk bareng di atas kasur aku. Dengan
baju rumah biasa, aku mau cerita semua yang ada di hati aku. Aku cuma mau dia
diam dan dengerin aku. Setelah aku puas cerita dan keluarin semua keluh kesah
aku. Aku mau dia temenin aku ngabisin kue tart yang kami buat tadi berdua saja.
Aku mau kue habis malam itu. Dan kalau udah habis, sambilan tiduran, aku mau
dengar semua kritik, saran, nasehat, dan komentar serta segala-galanya dari dia
buat aku. Dan saat itu adalah saat aku yang hanya diam mendengarkannya. Setelah
dia selesai, maka aku akan berdoa lalu kita tertidur bersama. Sambut hari esok
seperti biasanya.
Hahaha,
iya emang kedengarannya aneh. Tapi ntahlah, dari dulu sampai sekarang keinginan
seperti itu yang melayang-layang di kepalaku, mungkin kebanyakan nonton drama kali yaa.
Dulu,
aku sempat punya teman seperti itu. Namanya Windyanewati. Dia teman SD ku, kami
akrab mulai sejak kelas 4 (kalau tidak salah). Saat itulah aku merasakan
kebebasan pertama kalinya. Menemukan “hariku”. Kami bermain bersama sehabis
pulang sekolah. Menghabiskan waktu di Gramedia. Berjalan kaki kemana kami mau.
Berani naik angkot ke tempat yang baru buatku. Bercerita tentang lelaki impian
(yang akhirnya membawa kami pada cinta monyet, cinta pertama kami). Bahkan kami
saling tukar-tukaran surat cinta, karena cowok yang aku suka di kelas dia dan
cowok yang dia suka ada di kelas aku. Aku juga masih ingat bagaimana kami
sama-sama mencari kado untuk si sang cowok di Gramedia. Aku tidak bisa membayangkan
lagi bagaimana aku akan malu jika si cowok akan mengingatkan itu padaku. Untung
saja sejak SMA kami sudah berpisah, hingga kini dia sedang berkuliah di
Jogjakarta. Hahaha.
Akupun
sering main ke rumah dia. Dan begitu juga, dia sering main ke rumah aku. Semua
kami tempuh sama kendaraan umum yang namanya angkot. Rumah dia dulu di jalan
olo (daerah Gramedia) dan rumah aku di jondul (arah teluk bayur). Kebayangkan
jauhnya? Terlebih buat ukuran anak SD? Haha. Itu adalah hal yang luar
biasa menurutku untuk hitungan anak SD jaman dulu. Aku memang tidak pernah
nginap di rumah nya (sesuatu yang pantang buat papa dan mama ku sejak dulu
hingga sekarang). Tapi dia cukup sering nginap di rumahku (teman pertama dan
belum pernah ada lagi, yang berani ku ajak menginap di kamarku yang
berantakan). Hingga saking dekatnya kami, aku dengan beraninya mengajak dia
liburan ke Siberut, Mentawai. Naik kapal dan berdua saja dan tanpa
sepengetahuan papa dan mamaku sebelumnya.
Sore
itu, aku menjemputnya ke rumahnya. Lalu meminta ijin dengan papa dan mamanya.
Kemudian sedikit berbohong, bahwa papa dan mamaku sudah mengetahui
keberangkatan kami ini. Lalu kami segera ke rumahku. Windi membawa sebuah tas
ransel yang cukup besar untuk ukuran anak SD. Sesampainya di rumahku, papa dan
mamaku pun sedikit linglung. Sebelum Windi masuk ke pagarku. Aku memasuki rumah
terlebih dahulu dan berlari ke arah papa dan mamaku.
“
Kami mau ke Siberut berdua liburan ini.”
“
Lah? Mau ngapain kalian berdua aja di sana?”
“
Biarlah. Kami main-main aja nanti putar-putar.”
“
Trus uang darimana?”
“
Kan gratis mah, kalau tidur ntar di kamarnya nahkoda, lagian kami ndak akan
tidur, kami pasti berdiri aja nemanin nahkodanya liatin laut” (hal ini
terjadi setiap aku ke Siberut waktu kecil, maka itu aku tahu persis)
“
Papa mamanya udah tahu?”
“Udah.”
Dan
senangnya papa dan mamaku mengijinkan itu semua dengan gampang, walaupun saat
kejadian itu, hatiku sangat was-was berpikir bagimana kalau papa dan mama
menyuruh Windy pulang, dan aku akan mengecewakannya. Dalam hatipun aku bersorak
gembira, segembira-gembiranya. Bahwa aku benar-benar bebas. Papapun
mengantarkan kami ke kapal (papaku salah seorang anak buah kapal yang melakukan
check in penumpang kapal ini). Lalu akhirnya malam itu, asyiiiiiik, kami
benar-benar ke Siberuuut. :DD
Aku
lupa bagaimana detil lengkapnya. Aku juga lupa berapa hari kami menghabiskan
waktu di sana. Aku juga lupa kemana saja kami selama di Siberut. Tapi kalau aku
tidak salah, kami berdua menginap di rumah Om ku atau dalam Bahasa Batak aku
memanggilnya Bapak Uda.
Begitulah
bagaimana aku luar biasa senang berteman dengan Windy. Aku kurang mengetahui
dengan jelas apa agamanya, tapi dia berkata bahwa dia penganut Bahai, aku tidak
tahu tentang agama itu sampai saat ini, tapi itu tidak membuat kami harus
kelihatan berbeda. Dia putih, manis, cantik dan mirip sekali seperti Agnes
Monica waktu kecil (sesuatu yang aku irikan dari dirinya) dan itu semua masih
kulihat sampai sekarang, saat kami sudah sama-sama belasan tahun. Dia masih
cantik dan kulihat dia memiliki seorang pacar yang juga tampan.
Semua
sedikit bermasalah di hari ulangtahun ku yang kesepuluh. Aku merayakannya
bersama beberapa teman SDku dengan bebas, ya tanpa ada kedua orangtuaku. Aku
hanya membawa uang beberapa ratus ribu saja. Hari itu aku berjanji akan
mengajak mereka ke Gramedia dan mentraktir mereka satu komik (waktu itu Naruto
lagi hot-hotnya, harganya masih Rp 9.900,00). Awalnya kami ngumpul di
sekolahku, SD Yos Sudarso. Lalu Jeffrey (cowok yang disuka Windy) datang
terakhir, dan dia diantar papanya dengan mobil. Melihat kami (beberapa orang
anak SD yang tanpa orangtua) sepertinya papa Jeffrey sedikit merasa cemas.
Kemudian beliau berbaik hati menaikkan kami semua ke mobil Kijangnya dan
mengantar kami ke Gramedia. Aku merasa senang yang hmm berbedalah pokoknya saat
itu. Sampai di situ saja. Lalu sesuai janji, akupun membelikan mereka komik,
beberapa ada yang hanya ingin membeli alat tulis dan stiker saja.
Setelah
itu kami pun naik angkot bersama-sama dan berhenti di Texas (baru buka dan lagi
hot-hotnya juga). Aku juga berjanji untuk membelikan mereka es krim, jika
mereka lapar, maka harap pakai duit masing-masing (bangkrut). Beberapa dari
mereka membeli makan siang dan membungkusnya. Kami berencana untuk berjalan
kaki ke taplau (tepi laut pantai Padang) dan menikmati makan siang di sana.
(Kenapa
kau diam saja?! Pasti kau pikir aku mengarang kan, tentang bagaimana bisa aku
memiliki hari ulangtahun yang seperti ini tanpa orangtua? Hahaha ini fakta bro,
semua dari mereka masih hidup, kalian bisa tanya, tapi aku ragu mereka ingat
atau tidak. Hahaha xD)
Setelah
itu kami benar-benar berjalan dari Texas ke taplau. Setelah duduk di bebatuan
pinggir pantai, kami mulai menikmati makan siang kami. Saat itulah, saat aku
mendengar teriakan dari seorang temanku.
“
Woy, Windy cium pipi si Jeffrey!” (kalau tidak salah yang berteriak itu
adalah si Tuti - Tuti Dewita Sari Telambanua - waktu SD aku memanggilnya
"Kak Tuti", waktu SMP aku memanggilnya "Tuti", dan saat SMA
aku memanggilnya "Mak Gaek")
Ntah
kenapa ada sesuatu yang bergejolak di dalam dadaku. Aku sepertinya tidak senang
dan merasa kesal dengan Windy. Ntah kenapa aku merasakannya untuk yang pertama
kali, aku baru sadar sekarang bahwa itu namanya cemburu. Tapi kenapa? Toh cowok
yang aku suka pada awal cerita kan bukan Jeffrey? Aku sendiri tak tahu mengapa.
Aku begitu sadar bahwa aku menyukai Jeffrey saat itu. Tapi aku berusaha
menyembunyikan semua perasaanku yang campur aduk itu. Hingga akhirnya kami
pulang ke rumah kami masing-masing setelah menghabiskan makan siang kami.
Begitulah
awal ceritanya, bagaimana aku mulai merasa berbeda dengan Windy. Aku kesal tapi
tak tahu harus bagaimana. Antara kami mulai timbul jarak. Windy pun sepertinya
mulai dekat dengan teman barunya yaitu Keke (Kelkeisa Putri Sihaloho). Akupun
mulai biasa saja walaupun begitu kecewa dengan semua pertemanan yang sudah kami
jalin.
Hingga
akhirnya, setelah kenaikan kelas 6 SD, aku tidak melihat wajah Windy lagi
(hingga saat ini) di kota Padang ini. Windy ternyata pindah sekolah ke Bali
(katanya). Dulu, aku tidak tahu bagaimana dan di mana Bali itu, karena
kemampuan petaku yang memang sangat buruk sekali. Waktu itu, aku baru punya
sama yang namanya HP, tapi tentu aku tidak punya nomor HP Windy yang mungkin
belum punya HP. Berkali-kali aku mencoba menghubungi nomor rumahnya yang dulu
biasa aku telpon, tapi tidak pernah menyambung.
Hingga
akhirnya SMA, aku mengenal Facebook dan menemukan akunnya. Setelah kami
terhubung, awalnya kami bercakap-cakap dengan kata “kangen” yang
berlimpah-limpah. Tapi ya sepertinya dia jarang online dan aku lihat dari
foto-fotonya sepertinya dia sukses di sekolahnya, sehingga dia punya banyak
kegiatan dan sibuk. Terakhir aku dapat kabar dia kuliah di Medan, tapi aku lupa
di universitas apa dan jurusan apa.
Itulah
sekilas cerita tentang Windy si teman SD ku. Teman pertama dan belum pernah
lagi kutemukan teman seperti dia. Teman yang pertama kali mengajarkan ku
kebebasan, dan yang pertama kali menemaniku untuk menemukan dunia. Pertama kali
aku belajar bermain topeng.
Iya
akupun baru menyadari itu luar biasa ketika sekarang aku sudah beranjak dewasa.
Dulu, sama sekali aku tidak merasakan apa-apa.
Aku
ingin berteman sebebas seperti waktu kecil bersama Windy, teman SD ku.
NB :
Semua nama di atas memang fakta tanpa rekaya. Tapi semua benar-benar hanya masa
lalu. Beberapa hal seperti jatuh cinta, cemburu, dan merasa jauh dengan Windy
karena kedekatannya dengan Keke, hanyalah perasaan yang sudah berhenti setelah
aku tamat SD. Sekarang hubunganku dengan mereka semua baik-baik saja (ada yang
masih akrab, sedang-sedang, ataupun semakin jauh). Akupun merasa mereka sudah
melupakan detil kenanganku yang satu ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro