Kamis, 08 Agustus 2013

VITALITAS PMKRI KINI


Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Jika dipersempit, maka kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Dan jika lebih divulgarkan lagi, revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.
Revitalisasi nilai-nilai PMKRI berarti adalah upaya pelestarian nilai-nilai PMKRI agar PMKRI tetap pada kondisi aslinya dan mencegah terjadinya proses kerusakan. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi kader. Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada kesuksesan DPC dalam menjalankan semua program kerja setiap tahunnya, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan nilai kristianitas, intelektualitas,  fraternitas, serta peningkatan kualitas budaya bagi setiap kader, yang mana menjadi tiga benang merah dalam perhimpunan ini.
Untuk melaksanakan revitalisasi, jelas sangat diperlukan keterlibatan kader. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi kader dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan DPC. Selain itu kader yang terlibat tidak hanya kader di lingkungan PMKRI saja, tapi masyarakat secara luas. Ada beberapa aspek lain yang penting dan sangat berperan dalam revitalisasi, yaitu penggunaan peran teknologi informasi, khususnya dalam mengelola keterlibatan banyak pihak, serta untuk menunjang kegiatan revitalisasi. Menurut saya pribadi, revitalisasi nilai-nilai PMKRI (khususnya PMKRI cabang Padang) dalam rangka kemerdekaan seharusnya berfokus pada misi menggairahkan citra PMKRI pada masyarakat. Bagaimana caranya?
Salah satu contoh wujud kegiatan revitalisasi adalah dengan mengangkat isu-isu strategis secara kreatif, baik dalam bentuk aktivitas religi, sosial, ekonomi, politik, atau budaya. Saya beri sebuah contoh.
Atas sebuah isu, diadakanlah kegiatan mengundang generasi muda untuk berkumpul bersama di suatu ruangan yang kemudian akan membahas isu tersebut. Setelah mengundur dua jam dari waktu yang telah ditentukan, akhirnya peserta yang hadir hanyalah 10 orang. Setengah dari mereka yang hadir ternyata tidak memiliki bahan tentang isu yang akan dibahas, sehingga tidak bisa memberikan banyak tanggapan dalam diskusi tersebut. Kemudian dua orang dari mereka yang lain sibuk berdebat hanya untuk membenarkan argumen masing-masing. Alhasil diskusi selesai tanpa kesimpulan yang jelas dan tanpa kegiatan follow up yang efektif.
Dulu, aktivitas diskusi seperti hal di atas memang merupakan hal yang terlihat keren, terkesan sangat intelek dan cerdas. Akan tetapi, jika aktivitas seperti itu tetap dipaksakan dalam kondisi kekinian, maka hanya berujung monoton, dan melibatkan beberapa orang saja, seperti cerita di atas. Nah, lalu apa yang harus kita lakukan?
Mari kita rancang PMKRI sebagai perangkat pengarah dan pengendalian untuk mewujudkan lingkungan yang akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan hidup masa kini. Sekarang, coba simak lagi contoh berikut.
Atas sebuah isu, diadakanlah kegiatan mengundang generasi muda untuk berkumpul bersama di suatu ruangan yang kemudian akan membahas isu tersebut. Setelah mengundur dua jam dari waktu yang telah ditentukan, akhirnya peserta yang hadir hanyalah 10 orang. Setengah dari mereka adalah DPC dan setengah lagi yang hadir ternyata tidak memiliki bahan tentang isu yang akan dibahas. DPC sebelumnya telah menyiapkan bahan bacaan ringkas yang kemudian dibagikan kepada peserta yang datang. Lalu moderator membagi kesepuluh orang tersebut dalam empat kelompok kecil. Ada kelompok seni dan budaya, kelompok sosial-ekonomi, kelompok sains-teknologi, dan kelompok sosial-religius. Atas dasar kelompok tersebutlah mereka membahas isu tersebut. Sekalipun seseorang dari mereka adalah jurusan pertanian, bukanlah masalah bagi mereka untuk masuk ke dalam kelompok seni dan budaya. DPC yang wajib hadir dalam setiap kelompok berfungsi menjelaskan dan mengarahkan peserta lainnya mengenai isu terkait. Setelah setiap kelompok kecil mendapatkan pandangannya masing-masing, mereka lalu mempresentasikannya di depan sembari meminta tanggapan dari teman-teman yang lain. Setelah menghasilkan tanggapan bersama, mereka kembali berdiskusi tentang kegiatan follow up seperti apa yang efektif untuk isu tersebut. Kita beri contoh isu pembongkaran pasar raya. Ternyata, mereka berkesimpulan untuk membuat video kreatif tentang isu tersebut, dengan tujuan mengundang masyarakat dan pemerintah mendapatkan pemahaman yang sama tentang penggunaan pasar raya. Beberapa dari mereka juga berinisiatif untuk membuat tulisan kreatif yang akan dibagikan ke masyarakat sekitar pasar (tentunya tulisan yang menyesuaikan).
Terlepas dari seberapa besar pengaruh diskusi, video, dan tulisan itu terhadap isu tersebut, mari kita lihat gerakannya. Diskusi seperti hal di atas mencoba merangsang seseorang berpikir dari sudut pandang lain, yang tidak biasa bagi kesehariannya. Dengan terbiasa memandang sebuah hal dari berbagai sudut pandang, secara tidak langsung akan memacu diri baik dari segi intelektual, ataupun psikologis. Kegiatan follow up menghasilkan video dan tulisan merupakan kegiatan mahasiswa yang jauh lebih kreatif dalam memaparkan kenyataan, dibandingkan bila hanya berdemonstrasi dengan orasi asal-asalan. Jadi, selain bertujuan membahas isu terkait, peningkatan kualitas mutu kader sebagai pribadi juga tidak dilupakan.
Melihat realita sosial sekarang, memang sangat penting bagi PMKRI untuk menghidupi diri dan proses kaderisasi melalui pengolahan spiritualitas dan penegakan nilai-nilai moral. Akan tetapi jangan sampai mematikan daya kreatif dan inisiatif, karena itulah dayanya generasi muda. Tantangan semakin nyata dan PMKRI harus menjadi bagian nyata dari perjuangan masyarakat. Kader PMKRI perlu mengembangkan diri dan tampil dengan baik dalam berbagai ruang masyarakat dan bernegara. Jadi, secara khusus menanggapi kondisi kekinian, PMKRI harus mampu untuk menyatukan seluruh potensinya dalam menghadapi tantangan di masyarakat. Membangun komunikasi dengan semua pihak, termasuk gereja yang sebagai bagian tak terpisahkan dari PMKRI itu sendiri.
Sebelum melihat obat seperti apa yang paling kita butuhkan untuk membangkitkan kembali vitalitas kita, pertanyaan yang paling urgen adalah seberapa pedulikah kader PMKRI tentang vitalitas PMKRI kini? Jika kader PMKRI saja tidak bergairah, bagaimana dengan masyarakat sekitar? PMKRI akan terlihat loyo bahkan terkesan impoten. Nilai-nilai yang seharusnya menjadi kekuatan bersama hanya tinggal dalam buku DDO. Nah, sekarang semua kembali lagi kepada kader masing-masing. Bagi rekan-rekan yang merasa masih punya gairah, mari kita berinisiatif untuk merangsang yang lain dengan berbagai cara kreatif! Kita bangkitkan lagi vitalitas PMKRI dan bergairah bersama merayakan kemerdekaan NKRI!


By : Cornelia Napitupulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro