Jumat, 13 Juli 2012

Si Sipit XI - Sanggupkah?

Hatiku merengut. Aku tak ingin kau pergi, Sayaang.

Bagaimana caranya, agar kau tahu, bahwa aku tak bisa membiarkanmu harus pergi lebih jauh lagi?

"dek, abang ada kabar gembira untukmu."
"apa bang?"
"beasiswa abang yang kuliah ke australi udah positif diterima buat tahun depan."
"ohh ya? waaa, abang hebaaaat. Selamat yaa. Trus trus kapan ngurus2nya?"
"belum langsung sih. mesti ikut pendidikan dasar dulu setahun di Bandung."
"ohh. tetap semangaaat ya bang. bangga deh punya pacar pinter."

DOWN.

Aku ngerasa dingin. Jauh lebih dingin daripada biasanya. Aku harus bilang apa coba?
Ini adalah saat-saat yang paling aku benci.
Saat bertemu keterbatasan seperti ini, aku bisa apa?
Sedih dan sepi tak mungkin untuk disampaikan, sementara bagaimana mungkin aku bisa munafik dengan perasaanku sendiri?

Di satu sisi, iya aku mengerti. Itu semua tentang masa depanmu, yang suatu saat akan menjadi masa depan ku juga. Aku pun benar-benar bangga punya lelaki yang benar-benar semangat belajar sepertimu.
Tapi Sayaang, aku tak bisa berbohong. Rasa cemburuku meningkat lebih cepat dan tak terkontrol dari biasanya. Aku bahkan mulai mencurigai hal-hal kecil. Sayaang, aku mohon tenangkanlah aku. Yakinkanlah aku, bahwa kau memang hanya untukku. Bahwa aku memang hanya untukmu.

Tuhan, mengapa? Mengapa harus begini? Mengapa kamipun harus terpisah jarak, saat aku merasa dia sudah begitu melengkapi jiwaku? Tuhan, aku hanya bisa memohon, indahkanlah cerita kami suatu saat nanti. Amin.

Terimakasih Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro