Sabtu, 08 Desember 2012

Pemimpin atau Pelayan?



Pemimpin dan pelayan? Sebenarnya bagaimana hubungan keduanya?

Istilah kepemimpinan “melayani” muncul berdasarkan sebuah buku yang ditulis oleh Robert K. Greenleaf (1904-1990) pada tahun 1970 dengan judul The Servant as Leader . Greenleaf adalah Vice President American Telephone and Telegraph Company (AT&T) . Hasil penelitian dan pengamatan Greenleaf akan kepemimpinan pelayan adalah yang dilakukan pertama kali oleh seorang pemimpin besar adalah melayani orang lain. Banyak tokoh dunia yang menerapkan kepemimpinan “melayani” ini, dan mereka dianggap menjadi pemimpin yang besar contohnya Nabi Muhammad, Yesus, Kong Hu Cu, Gandhi, Abraham Lincoln, Ki Hajar Dewantoro dan masih banyak pemimpin besar lainnya.

Begitu juga Joko Widodo.

Berdasarkan hasil rekapitulasi suara tingkat provinsi oleh KPU DKI Jumat (28/9), pasangan Joko Widodo – Basuki memperoleh 53,82 persen suara. Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta periode 2012 – 2017 pantas disebut sebagai salah satu tokoh nasional yang mengilhami konsep kepemimpinan Greenleaf.  Pria yang akrab dipanggil Jokowi ini pernah terpilih menjadi salah satu dari 10 Tokoh 2008 oleh majalah Tempo. Ketika memimpin kota Solo, Jokowi, Gubernur lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dan mantan pengusaha mebel itu juga menjadi walikota terbaik tahun 2009.



Melihat kepemimpinan dan kinerjanya selama membangun dan memimpin kota Solo, tidak diragukan lagi mengapa Jokowi bisa meraih penghargaan Bung Hatta Award. Selain itu, berkat kepemimpinannya (dan tentunya semua pihak yg membantu), kota Solo telah banyak meraih penghargaan, salah satu di antaranya adalah Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 di Indonesia.

Secara prinsip, Jokowi hanya bekerja untuk rakyat. Hanya itu, simpel. Dia tidak berpikir macam-macam. “Mau dinilai tidak baik, silakan, mau dinilai baik, ya silakan. Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Tidak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja.” ucap Jokowi dalam wawancara nya dengan wartawan Republika. Sebenarnya apa yang Jokowi jalankan dapat dilakukan semua orang. Hanya masalah mau atau tidak. Punya niat atau tidak. Itu saja. Sederhana sekali.

Baginya, kesulitan yang paling pertama saat menjabat sebagai wali kota, adalah masalah aturan. Di pemerintahan tidak bisa melaksanakan segala sesuatu dengan simpel, ada tahapan aturan. Meskipun anggaran ada, jika aturannya tidak terpenuhi, maka tidak bisa dijalankan. Banyak aturan-aturan yang justru membelenggu, terlalu prosedural.

Visi Jokowi sebagai Gubernur DKI dengan jelas menyatakan semangat pelayan dalam kepemimpinannya, yaitu : “Jakarta Baru, kota modern yang tertata rapi, menjadi tempat hunian yang layak dan manusiawi, memiliki masyarakat yang berkebudayaan, dan dengan pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.”.

Namun, tidak sedikit orang yang berfikir negatif akan sepak terjang Jokowi. Mereka menganggap Jokowi terlalu berlebihan. Orang-orang ini pada umumnya para pejabat yang merasa nyaman dan enak dengan jabatannnya selama ini, tidak perlu banyak turun ke lapangan dan tidak banyak keluar keringat, tapi uang mengalir terus ke kantong mereka. Lihat saja bagaimana hampir semua camat dan lurah yang terlambat masuk kantor saat Jokowi melakukan sidak.

Para Gubernur, Bupati dan Walikota, saat ini mau tidak mau, suka tidak suka akan “meniru” gaya kepemimpinan Jokowi. Mereka yang sedang menjabat akan mulai lebih banyak terjun ke lapangan bertemu dengan rakyat, akan berpura-pura mencintai warganya. Masalahnya, rakyat itu membutuhkan pemimpin yang benar-benar amanah, bukan orang mencari jabatan, tetapi memang dipilih oleh rakyat karena rakyat mencintainya.

Transparasi kerja Jokowi dan Ahok bisa diakses oleh siapa saja, dalam website Jakarta Baru yang khusus dibuat untuk kinerja mereka. Baik visi, misi, hingga program kerja tercatat dengan apik. Dalam www.Ahok.org, Ahok juga mengunduh video-video segala jenis rapat dan bisa dilihat siapa saja secara bebas.

Jokowi adalah pemimpin yang otentik dan melayani. Konsep reformasi birokrasi dari Jokowi memang bukan hal baru. Perbedaannya, dia betul-betul melakukannya. Tanpa banyak basa-basi, dia mau melakukannya. Sungguh gaya kepemimpinan yang sangat merakyat, diluar gaya ningrat dan borjuis.

Dapat disimpulkan disini bahwa sebagai pemimpin kita harus berani memegang prinsip. Seorang pemimpin adalah juga seorang pelayan. Pemimpin harus mampu melayani kebutuhan orang lain dengan cepat dan efisien serta memperlakukan orang lain dengan rasa hormat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro