Kamis, 20 Desember 2012

Positivisme - Auguste Comte



Filsafat Positivisme.

Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern yang berpangkal dari fakta yang positif, sesuatu yang di luar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisikanya ditolak.

Yang dimaksud dengan positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman objektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut diatur sehingga dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, positivisme berarti  aliran filsafat yang beranggapan bahwa pengetahuan itu semata-mata berdasarkan pengalaman dan ilmu yang pasti. Sesuatu yang maya dan tidak jelas dikesampingkan, sehingga aliran ini menolak sesuatu seperti metafisik dan ilmu gaib dan tidak mengenal adanya spekulasi.

Aliran ini berpandangan bahwa manusia tidak pernah mengetahui lebih dari fakta-fakta, atau apa yang nampak, manusia tidak pernah mengetahui sesuatu dibalik fakta-fakta.

Ajaran ini termasuk jenis filsafat abad modern. Kelahirannya hampir bersamaan dengan empirisme. Kesamaan diantara keduanya antara lain bahwa keduanya mengutamakan pengalaman. Perbedaannya, positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman yang objektif, sedangkan empirisme menerima juga pengalaman-pengalaman batiniah atau pengalaman yang subjektif.

Tokoh Filsafat Positivisme

Tokoh yang paling berperan dalam filsafat positivisme adalah Auguste Comte ( 1798 – 1857 ). Ia adalah orang yang menokohi munculnya aliran positivisme. Ia lahir di Hontpeller, Perancis. Sebuah karya penting “ Cours de Philisophia Positivie “ (Kursur tentang filsafat positif), ini berjasa dalam mencipta ilmu sosiologi. Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoieh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan experiment. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat experiment-experiment memerlukan ukuran yang jelas. Panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat dengan kiloan, dan sebagainya. Kita tidak cukup mengatakan api panas, matahari panas, kopi panas. Ketika panas kita memerlukan ukuran yang teliti. Dari sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai.

Jadi pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan experiment dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme plus rasionalisme. Hanya saja, pada empirisme menerima pengalaman batiniah, sedangkan pada positivisme membatasi pada perjalanan objektif saja.

Tahapan pada Positivisme

 Menurut Auguste Comte, perkembangan pikiran manusia baik perorangan maupun bangsa akan melalui 3 tahapan, yaitu tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah / positif.
a). Tahap Teologis
Tahap ketika manusia percaya bahwa di belakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrasi yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan.
Tahap Teologis ini dibagi menjadi 3 periode :
Periode pertama di mana benda-benda dianggap berjiwa (Animisme)
Periode kedua di mana manusia percaya pada dewa-dewa (Politeisme)
Periode ketiga manusia percaya pada satu  Allah sebagai Yang Maha Kuasa  (Monoteisme)
b). Tahap Metafisis
Hendak menerangkan segala sesuatu melalui abstraksi. Pada tahap ini manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang khas adalah kekuatan yang terjadi bersifat adikodrasi, diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak. Menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi, atau esensi.
c). Tahap Ilmiah / Positif
Yaitu ketika orang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak baik teologis maupun metafisis. Orang mulai berusaha mendapatkan hukum-hukum dari fakta-fakta yang didapati dari pengamatan dan akalnya. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana gejala-gejala telah dapat disusun dan diatur di bawah satu fakta yang umum saja. Menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.

Hukum 3 tahap ini tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tahap perorangan. Umpamanya sebagai kanak-kanak adalah teologi, sebagai pemuda menjadi metafisis, dan sebagai seorang dewasa adalah seorang fisikus.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kemajuan manusia menurut paham positivisme disebabkan oleh kepercayaan manusia terhadap akal budi dengan kemampuan berpikirnya secara real dan faktual serta meninggalkan dogma-dogma teologi agama yang bersifat abstrak bahkan fiktif yang kebenarannya tidak dapat diuji oleh bukti-bukti empiris. Melalui pemahaman tersebut, maka manusia terutama kaum intelektual berupaya melakukan eksploitasi terhadap alam sebagai objek penelitian dan pengkajian sehingga pada tahap tertentu hal itu dapat merugikan manusia itu sendiri sebagai subjek. Dalam arti di satu sisi manusia mengalami kemajuan di bidang sains dan teknologi namun di sisi lain terjadi kegersangan rohani mentalitas manusia bahkan berani meninggalkan keyakinan adanya Tuhan yang maha pencipta, seolah-olah akal budi manusia lah yang menjadikan segala-galanya.

Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal. Positivisme bukanlah aliran yang berdiri sendiri, positivisme aliran yang berasal dari penggabungan empirisme dan rasionalisme. Menurut Comte, ilmu pengetahuan bersifat positif apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan konkret, tanpa ada halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya.


Kesimpulan

Pada hakikatnya positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern yang berpangkal dari fakta yang positif.

Di Perancis, telah muncul aliran baru, yaitu "positivisme", yang ditokohi oleh Auguste Comte (1798 – 1857).  Menurut Comte, jiwa dan budi adalah basis dari teraturnya masyarakat. Maka, jiwa dan budi haruslah mendapatkan pendidikan yang cukup dan matang. Dikatakan bahwa sekarang ini sudah masanya harus hidup dengan pengabdian ilmu yang positif. Adapun yang tidak positif tidak dapat kita alami.

Adapun budi itu mengalami tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah tingkatan teologi, yang menerangkan segala sesuatu dengan pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab yang melebihi kodrat; tingkatan kedua adalah tingkatan metafisika, yang hendak menerangkan segala sesuatu melalui abstraksi; tingkatan ketiga adalah tingkatan positif, yang hanya memperhatikan yang sungguh-sungguh serta sebab yang sudah ditentukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro