Bang,
abang tahu gak sih perasaan aku sekarang?
Bang, abang tahu gak sih bagaimana
aku memikirkanmu?
Bang, abang tahu gak sih sejauh apa impianku bersamamu?
Aku
tahu abang gak tahu, karna abang emank gak pernah mau tahu dan peduli sama aku.
Sekarang
disini aku bakal teriakin, semua yang ingin aku teriakkan.
Abang
tahu gak aku itu gak mudah buat bisa menyayangi, ha? Abang tahu gak, gak mudah
buat aku melupakan?
Coba
ingat bagaimana dulu kau menginginkanku dan aku berkata aku tidak bisa menyayangimu?
Setelah
mengatakan itu, hari-hariku adalah hari-hari penuh dosa dan perasaan bersalah.
Aku merasa begitu bersalah tidak bisa membalas rasamu. Aku merasa begitu
bersalah tidak bisa menjadi seperti yang kau harapkan. Aku merasa begitu
bersalah menjadi penghancur hatimu.
Kau
tahu bagaimana rasanya menyimpan rasa bersalah? Belum lagi lingkungan yang
menyalahkanmu?
“ Apa sih Cornel
salahnya Pahala? Padahal kayaknya dia udah sayang banget lah sama mu?”
“ Jahat kali lah mu
Cornel, cuma main-mainin dia aja.”
“ Berubah lah mu
Cornel, mu pikirnya si Pahala main-main sama mu.”
“ Issh, kalau aku
jadimu gak akan kusia-siakan si Pahala lah.”
“ Kurang apa sih
Pahala, Nel? Udah baik, cakep, pinter, sayangpun dia samamu.”
“ Apanya maumu
Cornel? Kukira udah si Pahala yang terakhir untukmu.”
“ Kusarankan ya nel,
gak usahlah mu pacarin anak orang kalau belum yakin sama perasaan sendiri.”
“ Jangan sampai
kejadian sama Pahala, terjadi lagi Nel.”
“ Mau PDKT sama
berapa cowok, Nel? Masih kurangnya kau coba semua cowok?”
TAHU GAK APA PERASAAN KU??
Mungkin beberapa dari mereka terkesan bercanda tapi ntah
mengapa begitu menusuk ke hatiku. Dan membuatku merasa bersalah dari hari ke
hari. Merasa jadi gadis paling bodoh sedunia.
Tahu abang apa rasanya saat dunia menyalahkanku karna tidak
bisa mencintaimu? Tahu abang bagaimana rasanya ketika tak ada satupun dari
dunia ini yang membenarkan pilihanmu? Tahu abang gimana rasanya ketika abang
jatuh dan tak ada satupun yang mau mengajakmu berdiri?
Akupun semakin hari semakin tak berdaya. Semuanya
kupasrahkan kepada Tuhan. Aku berdoa agar yang terbaiklah yang terjadi di
antara kita. Semakin hari aku semakin memikirkanmu. Tapi aku belum juga bisa
cepat meyakini perasaanku. Yang bisa kulakukan hanya berdoa dan berdoa.
“ Tuhan, kalau memang Pahala untukku, bukalah hatiku untuk
mencintainya. Akupun ingin membahagiakannya, seperti inginnya dia.”
Orang yang bahkan tidak mengenal mu, bisa saja
menyalahkanku dan membenarkanmu di hadapanku. Abang tahu perasaan aku?
Aku ingat itu juni dan berakhir juli. Agustus, September,
Oktober tiga bulan penuh rasa bersalah. Tiga bulan penuh aku memikirkanmu. Tiga
bulan penuh aku mendoakanmu. Tiga bulan penuh aku meyakinkan hatiku.
Hingga malam itu, akhir Oktober tiba-tiba aku merasa begitu
ingin memelukmu. Aku merindukanmu. Ntah darimana asalnya. Tiba-tiba aku ingin
membelai wajahmu dan berkata, “Bang, maafin aku.” Tiba-tiba aku ingin menemuimu
dalam setiap waktu senggangku.
Aku masih ingat bagaimana malam itu aku dan abang sempat
bercanda ringan berkomen ria di facebook. Abang menjawab setiap komentarku
dengan ramah seperti siap merangkulku kembali. Memantapkan tidurku malam itu.
Hingga besoknya 1November 2011, aku terbangun dan dengan
mudah menghilangkan semua rasa gengsi ku untuk mengatakan cintaku padamu terlebih
dahulu. Aku masih ingat itu sekitar pukul
9 pagi sebelum aku memulai aktivitas kuliahku. Aku masih ingat bagaimana
perasaanku menggelora pagi itu menunggu balasan pesanmu. Aku masih ingat
bagaimana hatiku merasa berbunga-bunga saat abang bilang abang mau menerima ku
kembali.
Aku serasa hidup kembali. Hatiku berbunga-bunga dan segar.
Aku beri pantun dan puisi indah untukmu. Aku memujamu dan aku memimpikanmu.
Akupun tersenyum karenamu. Aku bahagia. Aku ingat itu. Setiap pesanmu bisa
membuatku selalu tersenyum, Bahkan walau hanya berisi “Hho” “:)” atau “Hmm.”.
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan, kenapa aku merasa
berbeda? Seminggu sebelum bulan keempat, aku kembali mengakhiri semua ini.
Kecuekanmu, ketidakpekaanmu membuatku membeku. Dan yang paling sakit adalah
abang mengikhlaskanku pergi. Hari itu, kamis 23 februari, aku jatuh kedalam
lubang sakit terdalam yang pernah aku rasa. Aku merasa sangat sia-sia. Aku
merasa sangat bodoh. Dan abangpun tetap diam.
Hingga kini, abangpun tetap diam. Apa yang harus kulakukan?
Aku begitu trauma untuk mulai menyayangi. Sedikit terbersit rasa sesalku yang
mendoakan rasa ini untukmu. Aku begitu bodoh mengapa aku mau serius dengan mu.
Aku begitu muak mengapa aku begini. Aku pun benci terhadap diriku sendiri.
Tidak ada lagi, aku sangat terjatuh. Aku teriak berulang kali, tapi abang tetap
diam, abang tetap tidak peduli, abang tetap tak memikirkan perasaanku.
Aku kehilangan semangatku. Apa kah abang lupa? Bahwa aku
pernah bilang bahwa tinggal abang lah semangatku satu-satunya?! Tanpamu, aku tu
nggak tahu mesti hidup untuk siapa?! Aku tuh gak tahu mesti belajar buat siapa?
Aku tuh gak tahu mesti semangat untuk apa?! Dengan abang aku tahu bahwa aku
punya masa depan. Dengan abang aku merasa percaya diri! Bukankah aku pernah bilang?!
Tapi apa? Abang tidak pernah peduli kan??
Aku merasa sangat kesepian. Aku merasa tidak ada seorangpun
di luar sana tercipta untukku. Aku hanya ingin abang. Aku sangat gila
menginginkanmu. Aku ingin abang di sini, tidak peduli apapun yang terjadi. Aku ingin
mencintaimu. Aku benci abang tidak peduli dengan ku seperti aku peduli sama
abang.
Trauma
aku membuka hati ini lagi. Trauma aku menerima laki-laki lagi. Sudah tidak kuat
lagi aku untuk menyelami jiwa lain. Sudah cukup bagiku abang yang terakhir. Sudahlah
aku tidak akan menyeriusi apa-apa lagi. Lebih baik memang aku bermain-main
saja, saat aku ditinggalkan, semua terasa santai dan bukan hal sulit untuk
membuka lembaran baru. Daripada aku harus serius dan semua harus begini
menyakitkannya, begitu sulit dilupakan.
Aku
ingin sekali membencimu. Aku ingin sekali menghancurkan cinta ini.
Bang,
untuk misi terakhir ini aku mohon bertemanlah denganku. Bantu aku membencimu.
Aku benar-benar sudah tersiksa dengan semua ketidakpeduliaanmu. Aku benar-benar
lelah, lemas, dan kehabisan tenaga untuk meneriakkan perasaanku. Abang yang
tidak pernah peduli.
Aku
merasa sangat bodoh. Aku sangat bodoh. Aku sangat bodoh. Aku luar biasa bodoh.
Ingin
aku mencari penyemangat lagi, tapi siapa? Untuk siapa lagi aku hidup? Untuk siapa
lagi aku semangat? Untuk siapa lagi aku tersenyum? Tak ada lagi alasanku. Aku
tidak punya masa depan. Tidak ada yang ingin bersamaku. Aku merasa hancur.
Untuk yang kesekian kalinya. Aku harus tahu diri memang bahagiamu itu tanpaku.
Apapun
yang akan terjadi. Aku pasrah. Selamat tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro