Sabtu, 31 Maret 2012

Say YES to GAMBARU!


Terus terang aja, satu kata yang benar-benar membuat muak jiwa raga adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan. Muak abis, sumpah, karena setiap kali bimbingan atau sedang berusaha, kata-kata penutup selalu : motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), “ taihen dakedo, isshoni gambarimashoo” (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama).  Sampai rasanya ingin ngomong, "Apa nggak ada kosa kata lain selain GAMBARU? apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru."

Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang cemen gitu-gitu aja, yang kalo males atau ada banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja. 

Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya :
"doko made mo nintai shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha habis-habisan)



Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras" dan "mengencangkan" .  Jadi image yang bisa didapat dari paduan karakter ini adalah "mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti keras dan terus mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas persoalan itu".

Maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan itu adalah sebuah kewajaran dalam hidup, namanya hidup memang pada dasarnya susah, jadi jangan harap gampang, persoalan hidup hanya bisa dihadapi dengan gambaru, titik.


Terus terang saja, aku tidak pernah mengerti, mengapa orang-orang Jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah hidupnya. Bahkan anak umur 3 tahun pun sudah disuruh gambaru di sekolahnya. Seperti memakai baju di musim dingin mesti yang tipis-tipis biar tidak manja terhadap cuaca dingin. Di dalam sekolah tidak boleh pakai kaos kaki karena kalau telapak kaki langsung kena lantai itu baik untuk kesehatan. Sakit-sakit sedikit cuma ingus meler-meler atau demam 37 derajat mah tidak perlu bolos sekolah, tetap dihimbau masuk dari pagi sampai sore, dengan alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika ia melawan penyakitnya itu sendiri. Jangan manja sama masalah deh, gambaru sampe titik darah penghabisan. It's a must!


Aku benar-benar baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting sekali dalam hidup. Setelah terjadi tsunami dan gempa bumi dengan kekuatan 9.0 di jepang bagian timur. Aku tau, rencana alam di indonesia seperti tsunami di Aceh, Nias dan sekitarnya, gempa bumi di Padang, letusan gunung

merapi, juga bukanlah hal yang gampang untuk dihadapi. Tapi, tsunami dan gempa bumi di Jepang kali ini, jauuuuuh lebih parah dari semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi dan tsunami terparah dan terbesar di dunia.



Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan masyarakat jepang panik kebingungan karena bencana ini. Wajaaaaar banget kalo mereka kemudian mulai merasa galau, nangis2, tidak tahu harus bagaimana. Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa "dimaafkan" jika stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar ala lagu-lagu Ebiet dan membuat video klip tangisan anak negeri yang berisi wajah-wajah korban bencana yang penuh kepiluan dan tatapan kosong tak punya harapan. Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu habis seluruh kehidupan yang mereka miliki. Sangat wajar jika kemudian mereka tidak punya harapan.



Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan ini? Dari hari pertama bencana, aku search google dan nungguin lagu-lagu ala ebiet diputar di stasiun2 online Jepang. Nyari-nyari juga di mana rekening dompet bencana alam. Video klip tangisan anak negeri juga aku tunggu-tungguin. Tiga unsur itu (lagu ala Ebiet,

rekening dompet bencana, video klip tangisan anak negeri) sama sekali tidak disiarkan di TV. Jadi yang ada apaan dong!?



Ini yang aku lihat di stasiun-stasiun TV :

1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada

2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu menghadapi

bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di wilayah

tokyo dan tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)

3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan pemadaman

listrik terencana

4. Tips-tips menghadapi bencana alam

5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam

6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang

terkena bencana

7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga yang

terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar bernilai

banget harganya)

8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya tenang dan

tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi bencana, mari kita

hadapi (government official pake kata norikoeru, yang kalo diterjemahkan
secara harafiah : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati

9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati.


*ada yang nyari istrinya, belum ketemu-ketemu, mukanya sudah galau banget, tapi tetap tenang dan tidak emosional, disemangati nenek-nenek yang ada di tempat pengungsian : gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara. Akiramenai de (ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan menyerah)



*Tulisan di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu, kita mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati bencana ini; Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang terlihat terang. Itu bintang yang sangat indah. Warga Sendai, lihatlah ke atas.



Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan bencana ala gambaru kayak gini, aku bener-bener merasa malu dan di saat yang bersamaan : kagum dan hormat banget sama warga dan pemerintah Jepang. Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya alamnya terbatas banget, negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju luar biasa dan punya mental sekuat baja, karena : falsafah gambaru nya itu. Bisa dibilang, orang-orang jepang ini tidak punya apa-apa selain GAMBARU. Dan, gambaru sudah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan dalam hidup.



Benar sekali, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama Tuhan. Hanya, mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang-bilang ini semua kehendakNya, Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka tanyalah pada rumput yang bergoyang... I guarantee you 100 percent, selama masih mental ini yang berdiam di dalam diri kita, sampai kiamat sekalipun, aku rasa bangsa kita tidak akan bisa maju. Kalau ditilik lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan persoalan hidup, sebenarnya adalah kata lain dari tidak berani bertanggungjawab terhadap hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup. Jika diperjelas lagi, tidak berani bertanggungjawab itu maksudnya : lari dari masalah, tidak mau menghadapi masalah, main salah-salahan, tidak mau berjuang dan baru ketemu sedikit rintangan aja udah nangis manja.



Kira-kira dua tahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan, untuk apa aku menuntut ilmu Sastra Jepang. Ngapain ke Jepang, tidak ada gunanya. Kalau mau S2 atau S3 mah, ya di Eropa atau Amerika sekalian, kalo di Jepang mah nanggung. Begitulah kata beliau. Sempat terpikir juga akan perkataannya itu, iya ya, kalo mau Go International ya mestinya ke Amrik atau Eropa sekalian, bukannya Jepang. Toh sama-sama Asia, negeri kecil pula dan kalau tidak bisa bahasa Jepang, tidak akan bisa survive di sini. Sampai sempat nyesal juga,kenapa aku mendalami Sastra Jepang dan bukan Sastra Inggris atau sastra barat lainnya.



Tapi sekarang, aku bisa bilang dengan yakin sama sanak keluarga yang menyatakan tidak ada gunanya aku menuntut ilmu di Sastra Jepang. Pernyataan beliau adalah salah sepenuhnya. Mental gambaru itu yang paling megang adalah Jepang. Dan menjadikan mental gambaru sebagai way of life adalah lebih berharga daripada Go International dan sejenisnya itu. Benar, Sastra Jepang, gender dan sejenisnya itu, bisa dipelajari di mana saja. Tapi, semangat juang dan mental untuk tetap berjuang habis-habisan biarpun tidak ada jalan, aku rasa, salah satu tempat yang ideal untuk memahami semua itu adalah di Jepang. 



Maka, mulai hari ini, kalau aku mendengar kata gambaru, aku tidak akan lagi merasa muak jiwa raga. Sebaliknya, aku akan berucap dengan rendah hati : Indonesia jin no watashi ni gambaru no seishin to imi wo oshietekudasatte, kokoro kara kansha itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni, gambaru seishin wo mi ni tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu. (Saya ucapkan terima kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan arti dan mental gambaru bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap hari, agar mental gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian semuanya, orang-orang Jepang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Capcuuus kritik dan saran nya masbro mbabro